Memberi ruang terhadap anak bermain dengan anak-anak seusia di lingkungan tempat tinggal, pun cara membiasakan sikap ramah. Mereka pasti saling berbicara. Komunikasi niscaya terbangun sesuai dengan tingkat kebahasaan mereka.
Tambahan, dalam keadaan seperti ini orang-orang dewasa yang dekat dengan dan/atau melewati mereka, sering menyapa. Ini teladan ramah yang dapat dilihat langsung dan dialami oleh anak. Karenanya, bukan mustahil mereka membalas menyapa.
Cara-cara ini yang secara tak langsung sebagai jembatan bagi anak menjadi pribadi yang ramah. Karenanya, semakin banyak memberi ruang bermain bagi anak seusia di lingkungan sekitar menjadi hal yang penting. Juga melepaskan mereka sejenak dari cengkeraman gawai, yang tak mengedukasi sikap ramah.
Ini tak berarti menolak keberadaan gawai. Tapi, membagi waktu secara arif untuk anak tetap dapat membangun relasi dengan orang lain secara langsung, baik dengan anak seusianya maupun dengan orang yang lebih dewasa, perlu diciptakan.
Termasuk, sekolah ramah anak yang sudah berlangsung di semua sekolah harus semakin dikuatkan. Anak, yang notabene murid, tak sekadar diajak untuk memenuhi 5S, yaitu senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Tapi, dibersamai oleh guru untuk terus berproses dalam penghayatan. Sehingga, 5S sungguh menjiwai seluruh kehidupan murid di sekolah.
Dengan demikian, pembiasaan ramah yang sudah dibangun di keluarga dan lingkungan tempat tinggal terlengkapi dengan pembiasaan ramah yang dilakukan di lingkungan sekolah, melalui spirit sekolah ramah anak.
Akhirnya, dari proses ini diharapkan akan lahir generasi yang komunikatif. Yang, di bagian lain dalam catatan ini sudah disebut, sebagai salah satu kemampuan yang (sangat) dibutuhkan dalam kehidupan pada Abad Ke-21.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI