Mohon tunggu...
Pakde Kartono
Pakde Kartono Mohon Tunggu... wiraswasta -

Sayang istri, sayang anak, makanya disayang Allah\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[BF] Menyesal Selingkuh

15 Februari 2013   12:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:16 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pagi ini aku membaca koran pagi, isinya hampir sama seperti kemarin, berita korupsi memenuhi headline koran pagi ini, namun ada yang menarik berita kali ini, pejabat yang terkenal sangat disukai rakyat kota kami, sering kunjungan ke desa-desa, yang keluarganya sangat terpandang di kota karena sering melakukan bakti sosial, dan memberikan sumbangan kepada fakir miskin, yang juga sahabat lamaku, Santoso, ditangkap warga dan diserahkan ke kantor polisi karena berada di rumah Rini, mahasiswi universitas Swasta sampai larut malam, saat digerebek warga ia hanya mengenakan kain sarung saja tanpa segitiga pengaman, dan Rini hanya selimutan saja tanpa segitiga pengaman dan 'safety belt' di payudaranya.

Aku teringat kenanganku 2 bulan lalu saat bersama-sama Santoso mengadakan bakti Sosial di alun-alun kota, kebetulan aku dan dia sama-sama pejabat eselon II di kota ini, namun kita beda kantor, jadi bertemu hanya sekali-sekali saat ada rapat bersama atau kegiatan bersama, tapi dulu sewaktu kami sama-sama staf sampai pejabat eselon IV, kita satu kantor, kemana-mana bersama, kita bersahabat karena saling cocok satu sama lain, baik dalam selera makan, berpakaian, sampai selera wanita yang kita jadikan istri.

"Mas, kelihatannya makin sukses saja yah kerjaannya, target kantormu terpenuhi, dan badanmu makin gemuk saja, mukamu sangat cerah." Kataku membuka pembicaraan. "Iya dik, kebetulan bidang pembangunan jalan dan gedung adalah spesialisasiku, sesuai dengan jurusanku sewaktu kuliah, jadi praktis tidak ada halangan, kamu sendiri bagaimana? Cocok bekerja di inspektorat? Mudah-mudahan cocok yah dik, semoga banyak rejeki ditempatmu" ia menjawab pertanyaanku sambil menghisap rokoknya dalam-dalam, air mukanya berubah, dari ceria menjadi agak muram, sepertinya ada yang ia pikirkan atau ada beban berat menggayut dipundaknya, lama ia terdiam lalu ia melanjutkan perkataannya "dik, kamu ingat mahasiswi paling cantik yang kuliah kerja nyata di desa sukamandi setengah tahun lalu." Aku menjawab "maksud mas Rini?" "Ya betul, ingatanmu kalo soal wanita mantab juga yah, hehehe." Aku dengan sedikit sombong berkata "Kartono gitu loh, hehehehe."

"Rini semalam meneleponku, ia minta waktu ketemu, kira-kira apa urusannya yah dik?" Santoso setengah bingung, bertanya sambil memutar-mutar rokok yang menyala disela-sela jarinya. "Kangen kali dia sama mas." Ku goda santoso untuk mencairkan suasana. "Kamu ini paling bisa goda aku dari dulu, aku deg-degan euy ketemu rini, aku masih ingat bodynya yang aduhai, jalannya sungguh gemulai, rambutnya hitam terurai minta dibelai, matanya sayu seperti keledai, suaranya manja mendesah membuatku terbuai, aku ingat dulu saat perpisahan, aku memberinya kartu nama dan setengah berbisik katakan hubungi aku kapan saja, jangan ragu dan sungkan, aku siap bantu." Santoso menjawab godaanku. "Mas temui saja, dengarkan apa keperluannya, ingat yah mas, jangan macam-macam, ingat anak ingat istri." Aku mengingatkan Santoso agar tetap setia kepada istrinya dan komitmen pernikahannya.

