Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Seandainya Kamu adalah Menteri Pendidikan...

2 Maret 2023   17:05 Diperbarui: 15 Maret 2023   18:54 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(pexels.com/pixabay)

Suatu ketika saya memberikan tugas kepada para murid yang masih duduk di bangku SMP untuk membuat sebuah karangan. Namun kali ini bukan sebarang karangan, tetapi karangan yang mungkin akan berisi beberapa visi yang dibalut beberapa argumentasi yang rasional.

Selama ini aku penasaran dengan sekolah ideal menurut para murid. Apakah para murid sebenarnya menginginkan suatu masa remaja yang tanpa sekolah? Hmmmm tentu tidak. Apakah para murid menginginkan sekolah sehari saja dalam seminggu? Itu terlalu naif. Apakah para murid menginginkan sekolah yang bebas dari seragam? Entahlah. Kali ini aku tak mau menebak. Aku harus mencari tahu sendiri apa isi benak mereka.

Aku berdiri mematung sejenak di depan kelas sambil menyapukan pandangan ke arah para murid. Sebuah perintah lalu terlontar dari mulutku... "Ambil selembar kertas...."

Beberapa murid tampak panik dengan suruhan itu... "kita ujian?" Bebrapa murid lain nampak tidak senang. Mereka berpikir bahwa aku akan memberikan mereka ujian.

"Sekarang, pak guru akan mengjak kalian untuk bermimpi..."


"Berarti kita harus tidur dulu ya?" seorang gadis berkacamata bertanya serius. Yang lain tersenyum kecut. Seorang siswi yang terkenal cerewet  menimpali "Bukan mimpi itu oon..." kelas pecah dalam tawa.

"Sudah..sudah..." suruhku menenangkan mereka. Setelah kelas menjadi tenang, aku melanjutkan ..."Bayangkan bahwa kalian dipilih menjadi seorang Menteri Pendidikan di masa depan... kira-kira sekolah model apa yang akan kalian buat. Rincikan sistem belajarnya bahkan kurikulum maupun jadwal hariannya. Tugas ini dibuat per kelompok yang terdiri dari 6 orang.."

Beberapa murid langsung tersenyum senang. Yang lain malah memandang kosong. "Pak guru, cari saja tugas lain, aku gak pandai mengarang..."

"Harus bisa pintaku. Dicoba saja..."

Sekitar dua jam aku menunggu. Kulihat mereka dengan khusyuk mengerjakannya. Aneh sekali pikirku. Ini kan mengarang ya? Kok pada serius? Kalau mengerjakan tugas matematika kok malah tertawa seolah tak ada beban. Mungkin saja ketika mengarang mereka serius, tetapi ketika disuruh mengerjakan matematika mereka malah mengarang ... Kesimpulan itu membuatku tersenyum sendiri.

"Sudah pak guru..." beberapa kelompok serempak menjawab.

Ada 6 kelompok yang maju dan membacakan hasil diskusi mereka. Seperti dugaanku, banyak sekali kelompok yang "mainstream," dan nampaknya mereka malah akan menambah beban siswa jiwa orang-orang ini menjadi "person in charge" di Kementrian Pendidikan.

"Kami akan membuat sekolah dengan banyak pelajaran tambahan yang berguna, bukan cuma bahasa Inggris, tetapi juga bahasa Mandarin dan Jepang. Kami juga akan menambah jam praktek sains dan ekonomi guna mengantisipasi dunia kerja yang makin kompetitif."

Aku mengenali mereka sebagai siswa-siswi yang cerdas, menjadi kesayangan para guru dan tentunya tak memandang kelebihan pelajaran sebagai beban.

"Kami akan memulai sekolah lebih awal. Sekolah akan dimulai sejak jam 6 Pagi..."

Beberapa siswa yang mendengar pemaparan itu menyoraki mereka dan menggerutu. Nampaknya sekolah seperti itu terlalu menyeramkan bagi mereka.

Kini giliran salah satu kelompok favorit kelas. Ya, disebut favorit karena berisi bebrapa murid "perusuh" dan suka buat masalah, tapi mereka cukup populer di sekolah.  Di luar dugaan pemaparan kelompok mereka mengungkapkan suatu hal yang berbeda...

"Kami akan memulai sekolah pada pukul  8.00 dan berakhir pukul 12.00 dengan alasan, jam sekolah yang terlalu panjang hanya akan membuat siswa bosan, stress dan tertekan... apalagi saat pelajarannya matematika, sains dan bahasa inggris...."

Sontak pernyataan mereka mengundang gelak tawa, beberapa malah memberi tepuk tangan dan dukungan. Kelompok ini makin bersemangat mengungkapkan ide mereka...

"Kami akan memberlakukan dua golongan pelajaran. Pelajaran utama dan pelajaran ekstrakurikuler. Pelajaran utama dari Senin sampai rabu dan pelajaran ekstrakurikuler dari kamis sampai jumat. Pelajaran utama yaitu: Olahraga sesuai bakat, Kesenian sesuai bakat, life skill sesuai bakat."

Bebrapa siswa manggut-manggut. Nampaknya mereka tertarik dengan jenis sekolah seperti ini...

"Jadi pada hari senin para siswa akan memilih untuk menekuni salah satu dari olahraga kesukaannya seharian itu. Pada hari selasa, para siswa akan menekuni salah satu dari kesenian sesuai bakatnya entah itu musik, membuat video, mengaransemen lagu, koreografi atau dance dan berbagai tari-tarian. Pada hari Jumat dan Sabtu, akan diajarkan pelajaran ekstrakurikuler yang dipilih bisa salah satu dari bahasa asing, bahasa Indonesia dan matematika atau sains.

Sekarang gemuruh tepuk tangan lebih membahana. Apakah saya tidak salah dengar? Di sekolah impian mereka yang menjadi ekstrakurikuler justru matapelajaran utama seperti bahasa, sains dan matematika.

Karena disoraki dan diberi semangat, lagi-lagi mereka melanjutkan dengan begitu bersemangat...

"PR atau pekerjaan rumah dihapuskan. Semua pekerjaan sekolah diselesaikan di sekolah."

Kelompok itu berhasil menyihir kelas. Aku sendiri awalnya tidak menanggapi serius hasil diskusi kelompok yang dicap pengacau itu. Namun, ketika saya merenungkan kembali hasil diskusi mereka,  saya malah berdecak kagum dan geleng kepala.

Justru inilah ide yang mendobrak kemapanan selama ini. Bisa-bisanya mereka memikirkan hal seperti itu? Atau ini hanyalah jeritan biasa dari sekelompok remaja yang suka kebebasan dan tak mau dikekang?

Terlepas dari semua itu ada beberapa hal yang dapat dikemukakan:

1) Durasi jam yang mereka tawarkan cukup masuk akal. Jam sekolah yang terlalu panjang dapat kontra produktif kalau tidak diimbangi dengan pengendapan ataupun relaksasi yang cukup. Menurut penelitian, otak seseorang hanya mampu berkonsentrasi tanpa putus selama sekitar 30 menit saja, untuk hal yang sangat menarik bisa sampai 40 menit. Selebihnya dari itu, segala materi yang diterima tidak akan diserap dan diterima dengan baik.

2) Dimulainya sekolah pada pukul 8 sangat beralasan. Jam sekolah yang terlalu pagi tidak memungkinkan seorang remaja mengalami istirahat yang cukup. Ia juga mungkin akan melewatkan sarapan pagi yang sangat perlu untuk kesehatan tubuh dan terlebih khusus otaknya. Remaja yang melewatkan sarapan akan melewatkan sarapan yang sangat berguna sebagai nutrisi bagi otaknya. Jam ideal ke sekolah memang antara jam 8 bahkan jam 9 pagi. Beberapa negara maju telah menerapkan hal ini.

3) Tentang status matapelajaran yang terbalik antara matapelajaran utama dan ekstrakurikuler, ini benar-benar sebuah revolusi. Selama ini  anak-anak sekolah "dipaksa" untuk mempelajari beberapa ilmu yang bukan kegemarannya. Jika sekolah menengah memfasilitasinya untuk mengembangkan dan mempelajari ilmu-ilmu yang disukainya, tentu hal ini sangat hebat.

Lagipula dunia zaman sekarang menuntut pekerjaan yang memiliki spesialisasi dan spesifikasi yang berbasis pada skill dan kompetensi individu. Hal ini menjelaskan mengapa anak-anak dari sekolah menengah kejuruan lebih mudah terserap di lapangan pekerjaan dibanding sekolah mengah atas/umum.

4) Ini akan menjadi sekolah paling menyenangkan yang pernah ada, dan semua matapelajaran akan diseriusi karena mereka melakukan apa yang mereka senangi.

5) Tentu saja sekolah semacam ini memiliki kelemahan yang patut diperhatikan juga, yakni penempatan beberapa matapelajaran mendasar seperti bahasa, sains dan matematika sebagai pilihan semata akan membuat para siswa tidak memiliki cakrawala yang menyeluruh mengenai segala sesuatu. Mereka akan terbentuk sebagai orang-orang yang sangat praktis tanpa mampu membangun konsep yang holistik (menyeluruh).

Well, dibalik kelebihan dan kekurangannya, hasil diskusi ini saya ancungi jempol karena telah menampilkan ide yang "out of the box" dan segar serta memberi insight baru. Saya bermimpi bahwa salah satu dari anak-anak ini kelak akan menjadi "person in charge" di dunia Pendidikan agar dapat berpartisipasi dalam mengubah wajah pendidikan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun