Walikota Wahyu : Bancakan 50 Juta per RT atau Berakal-sehat
Pelantikan Walikota Malang akan segera tayang pada 20 Pebruari yad. Pelantikan ini menjadi ngaret begitu karena sikon ekonomi rakyat sedang tidakbaik-tidakbaik saja. Bahkan kalau terjadi lagi satu hal tak terduga, bisa-bisa Presiden Prabowo mungkin akan melantik seluruh Kepala Daerah pemenang Pilkada beberapa saat lalu di Jakarta.
Jelang pelantikan yang kian mendekat, Walikota terpilih kota Malang, Wahyu Hidayat menyampaikan salah satu janji politiknya, yakni pemberian insentif Rp 50 juta bagi setiap RT per tahun belum bisa terlaksana pada tahun ini. Sebab, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kota Malang tahun 2025 sudah berjalan. Untuk yang Rp 50 juta per tahun itu belum untuk tahun ini. Â Wahyu berjanji akan merealisasikannya pada 2026.
Juga karena belum adanya regulasi baku dalam bentuk Peraturan Wali Kota Malang (Perwali) yang menyangkut teknis dan pelaksanaan program. Untuk pelaksanaan program tersebut, butuh beberapa tahapan yang harus disusun terlebih dahulu, termasuk soal penganggaran dana.
Program Rp 50 juta per RT ini memang repot. Namanya ja janji politik. Coba di kota Malang ini Jumlah Rukun Tetangga (RT) ada  4.081 RT. Jumlah ini terbagi dalam 57 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan. So kalau diwujudkan dalam 1 tahun anggaran saja bisa jebol Rp 204.050.000.000. Tahun depannya segitu lagi dan segitu lagi.
Saat dibuat Perwali untuk itu tentu sangat menyenangkan bagi pemilih setia Wahyu. Maklum orang-orang yang mengelilingi RT pastilah banyak. Kalau di Malang ngarep ada bancakan. Begitu.
Sementara Program Kajoetangan Heritages terhenti karena pemilu kemarin dan sebab-sebab lain yang tak jelas. Pengembangan Kajoetangan bukan hanya di Jln Basuki Rachmat dan perkampungan kuno di belakangnya, tapi sesuai planning ya sudah harus termasuk alun-alun Merdeka dan berakhir di daerah Pecinan di seputar Pasar Besar. Itulah destinasi unggulan kota Malang yang seharusnya.
Ini boro-boro sampai ke alun-alun Merdeka dan Pecinan, sebab kalau sampai janji politik ini diwujudkan maka kota Malang akan kurus-kering seperti korban Holocaust. Orang pun jadi malas melancong ke kota Malang. Maklumlah negara sedang tidakbaik-tidakbaik saja perekonomiannya.
Janji politik seperti pemberian insentif Rp 50 juta per RT memang terdengar menarik secara populis, tetapi dari sudut pandang kebijakan fiskal dan pembangunan jangka panjang, program ini dapat menjadi beban berat bagi APBD Kota Malang.
Dilihat dari perspektif Anggaran
Dengan jumlah 4.081 RT di Kota Malang, realisasi janji ini akan menghabiskan Rp 204 miliar per tahun. Jika APBD Kota Malang 2025 berkisar Rp 3-4 triliun, maka sekitar 5-7% anggaran akan tersedot hanya untuk insentif RT. Padahal, masih ada kebutuhan lain seperti infrastruktur, layanan publik, pendidikan, dan pengembangan ekonomi. Jika program ini dijalankan terus-menerus, kota bisa mengalami defisit anggaran atau pengurangan alokasi untuk sektor produktif lainnya.
Selain itu, janji politik seperti ini seringkali bersifat non-sustainable. Jika tidak disertai dengan mekanisme pengelolaan yang jelas, dana ini bisa menjadi sumber bancakan atau hanya berfungsi sebagai konsumsi, bukan investasi produktif bagi warga.
Kontradiksi dengan pengembangan Downtown Lama dan Pariwisata
Kota Malang sejak awal telah mencanangkan pengembangan Kajoetangan Heritages sebagai salah satu proyek utama dalam meningkatkan daya tarik wisata. Downtown lama yang mencakup Jalan Basuki Rachmat, Alun-Alun Merdeka, dan Pecinan Pasar Besar dirancang untuk menjadi koridor wisata utama dan menjadikan Malang sebagai stop-over tourism bagi wisatawan yang datang dari atau menuju Batu serta daerah sekitarnya.
Namun, dengan anggaran besar yang tersedot untuk insentif RT, alokasi dana untuk revitalisasi kawasan heritage ini bisa terbengkalai. Ini akan mengakibatkan investasi infrastruktur pariwisata terhambat - pengembangan fisik kawasan wisata butuh anggaran besar untuk trotoar, pedestrian friendly environment, signage, dan peningkatan fasilitas publik. Jika anggaran tersedot untuk janji politik, proyek ini bisa mangkrak.
Kota Malang bersaing dengan destinasi lain seperti Batu, Surabaya, atau bahkan Semarang dalam wisata heritage. Jika proyek revitalisasi terhenti, daya tarik Malang sebagai destinasi wisata bisa merosot.
Alih-alih mendorong ekonomi kreatif dan UMKM di kawasan heritage, anggaran malah difokuskan pada konsumsi RT yang dampak ekonominya lebih kecil dan tidak berkelanjutan.
Dampak bagi kota Malang
Jika skema ini terus dipertahankan tanpa memperhitungkan keseimbangan anggaran, Malang bisa mengalami kontraksi fiskal yang menyebabkan pengurangan belanja modal untuk infrastruktur dan pariwisata; ketergantungan APBD pada pendapatan daerah yang belum tentu stabil; mengorbankan proyek strategis yang lebih berdampak jangka panjang.
Janji politik seperti ini bertentangan dengan tujuan awal Kota Malang untuk menjadikan downtown lama sebagai ikon pariwisata. Jika ingin tetap direalisasikan, harus ada regulasi yang memastikan bahwa program tersebut tidak membebani anggaran dan tetap memberi ruang bagi pembangunan sektor lain yang lebih produktif. Kota Malang seharusnya lebih fokus pada pembangunan ekonomi berbasis pariwisata dan industri kreatif, bukan hanya pembagian dana yang bersifat konsumtif dan populis.
Joyoagung raya
Sementara kawasan Joyoagung raya yang sudah dikembangkan sejak masa Walikota Sutiaji, kini terpaksa merelakan cukup banyak warga kotanya yang mencoba berusaha di sektor pariwisata menutup lapaknya. Ini sungguh menyedihkan karena jalan mulus-mentul sudah dikembangkan ke arah barat hingga kawasan Genteng. Kawasan lama seperti Joyogrand, Bukit Tidar, Graha Dewata sudah cukup lama berkembang, namun dengan matinya kawasan Joyoagung raya yang cukup panjang itu, maka mati pulalah UMKM pariwisata di area tersebut.
Untuk menghidupkan kembali kawasan Joyoagung Raya dan menyelamatkan UMKM pariwisata yang tumbang di sana, Walikota Wahyu Hidayat perlu menerapkan strategi pemulihan berbasis ekonomi lokal dan daya tarik wisata baru.
Reaktivasi kawasan Joyoagung sebagai zona wisata dan kuliner
Walikota bisa menetapkan Joyoagung Raya sebagai kawasan wisata tematik dengan konsep "Malang Western Gateway"---menjadi pintu gerbang wisata dari barat.
Strategi
Festival Kuliner & Pasar Malam -- Mengadakan event rutin untuk menarik pengunjung, misalnya "Joyoagung Street Food Fest" tiap akhir pekan.
Rebranding Kawasan -- Memberikan identitas baru yang lebih menarik, seperti "Joyoagung Heritage Walk" atau "Kampung Wisata Kreatif".
Kolaborasi dengan komunitas dan UMKM -- Mengajak pelaku usaha lokal untuk merancang atraksi wisata yang berbasis budaya dan ekonomi kreatif.
Pemberian insentif bagi pelaku usaha
Sebagian UMKM tutup karena beban operasional yang tinggi dan minimnya pemasukan akibat turunnya jumlah pengunjung. Pemerintah bisa memberikan keringanan pajak usaha dan retribusi sewa lahan selama 1-2 tahun; mempermudah izin usaha untuk pedagang kaki lima, kafe, dan resto di sepanjang Joyoagung Raya; memberikan subsidi modal bagi UMKM berupa skema kredit lunak atau hibah bagi UMKM terdampak agar mereka bisa bangkit kembali.
Peningkatan aksesibilitas dan transportasi
Jalan ke arah Joyoagung -- Genteng sudah mulus, tetapi percuma jika tidak ada arus wisatawan yang datang.
Solusi yang perlu diambil disini antara lain menyediakan rute khusus dari pusat kota ke Joyoagung pada akhir pekan untuk menarik wisatawan; menghidupkan kembali transportasi publik yang melewati kawasan ini dengan konsep angkot tematik.
Menghubungkan Joyoagung dengan destinasi lain
Untuk meningkatkan daya tariknya, Joyoagung bisa dijadikan bagian dari "Wisata Malang Raya Loop", yang menghubungkan Kajoetangan Heritage Joyoagung Raya Selecta-Batu kembali ke Malang.
Membangun rest area dan spot Instagrammable di sepanjang jalur untuk menarik minat wisatawan.
Digitalisasi dan promosi wisata
Pemerintah bisa menggandeng influencer untuk mempromosikan Joyoagung raya sebagai destinasi kuliner dan wisata alam; membuat situs atau aplikasi khusus yang memuat daftar UMKM, tempat makan, dan atraksi wisata di kawasan tersebut.
Tanpa intervensi cepat, Joyoagung Raya bisa semakin sepi dan mati. Pemkot Malang di bawah Walikota Wahyu Hidayat harus merevitalisasi kawasan ini dengan konsep pariwisata tematik, insentif usaha, peningkatan aksesibilitas, dan promosi digital. Jika tidak, Joyoagung hanya akan menjadi jalan mulus tanpa kehidupan---kontras dengan potensi besar yang sebenarnya bisa dikembangkan.
Joyogrand, Malang, Wed', Febr' 12, 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI