Selain kami, mungkin ada banyak orang yang memiliki rumah di area tusuk sate. Apalagi sekarang sudah mulai sulit mencari area untuk perumahan. Buktinya, banyak lahan produktif, sawah atau kebun, yang diuruk lalu dipergunakan untuk permukiman.
Sangat mungkin orang tidak lagi memikirkan lokasi tertentu tusuk sate atau bukan. Yang terpenting mereka segera mendapat tanah untuk membangun rumah. Segera dapat menghuninya. Dan, di situ mereka membangun keluarga.
Boleh jadi kini semakin banyak orang yang mendirikan rumah di lahan-lahan yang dulu jarang dijamah orang. Sebab, lahan-lahan di perkampungan sudah padat. Satu-satunya pilihan adalah membuka lahan baru untuk permukiman.
Bahkan, di beberapa daerah ada warga yang membangun hunian di lahan pemakaman. Biasanya pemakaman peninggalan zaman kolonial.Â
Pembangunan hunian di sana tidak serentak, tapi sedikit demi sedikit. Cara seperti ini hanya strategi agar tidak mengundang perhatian massa. Lambat laun lahan pemakaman berubah menjadi perkampungan.
Kenyataan itu menunjukkan bahwa orang tidak lagi merasa khawatir menempati lahan-lahan yang horor. Tempat yang jelas-jelas untuk mengubur orang mati tidak lagi menakutkan.
Kuburan yang identik dengan tempat "makhluk dunia lain" tidak membuat mereka giris. Bukan mustahil mereka malah berpikir "makhluk dunia lain" sudah pindah karena tempatnya terdesak. Ada masyarakat baru yang menghuni, yang membuat tempat itu selalu ramai dan terang.
Sebenarnya hunian atau tempat usaha di lahan tusuk sate tak sehoror pemakaman yang berubah menjadi permukiman.Â
Ya, kalau bong saja dapat menjadi permukiman yang nyaman dan aman bagi sebagian orang, maka lebih lagi nyaman dan aman lahan tusuk sate untuk hunian atau tempat usaha karena hanya bekas pembuangan "sampah".