Mohon tunggu...
Jall Pomone
Jall Pomone Mohon Tunggu... Menulis -

Bahagia Ketika Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengungsian Rohingya Mirip dengan Kisah Warga Desa Gamhoku Tobelo?

14 September 2017   05:10 Diperbarui: 14 September 2017   09:43 1808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalanan yang harus ditempuh mencapai ratusan kilometer, dan ada yang harus bisa sampai ke Galela sampai satu minggu, dikarenakan sulitnya medan dan lebatnya hutan yang harus dilewati membuat mereka lambat. Sementara itu suara dentuman senjata yang berasal dari senjata rakitan maupun senjata organik sisa milik serdadu Amerika yang pernah mendiami Pulau Morotai sebagai Base Camp pada perang dunia kedua, tidak berhenti berbunyi jika siang hari, bahkan malam hari juga terdengar. itu juga yang membuat mereka harus berjalan melewati hutan lebat, alasannya peluru tidak punya mata.

Untuk urusan makanan mereka sebisa mungkin mengambil berbagai macam tumbuhan atau daun-daunan yang bisa dimakan oleh mereka, bahkan tidak jarang mereka mencoba untuk mencuri hasil kebun yang mereka jumpai selama perjalanan secara tidak sengaja. Setelah melihat pemilik kebun tidak ada atau sudah pergi.

Cerita-cerita mereka tentang perjalanan mereka selama berada di dalam hutan, bukan hanya kesulitan selama perjalanan, namun juga beberapa keluarga terpaksa melarikan diri tanpa sempat membawa anggota kelaurga mereka yang lainnya, terutama anak-anak mereka yang kebetulan tepat kejadian datangnya serangan tersebut, anak mereka sedang bermain jauh dari jangkauan mereka. Hingga akhirnya mereka melarikan diri sebisa mungkin. Bahkan ada yang justru melarikan diri membawa anak orang lain yang orang tuanya tidak sempat lari mengungsi, atau sudah mati terbunuh.

Sebenarnya bukan hanya warga Islam dari Desa Gamhoku. Sebuah Desa bernama Desa Duma dan beberapa Desa Kristen lainnya yang berada di Wilayah Kecamatan Galela juga terpaksa harus mengungsi menyelamatkan diri bergabung dengan desa lainnya. Namun yang paling sangat mengenaskan kejadian sebuah kapal penumpang dari kayu yang mengangkut sebagian besar warga Desa Duma dan bermaksud berlayar ke Bitung Sulawesi Utara, terpaksa harus karam ketika melewati lautan di daerah Batang Dua yang terkenal dengan ombaknya yang cukup besar, hingga mengakibatkan seluruh penumpang yang berjumlah ratusan orang terpaksa ikut hilang dan dianggap meninggal dunia.

Kembali ke pengungsi Rohingya, ketika saya memasuki dunia maya, tidak sedikit video dan foto yang diunggah ke sosial media terkait dengan pengungsian yang dilakukan oleh warga Rohingya dari ancaman pasukan keamanan Myanmar, dimana ada anak-anak yang melarikan diri tanpa orangtua, atau ada orang tua yang sudah berumur sangat tua terpaksa harus berjalan menempuh puluhan kilometer di dalam hutan untuk menyelamatkan diri. 

Dengan canggihnya dunia maya saat ini, sedikit membuat rasa penasaran saya dengan kisah yang diceritakan oleh warga Desa Gamhoku bagaimana mereka berjuang untuk bisa sampai ke Kecamatan Galela, sedikit terobati dengan gambar-gambar tersebut, dan saya meyakini jika kisah dan gambar yang tersebar dari penderitaan suku Rohingya sama dengan penderitaan yang pernah dialami oleh warga Desa Gamhoku. 

Saat ini Maluku Utara sudah dalam kondisi aman dan tertib, dikarenakan warganya juga merasa sadar pada akhirnya jika mereka sudah melakukan sebuah kesalahan besar, karena begitu mudahnya terprovokasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hingga pertalian ikatan kekeluargaan diantara mereka terputus, bahkan ada yang harus saling bunuh.

Semoga Rohingya bisa kembali ke daerah asal mereka tanpa merasa ketakutan dan khawatir akan tindakan dari pasukan keamanan Myanmar yang dianggap sudah keterlaluan, dikarenakan provokasi yang dilakukan oleh seorang Bikhsu yang disebut oleh Majalah Time, Budha Teroris, yang merasa jika Umat Islam Rohingya adalah penghalang bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun