Kangkung Lombok dan Daya Tarik Wisata Budaya Pulau Seribu Masjid
Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat sering disebut sebagai "adik" dari Pulau Bali. Namun demikian, Lombok memiliki kekhasan yang membuatnya unik dan pantas menjadi destinasi wisata unggulan Indonesia. Perjalanan wisata ke Lombok tak hanya menawarkan keindahan pantai seperti Senggigi atau Gili Trawangan, namun juga menyajikan kekayaan budaya masyarakat Sasak yang penuh warna. Bahkan, salah satu yang membekas dalam sanubari penulis dari perjalanan ke Lombok bukan hanya panorama alamnya, melainkan sebuah hidangan sederhana namun penuh makna : Plecing Kangkung Lombok.
Warisan Budaya Sasak : Arsitektur dan Tradisi
Masyarakat adat Sasak sebagai penduduk asli Lombok memiliki kearifan lokal yang tercermin dalam seni, arsitektur, serta makanan tradisional. Di tengah modernisasi yang pesat, perkampungan adat seperti Sade dan Ende masih mampu menjaga keaslian bentuk rumah dan pola hidupnya. Rumah-rumah tradisional Sasak biasanya dibangun dari kayu dan anyaman bambu, sedangkan atapnya terbuat dari alang-alang. Bangunan ini bukan hanya artistik, tetapi juga fungsional. Di tengah suhu siang yang menyengat, berada di dalam rumah tradisional Sasak tetap terasa adem dan nyaman karena materialnya yang alami serta desain ventilasi yang memperhatikan sirkulasi udara.
Keindahan visual perkampungan ini menjadi magnet tersendiri bagi para wisatawan, terutama yang ingin menjauh dari hiruk-pikuk urbanisasi dan kembali merasakan kehangatan budaya lokal. Aktivitas seperti menyaksikan proses pembuatan tenun ikat, mengamati perempuan Sasak menenun dengan alat tradisional, atau membeli kerajinan tangan dari gerabah khas Lombok, memberikan pengalaman wisata budaya yang otentik.
Plecing Kangkung : Cita Rasa Khas Lombok
Namun, dari sekian banyak kesan yang ditinggalkan oleh Lombok, Plecing Kangkung menempati posisi istimewa. Bukan sekadar makanan pendamping, hidangan ini menjadi representasi cita rasa Lombok yang kuat, sederhana, dan membumi. Plecing Kangkung khas Lombok terdiri dari kangkung rebus yang disajikan dengan sambal tomat, urap rempah khas Lombok, dan dilengkapi dengan lauk utama berupa ayam goreng kampung serta terong bulat kecil sebagai pelengkap.
Ada keunikan dalam cara pemilihan bahan dasar plecing ini. Menurut penuturan pemilik rumah makan tradisional yang penulis kunjungi, ayam goreng untuk lauk plecing ini haruslah ayam kampung. Ayam broiler dianggap tak bisa menyatu dengan cita rasa plecing yang autentik. Hal ini menunjukkan bagaimana masyarakat Lombok menghargai cita rasa alami dan warisan kuliner mereka.
Kangkung yang digunakan pun bukan sembarangan. Hanya kangkung muda yang dipilih, direbus lalu ditiriskan, dan kemudian disajikan dengan sambal plecing yang khas. Sambal ini biasanya terdiri dari cabai rawit, tomat, terasi, dan perasan jeruk limau, yang semuanya membentuk sensasi rasa pedas, segar, dan sedikit asam yang menggugah selera. Ditambah lagi dengan terong bulat kecil yang hanya tumbuh baik di tanah Lombok, menambah kompleksitas rasa pada sepiring plecing kangkung.
Menariknya, meskipun kangkung Lombok bisa ditanam di Jawa atau Sumatera, rasanya akan berbeda. Ada yang unik dari kangkung yang tumbuh di habitat aslinya, yakni tanah dan air Lombok. Kangkung dari sungai-sungai di Lombok terasa lebih empuk dan tidak langu. Seolah-olah ada sentuhan alam Lombok yang menjadikan sayuran ini begitu spesial.