Namun semakin dimensi-dimensi yang berkaitan dengan manusia dipahami, maka semakin didapati bahwa definisi biologis apalagi definisi material fisikal sangat tidak memadai untuk menjelaskan manusia. Pandangan bahwa Manusia adalah subyek berdiri sendiri yang diidentifikasikan berbeda secara tajam dari hewan datang dari pandangan agama. Khususnya dalam agama-agama Abrahamistik, manusia dilihat sebagai makhluk luhur yang ditempatkan sebagai wakil Tuhan di dunia. Â Manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak dan akal budi memiliki derajad lebih tinggi dan mulia. Manusia memiliki tanggungjawab untuk memelihara alam non manusia.
Agama menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki derajad tertinggi dengan menunjuk keberadaan komponen yang sifatnya transenden daripada akal yang lebih bersifat kodrati. Komponen transenden itu disebut sebaai Roh. Para materialis yang memandang manusia tak ubahnya sebagai hewan yang berpikir, menyatakan bahwa pikiran atau jiwa manusia akan mati dan lenyap tepat ketika tubuh manusia itu juga lenyap, namun tidak demikian dengan agama.
Roh adalah kekuatan adikodrati yang menuntun manusia dari dalam untuk bersikap dan berperilaku sebagaimana digariskan oleh kekuatan adikodrati yang disebut Tuhan atau Dewata. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang sadar nilai. Menurut agama, menjalankan kehendak Tuhan atau Dewata adalah suatu usaha manusia untuk mengekspresikan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan atau Dewata.
Subyek Sejarah
Manusia adalah subyek sejarah dan hanya dia yang menggelindingkan roda sejarah. Manusia memberi pengertian pada sebuah peristiwa dan memaknai suatu kejadian. Sebuah planet yang tidak berisi kehidupan yang berkesadaran tidak memiliki sejarah. Mereka mungkin memiliki kronologi tetapi tidak memiliki arti historis apa pun.
Maka sejarah adalah bentangan riwayat peradaban manusia. Tanpa kehadiran manusia, maka sejarah itu kosong dan tak terdefinisikan. Konsekuensinya, sejarah berawal dari kemunculan manusia dan berakhir ketika spesies manusia itu sendiri punah.
Apa tujuan sejarah? Ini pertanyaan yang sangat dalam dan kompleks, yang jawabannya biasanya datang dari organisasi supramasyarakat: agama. Itulah sebabnya bukan kebetulan agama merupakan dasar metafisik bagi sebuah peradaban.
Umumnya agama menjawab bahwa peradaban mempersiapkan manusia untuk mengalami kehidupan selanjutnya di alam dimensi lain yang biasanya disebut sebagai surga. Manusia harus berperilaku sesuai dengan norma-norma yang digariskan oleh penguasa realitas yang disebut dewa atau Tuhan.
Tatanan dunia yang sementara ini hanyalah gambaran yang tidak sempurna dari surga itu sendiri. Hidup manusia adalah antisipasi dari realitas eskatologis bernama surga.
Referensi bacaan: