Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Definisi tentang apa itu Manusia: Suatu Ikhtiar yang Tidak Mudah

24 Februari 2023   14:29 Diperbarui: 25 Februari 2023   09:34 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun kemampuan mereka dalam dua hal itu tidak sekompleks homo sapiens yang memungkinkannya untuk membangun kota dan masyarakat. Hanya Homo Sapiens yang berhasil membangun hubungan sosial yang rumit yang dinamakan peradaban di kala seekor simpanse dan bahkan homo neaderthal gagal melakukannya.

Para pendiri psikologi seperti filsuf psikoanalisis Sigmund Freud (1856 -1939) melukiskan bahwa manusia adalah makhluk yang berjuang untuk melawan kecenderungan hewaninya, yang diberinama sebagai Id, namun selalu memiliki referensi adihewani yakni hati nurani yang disebutnya Superego. Jiwanya sendiri yakni Ego terkurung di tengah-tengah kedua kenyataan tersebut. Karakter manusia adalah dinamika antara kekuatan tiga hal tersebut.

Substansi yang berkesadaran

Para filsuf memandang manusia sebagai makhluk yang unik karena keberadaan kesadarannya (conscious). Umumnya para filsuf klasik memandang manusia sebagai makhluk yang eksistensinya terbentuk oleh adanya interaksi antara kenyataan material (tubuh) dan kenyataan formal (Jiwa).  

Plato (427 SM - 347 SM  ) menilai bahwa manusia adalah makhluk yang terdiri atas dua substansi: tubuh dan jiwa. Walaupun demikian, Pato lebih menekankan jiwa sebagai inti pribadi manusia itu sendiri, terutama karena kesadarannya. Tubuh hanyalah alat bantu bagi jiwa untuk mengenali alam selama ia berada di dunia. Plato percaya akan pre-eksistensi jiwa, yaitu keberadaan jiwa sebelum kelahirannya ke dunia. Bahwa sebelumnya jiwa berada di dunia ideal yakni alam ide, sebelum jatuh ke dalam dunia dan terpenjara ke dalam tubuh. Kembali ke dunia ide adalah perjuangan manusia selama hidupnya di dunia. Untuk itu ia harus mengalahkan kecenderungan nafsu badani.

Aristoteles (384 SM -322 SM) juga sependapat dengan Plato, bahwa manusia adalah subyek berkesadaran yang dibentuk oleh interkasi jiwa dan tubuh. Namun tidak seperti Plato, Aristotles memandang status tubuh dan jiwa adalah setara. Tubuh memberikan sensasi empirik lewat indera-indera sebagai sumber pengetahuan bagi jiwa. Aristotles memandang manusia sebagai hewan berkesadaran yang dapat berpikir (Aminal rationale) dan juga dapat bersosialisasi dengan sesamanya (zoon politikon). Tujuan manusia untuk hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan (eudaimonia) dengan cara menghidupi kebajikan.

 

 

patung-potret-aristoteles-63f84dd84addee3f52078472.jpg
patung-potret-aristoteles-63f84dd84addee3f52078472.jpg
 (Patung potret Aristoteles/ Wikipedia.org)

Sementara itu Boethius (480-524) memandang manusia sebagai   "rationalis naturae individua substantia" atau substansi individu yang bersifat rasional. Dengan demikian, Boethius menegaskan kembali pendapat para filsuf sebelumnya mengenai manusia bahwa pribadi manusia dikenal lewat kemampuan rasionalnya.

Makhluk Rohani

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun