Mohon tunggu...
Paryono Yono
Paryono Yono Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk berbagi

Blog pribadi https://dolentera.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Pertobatan La Nyalla Mattalitti

13 Desember 2018   15:57 Diperbarui: 13 Desember 2018   16:13 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebohongan adalah kejujuran yang tertunda, begitu kurang lebih quote yang pernah saya baca di salah satu platform digital menulis. Saya teringat dengan Quote tersebut setelah beredarnya kabar mengenai pengakuan  dari La Nyalla Mahmud Mattalitti mengenai isu miring perihal Jokowi seorang PKI.

"Pertama kali saya begitu mau mendukung Pak Jokowi. Saya datang ke beliau, saya minta maaf, bahwa saya yang isukan pak Jokowi PKI. Saya yang fitnah pak Jokowi Kristen, China," kata La Nyalla dari kutipan cnnindonesia.com.

La Nyalla pun mengaku dirinya turut andil dalam penyebaran tabloid Obor Rakyat di wilayah Jawa Timur dan Madura yang sempat menghebohkan di Pilpres 2014 lalu. Alasannya sederhana, karena La Nyalla pada waktu itu berada di kubu oposisi yang mendukung Capres Prabowo-Hatta.  

"Karena saya bukan oposisi, waktu itu wajar saya bilang gitu karena oposisi. Oposisi kan apa aja dihajar lawannya, karena sekarang saya bukan oposisi, saya harus tobat," kata La Nyalla.

Sekarang, La Nyalla tentunya sudah merasa plong setelah meminta maaf secara langsung dan mendapatkan maaf Jokowi.

"Akhirnya saya datang ke beliau dan sampaikan, saya mau minta maaf tiga kali. Alhamdullilah dimaafkan, ya sudah," Ujar La Nyalla.

Dalam politik, seseorang dapat  menggunakan cara apapun untuk meraih kemenangan, tidak terkecuali dengan menyebarkan berita fitnah terhadap lawan politik, meskipun nantinya lambat laun kebenaran akan terungkap juga.

Saat ini Jokowi yang di fitnah. Jokowi punya kekuasaan untuk menangkal. Orang-orang disekitarnya juga akan membantu mengklarifikasi fitnah tersebut. Lain halnya jika orang tidak punya kekuasaan yang difitnah seperti saya, pasti hanya bisa merintih dan berdo'a sambil menunggu uluran tangan dari Tuhan.

Tuduhan PKI sudah marak sejak awal orde  baru. Saya pernah mendengar penuturan anak eks loyalis Soekarno yang dituduh PKI, padahal menurut pengakuan orang tuanya bukan anggota PKI. Akibatnya sangat memilukan, untuk mendapatkan tempat kerja di perusahaan swasta saja susah apalagi untuk masuk PNS. 

Belum lagi perlakuan sebagian masyarakat di sekitar dan teman sekolah yang cenderung mengucilkan. Terkadang sampai muncul lost generation, generasi yang hilang ditelan zaman karena korban  fitnah, padahal para pendahulunya dahulu orang yang dihormati masyarakat. Jika tidak bisa bangkit, maka generasi di bawahnya pun akan hilang diantara keramaian dunia. 

Maka tidak heran jika dikatakan fitnah lebih kejam dari pembunuhan, karena tidak hanya berakibat pada orang yang difitnah, tetapi juga pada keluarga dan generasinya kelak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun