Semua guru yang memiliki jam terbang banyak pasti dapat menandai perbedaan murid. Murid pada masa kini rerata lebih pasif ketimbang murid pada masa lalu.
Pasifnya sangat tampak. Kurang bergairah terlibat dalam pembelajaran. Misalnya, saat ditawari untuk maju menuliskan pekerjaan mereka di papan tulis atau mempresentasikannya agar didengar oleh teman-temannya, tak mudah dilakukan oleh murid.
Ada satu dua murid akhirnya mau maju atau mempresentasikannya harus dimotivasi berulang-ulang. Itu pun dari waktu ke waktu, hanya murid-murid tertentu. Artinya, murid yang mau terlibat aktif belajar, tak banyak.
Pada suatu saat saya menginginkan mereka menuliskan alasan mengapa tak mau maju menuliskan pekerjaannya di papan tulis atau mempresentasikan pekerjaannya di hadapan teman-temannya. Menuliskannya di kertas kecil tanpa disertakan nama dan identitas lainnya.
Alasannya ada yang malu, takut, tak percaya diri, belum jelas, tak mengerti, dan belum menyelesaikan atau belum mengerjakan pekerjaan yang dimaksud. Tiga alasan yang pertama paling banyak, yaitu malu, takut, dan tak percaya diri.
Padahal, sebelum maju, misalnya, saya selalu meminta mereka untuk menuliskan nomor absen. Ini untuk menandai bahwa pekerjaan tersebut dihargai. Saya memberi nilai. Dan, murid-murid sudah memahaminya.
Tapi, toh begitu belum sebegitu merangsang mereka untuk mau maju menuliskan pekerjaannya di papan tulis atau mau membaca pekerjaannya agar teman-temannya menyimak.
Pekerjaan temannya yang dituliskan di papan tulis karena mau maju, akhirnya saya jadikan sarana untuk memotivasi murid lain agar mau maju. Sekalipun pekerjaan murid ini belum sempurna, artinya masih dijumpai ada kesalahan, yang namanya apresiasi selalu ada dan saya memberikannya.
Bahkan, saya sering menyatakan bahwa pekerjaan ini menjadi berkat bagi murid yang lain, sekalipun masih dijumpai ada kesalahan. Sebab, akhirnya murid lain mengetahui yang bagaimana salah dan bagaimana betulnya.