Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Melayat Bersama, Pendidikan Berharga bagi Siswa

13 Januari 2023   14:57 Diperbarui: 14 Januari 2023   15:59 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melayat (Sumber: Pexels/Pavel Danilyuk)

Entah, kapan, saya lupa beberapa siswa di sekolah kami pernah melakukan kegiatan melayat di rumah salah seorang temannya. Sebab, ayah atau ibu salah seorang teman mereka itu meninggal. Mereka menaiki angkot yang disewa karena lokasinya agak jauh dari lokasi sekolah.

Mereka yang turut adalah mereka ada dalam satu kelas. Begitu biasanya yang dilakukan. Jika ada orang tua dari salah seorang siswa dalam kelas itu, siswa lain dalam kelas itu mengadakan kunjungan melayat.

Jika kebetulan lokasi rumah duka dekat dengan lokasi sekolah, semua siswa dalam kelas tersebut turut melayat. Mereka berjalan bersama karena jarak terjangkau. Lazimnya didampingi oleh guru wali kelas. Atau, ada juga beberapa guru yang bergabung turut melayat.

Akan tetapi, jika lokasi rumah duka jauh dari lokasi sekolah, biasanya hanya diwakili oleh beberapa siswa. Juga didampingi oleh guru wali kelas dan beberapa guru lain. Keberadaan lokasi yang demikian, tentu ditempuh dengan menaiki kendaraan. Menaiki angkutan umum yang disewa seperti sudah disebut di atas.

Dalam kenyataan sehari-hari anak-anak jarang melakukan kegiatan melayat di tempat domisili mereka. Sebab, umumnya yang melakukan aktivitas melayat di masyarakat adalah orang tua mereka. Sekalipun bersama orang tua, rasanya kok tidak ada anak yang mengikuti.

Kalau pun mungkin ada anak yang ingin mengikuti orang tua melayat, banyak yang tidak kesampaian. Karena, orang tua tidak mengizinkan. Sekalipun rumah mereka dekat dengan lokasi rumah duka. Anak-anak biasanya diminta untuk berada di rumah saja.

Bahkan, ekstremnya, anak-anak disuruh di dalam rumah saja. Tidak boleh keluar rumah. Saya sewaktu kecil mengalaminya. Setiap ada tetangga yang meninggal, diminta untuk di dalam rumah saja. Itu sebabnya pada masa-masa itu, anak-anak merasa takut jika ada orang yang meninggal.

Sikap atau rasa takut itu terlihat saat ada iring-iringan orang mengantar jenazah ke makam yang melewati jalan tertentu, yang kebetulan anak-anak bermain di dekat tempat tersebut, bisa dipastikan mereka berlarian memasuki rumah untuk bersembunyi.

Ilustrasi sedang melayat bersama di rumah teman. Dokumentasi pribadi
Ilustrasi sedang melayat bersama di rumah teman. Dokumentasi pribadi

Setelah jenazah melewati tempat itu, tidak serta merta anak-anak keluar dari persembunyian. Tidak. Bukan mustahil mereka malah menyudahi bermain. Mereka pulang. Itu pun tidak melewati jalan yang dilewati iring-iringan pelayat mengantar jenazah ke pemakaman. Mereka mencari jalan lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun