Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Lagu Sendu di Paruh Gincu yang Membiru dalam Sangkar Pasar Gelap

17 September 2025   11:20 Diperbarui: 17 September 2025   11:20 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekek Geling (Cissa Thalassina).  Foto:  fb Nature's Rich Pallete/rhysrushby

Riset Birdlife International pada tahun 2019 memperkirakan ada sekitar 66 – 84 juta burung yang dipelihara dalam sangkar tangkapan oleh sekitar 36 juta rumah tangga di Pulau Jawa.

Dewasa ini, praktek memelihara burung telah bergeser dari sekedar hobi menjadi bernilai komersial dengan maraknya kejuaraan burung kicauan.  Apalagi kejuaraan tersebut sering disertai dengan hadiah yang fantastis nilainya, baik berupa uang maupun barang seperti motor, mobil dan bahkan rumah. 

Keberadaan pehobi kicau burung yang mengorganisir diri dan kejuaraan yang digelar secara berkala menciptakan ekosistem ekonomi tersendiri.  Presiden Jokowi menyebutkan bahwa nilai perputaran ekonomi dari bisnis burung mencapai 1,7 triliun rupiah per tahun. Tak jarang pejabat dan politisi menjadi sponsor kejuaraan burung kicau.  Salah satu contohnya adalah Khofifah Cup tahun 2019 yang memperebutkan hadiah senilai 600 juta rupiah dan diikuti oleh 2500 peserta. 

Status Dilindungi saja Tidak Cukup

Pada tahun 2015, International Union for Conservation Nature (IUCN) memasukkan Ekek Geling ke dalam Daftar Merah dengan status kritis atau Critical Endangered (CR).  Hal ini didasarkan pada asesmen lapangan yang menunjukkan bahwa populasinya tersisa tak lebih dari 250 ekor.  

Menyusul, pemerintah Indonesia memberikan status dilindungi kepada burung ini melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya telah mengatur sanksi pidana terhadap tindakan yang membahayakan keberlangsungan flora dan fauna yang dilindungi. Pasal 21 ayat (2) undang-undang tersebut melarang tindakan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperjualbelikan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.  Sedangkan pasal 40 ayat (2) menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) terhadap pelanggaran ketentuan tersebut.

Meski telah diatur oleh pemerintah, perdagangan liar terhadap satwa yang dilindungi masih terus terjadi.  Selain berlangsung di pasar gelap, perdagangan satwa juga dilakukan melalui loka pasar (market place) dan media sosial yang populer di Indonesia

Bagi pelaku, teknologi internet menjadi jalur alternatif yang lebih menguntungkan ketimbang jual beli secara konvensional. Cara ini dinilai mengurangi resiko tertangkap tangan dan sita bukti yang bisa terjadi dalam jual beli konvensional. Loka pasar juga membuka ruang anonimitas di mana pelaku dapat menyamarkan identitas sebenarnya.  Selain itu, market place juga memungkinkan jangkauan pasar yang lebih luas dan harga yang lebih tinggi.

Beberapa organisasi internasional telah menggalang kesepakatan dengan berbagai perusahaan digital untuk mengeliminir perdagangan satwa langka secara online.   Kesepakatan itu dituangkan dalam Konvensi Internasional untuk Mengakhiri Perdagangan Margasatwa .  Komitmen mereka diwujudkan dengan membuat mekanisme untuk mem-filter aktivitas perdagangan margasatwa pada platform digital seperti Meta, Youtube, Tiktok, dll.  Namun demikian, pelaku masih bisa mensiasati pembatasan tersebut dengan berbagai modus yang masih terus terjadi hingga saat ini.

Koalisi untuk Mengakhiri Perdagangan Margasatwa Liar Secara Daring.  Sumber: www.endwildlifetrafickingonline.org
Koalisi untuk Mengakhiri Perdagangan Margasatwa Liar Secara Daring.  Sumber: www.endwildlifetrafickingonline.org

Penangkaran burung menjadi salah satu jembatan antara kebutuhan pelestarian dan permintaan pasar yang tinggi.  Namun, masyarakat masih lebih menyukai burung yang ditangkap langsung dari alam liar.  Ada anggapan bahwa burung yang ditangkap di alam liar memiliki bulu yang lebih indah, fisiknya lebih kuat dan kicauannya lebih gacor. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun