Secara umum, UU Perubahan KSDAHE memperlihatkan adanya upaya memperkuat hukuman dalam undang-undang sebelumnya. Upaya itu dilakukan dengan memasukkan korporasi sebagai salah satu subyek pelaku kejahatan. Â Selain itu, hukuman dan denda terhadap pelaku juga diperkuat secara signifikan.Â
Dalam UU Perubahan KSDAHE, kejahatan terhadap tanaman dan satwa yang dilindungi diancam dengan hukuman dan denda yang besarnya mengacu kepada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yakni yang disahkan melalui Undang-undang nomor 1 Tahun 2023.Â
Menurut undang-undang tersebut, pelaku perseorangan kejahatan terhadap tanaman dan satwa dilindungi diancam dengan pidana penjara selama 2 hingga 11 tahun dan denda sebesar 50 juta rupiah hingga 5 miliar rupiah.
Sedangkan terhadap pelaku korporasi, ancaman pidana penjaranya adalah 4 sampai 20 tahun dan pidana denda sebesar 200 juta rupiah hingga 5 miliar rupiah.
Selain ancaman pidana penjara dan denda UU Perubahan KSDAHE juga mengatur tentang ancaman pidana tambahan bagi pelaku korporasi, seperti: pembayaran ganti rugi, biaya pemulihan ekosistem, biaya translokasi, rehabilitasi dan pelepasliaran satwa ke habitat asli, biaya perawatan tumbuhan dan/satwa yang tidak bisa dikembalikan ke habitat aslinya, dll. Â Pidana tambahan juga dapat berupa pembekuan ijin usaha, penutupan usaha hingga pembubaran korporasi.
UU Perubahan KSDAHE masih mengandung beberapa kelemahan.  Salah satunya adalah  lemahnya pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat yang tinggal di kawasan suaka alam dan sekitarnya sehingga membuka ruang kriminalisasi terhadap mereka.  Selain itu, masih terdapat celah bagi penyalahgunaan kawasan suaka alam untuk kegiatan investasi yang ekstraktif melalui definisi sumir tentang kawasan preservasi sebagai hutan lindung, hutan produksi dan area pemanfaatan lain maupun peruntukan hutan untuk jasa geothermal.
Terlepas dari kelemahan tersebut, UU Perubahan KSDAHE patut diapresiasi karena telah mengatur hukuman dan denda yang lebih tegas bagi pelaku kejahatan terhadap flora dan fauna yang dilindungi. Â Dimasukkannya korporasi sebagai subyek yang dapat dikenai pidana dalam undang-undang tersebut juga membuka ruang bagi upaya penindakan kasus perdagangan satwa sebagai kejahatan yang terorganisir. Tentu saja efektifitas undang-undang ini masih harus dibuktikan dengan penerapan di lapangan oleh para aparat penegak hukum. Â Semoga ini menjadi pertanda baik bahwa masih ada keadilan dan masa depan bagi orangutan.Â
Referensi:
- Penyelundupan orangutan ke ThailandÂ
- Status orangutan dalam daftar merah IUCNÂ
- Threats to orangutanÂ
- Orangutan Sumatera, Satwa Pengelola HutanÂ
- Illegal wildlife trades and thousands of innocent victimsÂ
- Orangutan trade, confiscation and lack of prosecutions in IndonesiaÂ
- UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan EkosistemnyaÂ
- Your gift will help save orangutan Â
- UU Nomor 32 tahun 2024Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI