Mohon tunggu...
Ari Pangarso
Ari Pangarso Mohon Tunggu... Freelancer - Wirausaha

"Menulislah jika ingin menciptakan sejarah mu sendiri"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dilema Kesetaraan

22 Februari 2018   09:58 Diperbarui: 22 Februari 2018   10:15 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mungkin dalam medio milenial ini hal dan unsur kesetaraan menjadi hal bahasan pokok dalam kehidupan sosial masyarakat. Apapun hal nya kesetaraan;dalam hal ijazah studi dengan pekerjaan,sampai dengan hal yang paling sensitif sekalipun yaitu pernikahan harus mempunyai unsur kesetaraan dari kedua belah pihak pria wanita. Ya meskipun ada beberapa yang tidak mencatumkan hal ini dalam kamus jodoh menjodohkan atau nikah menikahkan. Hal inilah yang membuat saya menjadi semakin "jijik" terhadap apa yang dinamakan kesetaraan.

Manusia sekarang sibuk dengan urusan HARUS SETARA dalam setiap lini kehidupan (meskipun harus dipaksakan). Hal ini pun menjadi momok kuat nan mengikat logika berpikir dan bertindak tiap tiap manusia modern masakini yang meyakini "Setara" adalah hal yang logis bisa membawa hidupnya bahagia di dalam kehidupan sehari hari dan rumah tangga sekalipun. Saya bisa dibilang orang yang anti terhadapa kesetaraan, saya berpijak dalam prinsip bahwa SETARA bukanlah hal utama dalam mencari damai dan bahagianya hidup.

Struktur rumah sekalipun membutuhkan Ke-tidaksetaraan guna membuat rumah bisa berdiri kokoh tegak nan indah. Semua mendapat peran nya masing masing. Atap jadi atap,lantai jadi lantai, tembok jadi tembok. Tak bisa di bayangkan jika semua berperan sbg atap? Begitupun dengan kehidupan, yang Maha kuasa sudah menakdirkan peran masing masing untuk semua manusia. Dengan contoh sesimpel ini saya berpendapat bahwa tidak setara adalah keindahan yang sekarang ini dinilai tidak bisa membawa kemuliaan hidup. KESETARAAN berbanding lurus dengan GINCU SOSIAL.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun