Salah satunya dalam bentuk hoaks yang dapat bertebaran di mana dan kapan pun. Hoaks atau berita bohong dapat menjadi sumber petaka yang menyengsarakan banyak pihak.
Kita ingat, hoaks yang melibatkan Ratna Sarumpaet, 2018 lalu, membuat kelompok yang berbeda semakin terbentang jarak. Satu kelompok mengklaim sebagai pihak yang benar dan kelompok yang lain diklaim sebagai pihak yang salah.
Kelompok yang disalahkan, tidak menerima. Akhirnya keduanya saling mengolok dan mengucapkan ujaran kebencian. Sekalipun kelompok elite (politik) yang melakukan ujaran kebencian, masyarakat bawah merasakan dampaknya. Akhirnya ada polarisasi dalam masyarakat.
Hingga kini hoaks masih sering terjadi. Hoaks teranyar yang menambah keprihatinan dampak gempa Cianjur adalah adanya pesan suara tentang akan terjadi gempa besar di Waduk Cirata, Cianjur, yang mengatasnamakan BMKG (sumber 1). Terhadap hoaks tersebut, BMKG cepat mengklarifikasi.
Belum lagi pertahanan dan keamanan yang akhir-akhir ini masih terganggu. Misalnya, dengan adanya kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua yang melakukan penyerangan secara sporadis, baik terhadap masyarakat sipil, tempat-tempat ibadah, maupun proyek-proyek pemerintah.
Dampak perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini dirasakan masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, di banyak media sudah diberitakan adanya resesi di beberapa negara. Yang, Indonesia pun pada 2023 sudah disinyalkan turut terdampak.
Selain itu, kasus Covid-19 pun belum sepenuhnya reda. Berdasarkan data di laman covid19.go.id, per 28 November 2022, ada enam juta orang lebih positif Covid-19. Tambahan lagi, suhu politik menjelang pemilu 2024 sudah mulai terasa.
Semua persoalan di atas, diakui atau tidak, sangat meresahkan masyarakat. Karena, aktivitas mereka terganggu. Akibatnya, produktivitas tidak maksimal. Dan, kondisi tersebut memengaruhi kestabilan bangsa dan negara.
Bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan nasional (ipoleksosbudhankamnas) menjadi terganggu. Kalau keadaan itu tidak ditangani secara komprehensif, sistematis, dan masif, ibu pertiwi semakin berduka.
Dalam keadaan demikian, peran serta Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) dibutuhkan. Korpri, yang anggotanya terdiri atas Aparatur Sipil Negara (ASN), pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan anak perusahaan (Wikipedia), tidak sedikit jumlahnya.
Berdasarkan laporan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), jumlah ASN per 30 Juni 2019, yaitu 4.287.526 orang (Liputan6.com). Sementara itu, jumlah BUMN per 2017, yaitu 115 perusahaan (http://bumn.go.id); sayang, tidak diketahui jumlah pegawainya.