2 bulan sejak pertemuan terakhir aku dan Santoso di acara bakti sosial aku tak ada komunikasi dengan Santoso dan mendengar kabar tentangnya, berita pagi ini di koran tentu mengagetkanku, tak kusangka, Santoso kawanku yang sangat kuhormati karena kebaikannya, bisa jatuh hanya karena seorang wanita muda yang lebih cocok jadi anaknya. Segera saja ku telepon mba Tati, istri Santoso, aku ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi, sekaligus ingin menguatkan hatinya, ia pasti sedih mendapati berita buruk ini, berita buruk yang pasti tak ingin didengar wanita manapun di seluruh dunia.

"Halo, selamat pagi, apa kabar mba Tati?"
"Selamat pagi Dik, kabar baik." Mba Tati menjawab dengan pelan, namun dari jawabannya aku bisa merasa bahwa kondisinya tidak baik-baik saja seperti yang ia ucapkan.

"Mba, yang sabar yah, aku baca di koran tentang Mas Santoso, aku yakin berita ini tidak benar, aku kenal Mas Santoso orang baik, aku yakin ia dijebak, ada yg tidak suka mungkin dengan dirinya." Aku berusaha empati dan menguatkan mba Tati

"Cerita itu benar Dik, bukan jebakan, Mas Santoso memang ada hubungannya dengan mahasiswi itu, tapi salah aku sendiri juga, aku tak bisa berbuat apa-apa dik, aku hanya bisa pasrah." mba Tati menjawab demikian membuat ku kaget, aku pikir ia tidak tahu sebelumnya tentang mas Santoso dan rini.

"Ini semua berawal dari kesalahanku, awalnya aku hanya ketemu-ketemu reuni dengan teman-teman SMA, tapi ada mantan pacarku saat SMA datang, Djoko namanya, ia kerja lama di Amerika, baru kembali 2 bulan sebelum kami reuni pertama kali, sekarang ia keren, gagah, gemuk, putih, padahal dulu ia tidak sekeren sekarang. Djoko sering meneleponku saat mas Santoso di kantor, ia sering mengajakku makan siang, suatu waktu ia mengajakku ke hotel di pinggiran kota, bodohnya aku, menuruti saja permintaan Djoko, aku seperti terbius, benar-benar bodoh. Nah di hotel itu ada temannya mas Santoso yang melihat aku, dia memfoto kami diam-diam saat di lobby hotel, saat masuk ke kamar, dan saat di parkiran mobil, dan orang tersebut memberikan foto tersebut ke mas Santoso, sampai rumah aku sudah ditunggu, ia marah besar, dan mengusirku dari rumah, aku memohon ampun atas khilafku, dan sebagai wujud seriusnya permintaan maafku, aku bebaskan ia untuk pacaran lagi, bahkan nikah lagi, yang penting aku diberi kesempatan bersamanya, aku cinta dan sayang sekali sama Mas Santoso, Alhamdulillah ia memaafkanku." Mba tati menjelaskan panjang lembar sambil suaranya terisak, aku hanya bengong mendengar pernjelasannya.

"Ohh, begitu ceritanya yah mba, maafkan aku yah mba, terlalu jauh tahu urusan rumah tangga mba." Aku menyampaikan permohonan maaf membuat suasana menjadi tidak nyaman dan membuat mba Tati sedih.
"Tidak berapa lama setelah itu, Mas Santoso sering keluar malam bersama Rini, mahasiswi yang dulu pernah kuliah kerja nyata di desa kami. Sebelum keluar ia biasanya menelepon Rini didepanku, aku tak bisa berbuat apa-apa, aku sudah membebaskannya karena aku masih ingin bersamanya." Mba Tati melanjutkan ceritanya.

"Iya, sing sabar yah mba, aku pamit dulu mba, mau antar istri ke pasar." Aku menyudahi pembicaraan, setelah menutup telepon, aku merenung sejenak, aku kasian melihat Santoso, dia orang baik, mungkin ia melakukan hal tersebut karena kecewa dengan tindakan istrinya yang selingku terlebih dahulu, tapi bagaimanapun, balas dendam bukanlah hal yang bijak, harusnya ada solusi lain dibanding balas dendam tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun