Mohon tunggu...
Moh. Haris Lesmana (Alesmana)
Moh. Haris Lesmana (Alesmana) Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni Konsentrasi Hukum Tata Negara FHUB

Sarana menyalurkan pemikiran, hobby, dan mengisi kegabutan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenal Hukum Responsif dalam Perspektif Nonet-Selznick

31 Mei 2023   13:03 Diperbarui: 1 Juni 2023   17:48 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks legalisme liberal yang mengendalikan hukum sebagai institusi mandiri dengan sistem peraturan dan prosedur yang obyektif, tidak memihak, dan benar-benar otonom sebagaimana rezim rule of law dengan karakternya diyakini bahwa hukum dapat mengendalikan represi dan menjaga integritasnya sendiri. Pada masa itulah muncul model atau teori hukum responsif yang digagas oleh Nonet-Selznick.

Dalam perspektif kepentingan internal sistem hukum itu sendiri, konteks integritas memang dapat dipahami. Tapi hukum bukanlah tujuan pada dirinya sendiri, melainkan sebagai alat bagi  manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Jika ditelaah lebih lanjut, isolasi sistem hukum dari berbagai institusi sosial di sekitarnya justru akan berdampak buruk dari sisi kebutuhan manusia itu sendiri. Sebab, Hukum akan menjadi institusi yang melayani dirinya sendiri, bukan lagi melayani manusia. Hukum tidak lagi bisa diandalkan sebagai alat perubahan dan sebagai alat untuk mencapai keadilan substantif. Akibatnya jelas, legitimasi sosial dari hukum akan melorot tajam dan menjadi penanda bahata tebtabg terkikisnya otoritas tersebut dan macetnya keadilan substantif yang menjadi fokus kritik terhadap hukum. 

Oleh karenanya, Nonet-Selznick mengajukan model hukum responsif. Perubahan sosial dan keadilan sosial membutuhkan tatanan hukum yang responsif. Kebutuhan ini, sesungguhnya telah menjadi tema terutama dari semua ahli yang sepaham dengan semangat fungsional, pragmatis, dan semangat purposif. Hukum responsif, menempatkan hukum sebagai sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi publik. Sesuai dengan sifatnya yang terbuka, maka tipe hukum ini mengedepankan akomodasi untuk menerima perubahan-perubahan sosial demi tercapainya keadilan dan emansipasi publik. Hukum responsif digagas sebagai bagian program dari sociological jurisprudence dan realist jurisprudence yang dimana dua aliran tersebut, pada intinya menyerukan jajian hukum yang lebih empirik melampaui batas-batas formalisme, perluasan pengetahuan hukum, dan peran kebijakan dalam putusan hukum.

Hukum responsif didefinisikan sebagai teori tentang profil hukum yang dibutuhkan dalam masa transisi. Karena harus peka terhadap situasi di sekitarnya, maka hukum responsif tidak saja dituntut menjadi sistem yang terbuka, tetapi jug aharus mengendalikan keutamaan tujuan (the souvereignity of purpose), yaitu tujuan sosial yang ingin dicapainya serta akibat-akibat dari pelaksanaan suatu hukum.

Dalam teori ini, Nonet dan Selznick secara langsung mengkritik model analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek jurisprudence yang hanya berkutat di dalam sistem aturan hukum positif, model yang mereka sebut dengan tipe hukum otonom. Hukum responsif sebaliknya lebih luas dengan pemahaman mengenai hukum melampaui peraturan atau teks-teks dokumen dan looking towards pada hasil akhir, akibat dan manfaat dari hukum itu. Itulah sebabnya, hukum responsif mengandalkan dua "doktrin" utama. Pertama, hukum itu harus gungsional, pragmatik, bertujuan, dan rasional. Kedua, kompetensi menjadi patokan evaluasi terhadap semua pelaksanaan hukum.

Sebagai norma kritik, maka tatanan hukum responsif menekankan: (1). Keadilan substantif sebagai darar legitimasi hukum, (2) Peraturan merupakan sub-ordinasi dari prinsip dan kebijakan, (3) Pertimbangan hukum harus berorientasi pada tujuan dan akibat bagi kemaslahatan masyarakat, (4) Penggunaan diskresi sangat dianjurkan dalam pengambilan keputusan hukum dengan tetap berorientasi pada tujuan, (5) Menumpuk sistem kewajiban sebagai ganti sistem paksaan, (6) Moralitas kerjasama sebagai prinsip moral dalam menjalankan hukum, (7) Kekuasaan didayagunakan untuk mendukung vitalitas hukum dalam melayani masyarakat, (8) Penolakan terhadap hukum harus dilihat sebagai gugatan terhadap legitimasi hukum, (9) Akses partisipasi publik dibuka lebar dalam rangka integrasi advokasi hukum dan sosial.

Oleh karenanya, sekilas bahwa hukum responsif dapat disimpulkan sebagai sebuah tatanan atau sistem inklusif, dalam artian mengaitkan diri dengan sub-sistem sosial non-hukum, tak terkecuali dengan kekuasaan. Hukum, dalam tatanan hukum responsif memandang dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan dunia sosial yang mengitarinya. Tidak hanya itu, agar benar-benar fungsional dan bermanfaat dalam melayani masyarakat, maka tatanan hukum responsif berkehendak merangkul semua kekuatan sosial yang dapat menopang vitalisasinya dalam merespons aspirasi dan kebuthan sosial yang hendak dilayani. 

Lebih lanjut, dalam tatanan hukum responsif hukum merupakan institusi sosial. Oleh karena itu, hukum dilihat lebih dari sekedar suatu sistem peraturan belaka, melainkan juga bagaimana hukum menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam dan untuk masyarakatnya. Melihat hukum dengan lebih luas, yaitu melibatkan berbagai proses dan kekuatan dalam masyarakat sebagaimana ungkapan Edwin. M. Schur, "sekalipun hukum itu nampak sebagai perangkat norma-norma hukum, tetapi hukum merupakan hasil dari suatu proses sosial, sebab hukum dibuat dan dirubah oleh usaha manusia dan hukum itu senantiasa berada di dalam keadaan yang berubah pula". Nonet-Selznick juga menyatakan agar hukum menjadi lebih relevan dan hidup haruslah ada reintegrasi antara teori hukum, teori politik, dan teori sosial sebagaimana Teori Pound mengenai keseimbangan kepentingan-kepentingan sosial, merupakan sebuah usaha yang lebih eksplisit untuk menunjang pengembangan sebuah model hukum responsif.

Sumber: Buku Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi (Dr. Bernard L. Tanya, SH., M.H. dkk)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun