Mohon tunggu...
Paris Ohoiwirin
Paris Ohoiwirin Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menyelesaikan pendidikan terakhir di sekolah tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara. Gemar membaca dan menulis tema-tema sastra, sejarah dan filosofis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Titanic: Lambang Kepercayaan Diri yang Tak Dibarengi Kehati-hatian

11 Februari 2023   22:25 Diperbarui: 11 Februari 2023   22:56 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekoci S.S Titanic (pixabay.com)

Tidak ada kapal di dalam sejarah yang sepopuler Titanic. Kapal ini, pada tahun 1912 merupakan objek bergerak terbesar yang pernah dibuat manusia. Dengan panjang 260 meter (sekira tiga kali lapangan sepakbola) dan dengan bobot benaman 52.310 ton, kapal itu mampu memuat sekitar 2.200 penumpang dan 800 kru kapal. Titanic bukan saja dibuat sebagai kapal terbesar saat itu, ia juga dibuat sebagai kapal tercepat. Dengan mesin berdaya 46.000 tenaga kuda, Titanic dapat melaju sampai 24 knot atau 44 km/jam.

Yang membuatnya bertambah hebat adalah peranti anti tenggelam yang disematkan padanya. Dengan perhitungan yang cermat, Thomas Andrews sang penciptanya menyatakan bahwa meskipun Titanic menabrak gunung es dan lima dari enam-belas ruangan kedap airnya kemasukan air, Titanic akan tetap terapung. Konon, Thomas Andrews bahkan dengan angkuhnya berseloroh, "bahkan Tuhan pun tidak akan mampu menenggelamkan kapal ini."

Namun bukan kehebatan itu yang membuat Titanic terkenal sepanjang sejarah. Yang membuatnya terkenal justru ironi yang dialaminya; dengan semua teknologi canggih tersebut, ia tidak dapat menghindar dari salah satu tragedi pelayaran terbesar dalam sejarah. 

Dalam pelayaran perdananya (maiden voyage) dari Southampton ke New York, ia dilepas dengan meriah dan surat-surat kabar menampilkan Titanic sebagai pencapaian luar biasa teknologi saat itu. Pada tgl 14 April, sekitar tiga hari sesudah lepas tali dari dermaga Southampton Inggris, Titanic menabrak gunung es di sisi lambung kanan. Robekan yang terjadi di sisi lambung kanan kapal tidak hanya membanjiri lima ruangan kedap air, tetapi telah membanjiri enam ruangan itu. Menurut perhitungan penciptanya sendiri, Titanic tidak dapat bertahan.

Segera setelah menyadari hal tersebut, Edward Smith sang kapten kapal menyatakan tanda bahaya dan memerintahkan evakuasi penumpang ke dalam sekoci. Hanya dalam dua jam setelah tabrakan, kapal mewah itu ditelan lautan Atlantik yang beku. Dari sekitar 2.200 penumpang yang menaiki kapal pesiar mewah itu, sekitar 1.500 orang mati. Hanya 700 penumpang yang selamat. Kebanyakan penumpang itu mati bukan karena tidak mengenakan pelampung, tetapi karena mati kedinginan (hipotermia). Penumpang yang tidak kebagian sekoci terapung-apung begitu saja selama berjam-jam di lautan dingin bersuhu minus dua derajad celcius.

Seluruh dunia gempar. Mengapa korban bisa berjatuhan sangat banyak pada kapal yang disebut sebagai "yang tak mungkin tenggelam" itu? Kombinasi dari kelalaian dan kesombongan kru kapal menyebabkannya. Sebelum kejadian, Titanic terlah menerima peringatan akan adanya bongkahan es yang dapat mengganggu pelayaran, namun semua peringatan itu tidak diindahkan.

Selain itu, ketersediaan sekoci yang minim diakibatkan oleh kepercayaan diri berlebihan pada kemampuan Titanic. Karena yakin bahwa Titanic tidak mungkin tenggelam, jumlah sekoci yang seharusnya dikurangi sehingga sekoci yang ada hanya mampu menampung satu dari lima penumpang kapal.

Bahkan ketika perintah evakuasi telah dikeluarkan oleh sang kapten kapal, banyak orang di atas kapal itu masih belum percaya bahwa Titanic akan tenggelam dan dengan enggan naik ke sekoci. Itulah sebabanya beberapa sekoci pertama yang dilepaskan hanya berisi setengah dari kapasitas yang mampu diangkut oleh sekoci kapal. Banyak juga yang pergi dalam keadaan masih banyak yang kosong. Keadaan mulai berubah panik ketika keadaan kapal mulai miring dan tanda-tanda tenggelamnya kapal semakin nyata. Ketika para penumpang itu mulai menyadari, semuanya telah terlambat.

Titanic menjadi lambang arogansi manusia dan kepercayaan diri yang berlebihan pada potensi diri sendiri tanpa mempertimbangkan faktor lainnya. Tragedi Titanic menjadi pembelajaran bahwa setiap orang bisa saja optimis dengan kemampuan diri sendiri, namun jangan lupa untuk mempersiapkan segala hal terburuk yang mungkin terjadi di luar perkiraan manusiawi.

Titanic hanyalah salah satu satu dari ribuan kisah kelam yang membutkitakan bahwa kepercayaan diri yang tinggi tanpa dibarengi dengan kehati-hatian dan kewaspadaan menghasilkan bencana yang tak terduga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun