Mohon tunggu...
Parlin Simanjuntak
Parlin Simanjuntak Mohon Tunggu... Freelancer - Penerus Perjuangan NagaBonar

Penerus Perjuangan NagaBonar

Selanjutnya

Tutup

Financial

Rugi 11 Triliun, Pertamina Harus Belajar ke Dirut yang Dicopot Menteri Rini

26 Agustus 2020   10:57 Diperbarui: 26 Agustus 2020   10:58 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Laporan Pertamina

Pertamina Tidak Efisien

Harga minyak turun, yaa...di tahun 2014 malah harga minyak sempat menembus angka US$ 120 dollar perbarrel, lalu menukik tajam dan di tahun 2016 berada dikisaran US$ 40 dolar per barrel (silahkan Googling). Jadi bayangkan selama 2 tahun lebih harga minyak dunia anjlok begitu dalam dan jika dibandingkan dengan harga tertingginya turun lebih dari 65%.  

Dibandingkan tahun 2020 per semester 1 yang turun dari US$ 65 ke US$ 40 atau hanya sekitar 30%. Memang di bulan April-Mei sempat dibawah US$ 30 dollar per barrel. Tetap saja jika pakai angka yang paling rendahpun hanya turun sekitar 52%.

Konsumsi BBM turun, ini juga sama dengan saat krisis ekonomi 1998 yang konsumsi BBM turun. Padahal di 2020, saat harga minyak dunia turun dan negara tetangga ramai-ramai turunkan harga BBM, harga di Indonesia tetap (sudah pasti melanggar Permen ESDM yang mengatur harga didasarkan perubahan harga minyak Indonesia Crude Price(ICP)). Faktanya harga ICP selalu dibawah harga minyak Brent maupun harga minyak WTI.

Ketika korporasi hanya bisa menurunkan biaya operasional dibawah penurunan pendapatan, maka menunjukkan korporasi tersebut tidak efisien. Kadang kala, alasannya karena pos biaya SDM tetap tidak berkurang, padahal ada pos lainnya yang bisa diefisienkan. 

Jelas kalau di Pertamina, maka pengadaan minyak mentah maupun BBM impor adalah hal-hal yang bisa diefisienkan. Transportasi kapal, biasa asuransi, cost of money (LC) dll.

Belajarlah Sama Dirut Pertamina Yang Dicopot Menteri BUMN Rini

Berprestasi tapi dicopot, itulah fakta. Tidak berprestasi tapi tetap dipercaya, itulah fakta yang lain. Menjadi nahkoda (Dirut) Pertamina akan banyak faktor, termasuk kepercayaan Menteri BUMN. Konon, dijaman dahulu (fakta sebenarnya). Bisa di googling. Sempat menjadi polemik....sempat menjadi perbincangan.......

Saat itu, ketika Pertamina berada di puncak capaian kinerja, Dirut Pertamina periode 2014-2017 malah dicopot oleh Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno. 

Kongsi pecah ketika sang Dirut tetap konsisten menjalankan rencana-rencana membesarkan Pertamina. Atas dukungan Presiden Jokowi Dirut Pertamina saat itu membubarkan Petral, salah satu sarang Mafia Migas yang menggerogoti Pertamina.

Ketika pendapatan Pertamina terpuruk karena harga minyak dunia turun (naahhh...ini bedanya, Dirut periode 2014-2017) menurunkan harga BBM. Agar masyarakat tidak menyerbu Premium (BBM yang disubsidi Pemerintah yang dapat menyebabkan pembengkakan subsidi dan membebani negara).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun