Apa pun sikap orangtua terhadap anak berdasarkan deskripsi dan/angka dalam rapor anak, sah-sah saja. Sebab, tiap-tiap orangtua memiliki latar belakang yang berbeda. Baik sosial ekonomi, pendidikan, maupun pengalaman, bahkan sudut pandang.
Hanya, bukan berarti orang lain, termasuk guru, tak boleh memberi masukan atau saran, demi masa depan anak. Sebab, proses pembelajaran yang dibangun bukan untuk orangtua, tapi untuk anak.
Maka, yang menjadi pusat perhatian adalah anak. Artinya, mereka yang harus dipikirkan. Bagaimana ke depannya dalam melanjutkan proses pembelajaran. Mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan nyaman atau tertekan.
Awal Januari 2024, mereka sudah harus memasuki proses pembelajaran semester genap. Â Sudah semestinya secara mental mereka dipersiapkan secara baik. Agar, mereka dapat memasuki proses pembelajaran dengan rasa aman dan nyaman.
Mereka yang tak mengalami kendala dalam proses pembelajaran dapat semakin bertumbuh dan berkembang. Sementara itu, mereka yang mengalami kendala (selama ini),  (harapannya) pada semester genap  dapat belajar dalam suasana yang aman, nyaman, dan senang.
Nah, mereka yang disebut di bagian terakhir itu dapat dibantu dengan cara, pertama, orangtua tak (boleh) menuntut anak. Realitas menunjukkan bahwa, hingga kini, masih banyak orangtua ketika membaca deskripsi dan/angka dalam rapor anak berada dalam kategori di bawah rata-rata, mereka (langsung) menuntut anak belajar lebih giat pada semester berikutnya.
Bahkan, ada juga orangtua yang selain menuntut, juga memberi sanksi. Jika tuntutannya tak tercapai, orangtua memberikan sanksi kepada anak. Cara ini jelas merusak mental anak.
Malah termasuk perundungan terhadap anak. Orangtua yang bersikap seperti itu disebut sudah merundung anak (sendiri). Sekalipun anak sendiri, mereka tetap harus  diperlakukan secara baik, terhormat,  dan edukatif.
Orangtua juga kurang mengedukasi secara benar jika memberi janji-janji kepada anak agar anak dapat mencapai tuntutan orangtua. Sebab, bukan mustahil mereka justru terganggu oleh janji-janji yang diberikan oleh orangtuanya. Akibatnya, mereka tak maksimal mengikuti proses pembelajaran.
Bertambah menekan anak jika dalam rangka mendorong anak giat belajar, mereka dibandingkan dengan anak yang lain. Ini sikap yang (sangat) jahat orangtua terhadap anak.
Anak tak dapat dibanding-bandingkan. Sekalipun, misalnya, hanya dibandingkan dengan adiknya atau kakaknya, atau saudaranya.