Mohon tunggu...
Simon Morin
Simon Morin Mohon Tunggu... Freelancer - Politisi Indonesia dari Papua

Mantan Anggota DPR-RI (1992 - 2009) Mantan Anggota DPRD Province Irian Jaya (1982 - 1992) Mantan Pegawai negeri sipil daerah Irian jaya (1974 - 2004)

Selanjutnya

Tutup

Money

Pasca Perundingan Perpanjangan Kontrak Freeport

25 September 2017   18:30 Diperbarui: 25 September 2017   18:51 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

PASCA PERUNDINGAN PERPANJANGAN KONTRAK FREEPORT:

 apa win-win solutionnya untuk Pemerintah, Freeport dan Papua?

 

Pada tanggal 29 Agustus 2017, Pemerintah cq. Menteri Energi dan Sumber daya Mineral dalam konperensi persnya mengumumkan bahwa PT Freeport Indonesia dan Pemerintah telah menyepakati empat hal yang selama ini menjadi materi perundingan, yaitu: masalah perpanjangan kontrak, masalah pembangunan smelter, masalah kepastian perpajakan demi meningkatkan penerimaan negara dan masalah divestasi saham.Selama perundingan berlangsung kedua belah pihak memiliki posisi masing-masing terhadap ke-empat isu tersebut.

  • Tentang masalah Perpanjangan Kontrak, pihak Pemerintah menghendaki perpanjangan secara bertahap, yaitu tahapan sepuluh tahun pertama dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2031 dan  dilanjutkan dengan tahapan kedua dari tahun 2031 sampai dengan tahun 2041. Sedangkan pihak Freeport mengehendaki perpanjangan sekaligus 20 tahun, yaitu sampai dengan tahun 2041. Alasannya karena kontrak tersebut menyangkut investasi besar untuk pengembangan tambang bawah tanah dan membangun smelter dengan total investasi US$ 20 milyar;
  • Tentang masalah Pembangunan Smelter, pihak Pemerintah mendesak agar Freeport segera membangun smelter bila ingin melanjutkan perpanjangan kontraknya. Sedangkan pihak Freeport berpandangan bahwa pembangunan smelter mempunyai kaitan erat dengan adanya kepastian perpanjangan kontrak sampai tahun 2041 karena menyangkut investasi sekitar US$ 2,3 milyar dengan rate of return yang rendah;
  • Tentang masalah Kepastian Perpajakan, pihak Pemerintah mengendaki sistem perpajakan yang prevailing yaitu mengikuti kebijakan perpajakan yang berlaku setiap saat demi menjamin penerimaan negara yang lebih besar. Sedangkan pihak Freeport menghendaki sistem perpajakan yang nailed-down sehingga memberi jaminan kepastian dalam perencanaan finansial jangka panjang.
  • Tentang  masalah Divestasi Saham, pihak pemerintah tetap menghendaki kepemilikan 51% saham. Sedangkan pihak Freeport mengusulkan divestasi 30% saham.

Konferensi Pers tanggal 29 Agustus 2017 telah memberi pesan bahwa Pemerintah kita berhasil "mempersuasi" Freeport untuk mengikuti keinginan Pemerintah walaupun beberapa waktu sebelumnya belum ada kata sepakat dan persamaan persepsi tentang hal-hal yang dirundingkan tersebut.

Secara politis konferensi pers tersebut di satu sisi bertujuan meyakinkan rakyat Indonesia bahwa Pemerintah telah berhasil menjinak raksasa yang namanya Freeport untuk mengikuti kemauan dan kepentingan nasional, dan mungkin cara penyelesaian demikian akan menjadi kebijaksanaan baru dalam berurusan dengan perusahaan asing di Indonesia.  Di sisi lain apa yang disampaikan oleh Menteri ESDM dalam konferensi persnya belum sepenuhnya mengungkapkan secara detail apa sesungguhnya porsi "Win-Win Solution" yang telah diperoleh Freeport sehingga "menerima dengan baik" solusi yang ditawarkan Pemerintah. 

Bila tidak ada penjelasan tambahan mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dibelakang layar, akan terkesan telah terjadi apa yang disebut "A Negotiated Nationalization"seperti yang pernah terjadi di Chile pada tahun 1964 dan berlanjut sampai periode kepemimpinan Presiden Salvador Allende pada dekade 70-an yang melakukan nasionalisasi secara radikal melalui perobahan undang-undang dasar negara itu.

*****

Dari berbagai media massa, kita membaca bahwa kesepakatan-kesepakatan ini akan dituangkan lebih lanjut dalam suatu dokumen resmi yang memuat seluruh kesepakatan secara rinci agar tidak menimbulkan multi tafsir dan diharapkan rampung pada bulan Oktober 2017. Dalam dokumen itulah hal-hal yang masih bersifat umum seperti yang disampaikan pada konperensi pers Menteri ESDM akan dirumuskan dengan jelas. Misalnya menyangkut valuasi saham yang disepakati kedua belah pihak, kepastian sistem perpajakan yang akan diberlakukan, jaminan kepastian perpanjangan kontrak sampai tahun 2041 melalui skema 2x10 tahun, pembangunan smelter yang diharapkan pemerintah harus selesai pada tahun 2022 dan lain-lain. Selama belum ada dokumen tertulis tersebut yang secara legal memuat seluruh kesepakatan antara Pemerintah dan Freeport maka apa yang sudah diumumkan oleh Menetri ESDM kepada publik masih merupakan konsumsi pers dan baru merupakan semacam gentleman agreement yang lebih bernuansa politis namun belum memiliki dasar hukum yang kuat.

Meskipun demikian kita dapat berassumsi bahwa apa yang menjadi win-win solution bagi Pemerintah maupun Freeport adalah:

Pemerintah:

  • Pemerintah akan memiliki 51% saham Freeport yang valuasinya akan dibicarakan dalam bulan September s/d Oktober 2017;
  • Freeport akan membangun Smelter dalam kurun waktu lima tahun setelah kesepakatan tersebut dibuat;
  • Freeport akan beralih dari rezim Kontrak Karya ke rezim Izin Usaha Pertambangan Khusus.
  •  
  • Perpanjangan Kontrak tidak dilakukan sekaligus sampai tahun 2041 tetapi melalu skema 2x10 tahun yaitu 2021 -- 2031 dan 2031 -- 2041.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun