Indonesia secara resmi mengesahkan dan menerapkan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023, yang biasa dikenal dengan KUHP baru, pada 2 Januari 2023. Namun, penting untuk dicatat bahwa KUHP baru yang dirumuskan oleh pemerintah Indonesia akan mulai berlaku setelah jangka waktu tiga tahun sejak diundangkan, tepatnya pada tahun 2026.
Namun menurut Pasal 3 dari KUHP baru, dalam hal terdapat perubahan peraturan peraturan perundang-undangan sesudah perbuatam terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.
KUHP baru telah disahkan pada tanggal 2 Januari 2023, sehingga kedua KUHP baru dan lama akan digunakan secara bersamaan. Dengan pengimplementasian 2 KUHP tersebut, keberatan hukuman dapat berbeda, sehingga hukuman paling ringan akan digunakan untuk mendakwa pelaku dan/atau pembantu. Ketentuan ini akan digunakan sampai tahun 2026, dimana hukum pidana Indonesia akan sepenuhnya bercondong kepada KUHP baru.
Ketentuan dalam penggunaan hukuman yang lebih menguntungkan untuk pelaku tindak pidana melibatkan komparasi antar KUHP baru dan lama, namun juga ada perbedaan jenis sanksi yaitu:
KUHP lama
* Pasal 10. Kejahatan terdiri dari:
A. Sanksi pokok (pidana pokok)
1. Hukuman mati
2. Penjara
3. Kurungan
4. Baik
B. Sanksi tambahan (Pidana tambahan)
1. Pencabutan hak tertentu
2. Perampasan benda
3. Pengumuman putusan Hakim
Sementara itu, dalam KUHP yang baru
* Pasal 64.
A. Sanksi terdiri dari:
1. Sanksi pokok
2. Sanksi tambahan
3. Sanksi yang khusus untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam undang-undang.
* Pasal 65.
(1) Sanksi pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 adalah sebagai berikut:
A. Hukuman penjara
B. Kurungan
C. Pengawasan
D. Bagus
e. Pekerjaan sosial
(2) Urutan pengenaan sanksi pada ayat (1) menunjukkan peningkatan dengan urutan menurun.
* Pasal 66.
(1) Sanksi tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 terdiri atas:
A. Pencabutan hak-hak tertentu
B. Penyitaan barang dan/atau tagihan tertentu
C. Pengumuman keputusan Hakim
D. Pembayaran kompensasi
e. Pencabutan izin tertentu
F. Pemenuhan kewajiban adat setempat
(3) Sanksi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan bersamaan dengan sanksi pokok jika diperlukan untuk memenuhi tujuan pemidanaan.
(4) Dapat diterapkan 1 atau lebih sanksi tambahan untuk suatu pidana.
(5) Sanksi tambahan yang diterapkan pada percobaan dan pertolongan pada tindak pidana sama dengan sanksi tambahan yang diberikan pada tindak pidana.
(6) Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional Indonesia yang melakukan tindak pidana dalam kasus keterhubungan dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Tentara Nasional Indonesia.
Dengan melihat ketentuan yang diatur dalam KUHP Indonesia baru dan lama mengenai jenis sanksi, dapat dilihat beberapa perbedaan yang mencolok. Dalam KUHP yang baru, ada penambahan satu jenis sanksi yang hanya berlaku terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. Penambahan ini memberikan pendekatan hukuman yang lebih bertarget, memastikan bahwa kejahatan tertentu ditangani dengan tepat. Selain itu, cakupan sanksi dalam KUHP baru lebih spesifik dan komprehensif dibandingkan dengan KUHP lama.
Salah satu perubahan signifikan dalam KUHP yang baru adalah pengaturan sanksi dengan urutan tingkat keparahan yang menurun. Urutan sanksi ini membantu membangun hierarki yang lebih jelas dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang beratnya setiap pelanggaran. Ketentuan seperti itu tidak ada dalam KUHP lama, di mana berat sanksi tidak dikategorikan secara tegas.
Perbedaan signifikan lainnya terletak pada Pasal 66 KUHP baru, yang membahas sanksi tambahan. KUHP yang baru menetapkan lebih banyak jenis sanksi tambahan dan memberikan penjelasan rinci tentang penerapannya dalam Pasal 66, khususnya pada ayat (2), (3), (4), dan (5). Kekhususan yang meningkat ini memungkinkan pendekatan yang lebih bernuansa dan disesuaikan untuk sanksi tambahan berdasarkan keadaan kasus tersebut.
Salah satu perbedaan utama antara KUHP baru dan lama dapat ditemukan dalam Pasal 64 (c) KUHP baru, yang memperkenalkan sanksi yang dikhususkan untuk tindak pidana tertentu yang ditentukan dalam undang-undang. Penjelasan jenis sanksi ini diatur dalam Pasal 67 KUHP baru, yang menyatakan bahwa sifat khusus dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 (c) merupakan pidana mati yang selalu diancam dengan alternatif. Sebaliknya, dalam KUHP lama, hukuman mati dianggap sebagai bagian dari sanksi pokok. KUHP yang baru memisahkan pidana mati dari kategori sanksi pokok dan memperkenalkan konsep sanksi alternatif di sampingnya. Hal ini menandakan pergeseran pendekatan, mengakui sifat kompleks dan serius dari hukuman mati dan memberikan perspektif yang lebih bernuansa dalam penerapannya.
Perlu dicatat bahwa KUHP lama memiliki instruksi khusus tentang bagaimana hukuman mati atau hukuman mati akan dilakukan. Algojo akan mengikatkan tali di leher terpidana, dan terpidana akan dijatuhkan dari perancah. Namun, KUHP yang baru tidak menyebutkan secara spesifik tentang eksekusi tetapi lebih fokus pada klasifikasi dan sifat alternatif dari hukuman mati sebagai sanksi.