Mohon tunggu...
Paltiwest
Paltiwest Mohon Tunggu... Freelancer - Influencer

Menyebarkan opini dan berita demi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beras Mahal Dan Dibatasi, Politisasi Bansos Meninggalkan Derita Untuk Rakyat

23 Februari 2024   16:50 Diperbarui: 23 Februari 2024   16:50 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah warga mengantre pendaftaran serah terima bantuan pangan di Bitung, Sulawesi Utara, Jumat (23/2/2024). Dok. ANTARA FOTO/Adwit Pramono.

Naiknya harga kebutuhan pokok jelang bulan ramadhan adalah hal yang lumrah terjadi. Umumnya yang mengalami kenaikan seperti harga cabai, bawang, daging, dll. Namun yang terjadi saat ini yang harganya naik dan mulai dibatasi pembeliannya adalah beras.

Tidak jarang kita melihat antrian panjang untuk membeli beras murah di beberapa daerah. Hal yang baru terjadi tahun ini dan menjadi terasa berat karena menjelang bulan puasa. Semuanya diyakini karena adanya penyaluran Bantuan Sosial (Bansos) beras jelang pencoblosan.

Penyaluran bansos beras yang terpusat di beberapa daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur demi meraup suara, ternyata juga tidak berpengaruh terhadap ketersediaan beras disana. Antrian beras murah terjadi di daerah Ngawi dan Pekalongan. Kondisi yang sangat memprihatinkan dan terjadi di era Jokowi yang menjanjikan swasembada pangan. 

Kondisi ini terjadi bukan karena kondisi cuaca buruk, melainkan karena politisasi bansos yang ugal-ugalan. Akademisi dan peneliti pun mendesak adanya reformasi dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah. Hal tersebut agar tidak terjadi lagi politisasi bansos dan pembagiannya tepat sasaran.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Valina Singka Subekti menyoroti penyaluran bantuan sosial (bansos) secara masif menjelang Pemilu 2024. Dia menilai perlunya mengatur Undang-Undang (UU) Kepresidenan secara rinci agar politisasi bansos tidak terjadi lagi. 

"Ini yang perlu kita atur kedepannya. Soal-soal seperti ini supaya tidak terjadi lagi politisasi bansos. Saya kira kita perlu mengatur UU Kepresidenan secara rinci. UU Pemilu kita sekarang ini kan nggak rinci. Presiden, kepala negara harus berdiri di atas golongan kelompok masyarakat," ujar Valina dalam orasi akademisnya pada seminar Kebijakan Publik Dies Natalis FISIP UI ke-56 di Kampus UI Depok, Jawa Barat, Kamis (22/02/2024).

"Bayangkan saja-bukan merendahkan- tapi beras itu sekarang harganya Rp 20.000 per kg. Kemudian dikasih beras satu karung dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang jumlahnya dirapel dan dimajukan sehingga nilai BLT menjadi Rp 600.000, tentu ini merupakan jumlah yang banyak bagi masyarakat di desa," lanjutnya.

Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah turut menyoroti politisasi bansos tersebut. Menurutnya, hal tersebut merupakan salah satu bentuk penyelewengan kekuasaan pada Pilpres 2024 dan tidak boleh didiamkan. APBN digunakan untuk bansos meningkat sangat dramatis pada tahun 2023 dan 2024. 

Diketahui, pemerintah menggelontorkan dana bansos sejak tahun 2023 hingga penyelenggaraan Pemilu 2024 sebesar Rp 560,36 triliun. Bansos itu dalam berbagai program seperti bantuan beras, Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan langsung tunai (BLT).

Politisasi bansos tidak boleh terulang lagi. Hak rakyat mendapatkan akses pangan murah dan terjangkau harus dijamin oleh pemerintah. Beras mahal dan dibatasi adalah bentuk kekacauan tata kelola pemerintah hanya karena ambisi dinasti Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun