Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Lelaki Terbaik, Bukan yang Membuat Takut Istri

29 Juli 2022   10:57 Diperbarui: 29 Juli 2022   11:10 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pergi sana ke rumah dan cuci baju. Dasar lelaki takut istri!"

Anda pasti sering mendengar ucapan seperti itu. Sering diucapkan oleh publik figur, bahkan oleh seseorang yang menyandang gelar ustadz. Biasanya ucapan itu akan disambut dengan gelak tawa para hadirin.

Puas rasanya bisa "menang" di hadapan istri. Puas rasanya bisa berlaku galak dan membuat takut istri. Begitukah? Apakah seperti itu akhlak lelaki sejati?

Siapa sebenarnya lelaki terbaik di muka bumi ini? Apakah yang paling kekar badannya? Apakah yang paling banyak uangnya? Apakah yang paling hebat narasinya? Apakah yang paling tinggi pangkat dan jabatannya? Apakah yang paling mampu membuat istrinya ketakutan?

Ternyata, kebaikan seseorang diukur dari kebaikan akhlaknya. Nabi saw telah bersabda,

"Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-sebaik kamu adalah orang yang paling baik kepada istrinya" (HR. At-Tirmidzi, Imam Ahmad dan Ibnu Hibban. Dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani).

Demikian pula, Nabi saw telah bersabda,

"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku." (HR. Tirmidzi. Dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani).

Jadi, lelaki terbaik bukanlah yang bersikap galak dan kasar terhadap istri. Bukan lelaki yang berkata dengan nada tinggi kepada istri. Bukan lelaki yang berani menampar dan menendang istri. Bukan pula lelaki yang suka menyuruh-nyuruh dan menginstruksi istri untuk melayani.

Mengapa penilaian "lelaki terbaik" diberikan kepada mereka yang paling baik akhlaknya kepada istri? Dalam kitab Al-Mau'izhah Al-Hasanah fi Al-Akhlaq Al-Hasanah karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani dijelaskan, sebagian besar waktu yang dimiliki seorang laki-laki, akan dihabiskan di dalam rumah bersama istri dan anak-anaknya.

Jika seorang lelaki bisa bersandiwara dengan berakhlak mulia di tempat kerja --yang hanya memakan waktu beberapa jam saja setiap hari, belum tentu ia bisa tetap berakhlak mulia di rumahnya. Di rumah, semua orang akan menjadi dirinya sendiri, apakah ia benar-benar mulia atau tercela.

Apalagi ketika di tempat kerja lelaki tersebut berstatus sebagai staf, bukan pimpinan. Wajar jika ia harus berlaku baik terhadap atasan. Ketika di rumah, ia berada di posisi sebagai kepala rumah tangga. Bagaimana seseorang bersikap ketika memimpin, inilah yang menjadi penilaian dirinya.

Teladan mulia, Nabi Muhammad saw memberikan contoh akhlak mulia ketika beliau tengah berada di rumah. Apa saja yang beliau lakukan ketika di rumah? Apakah tukang memberikan perintah? Apakah suka menyuruh-nyuruh istri? Apakah beliau bersantai dan minta dilayani?

-- --

Dari Al-Aswad, ia bertanya pada 'Aisyah, "Apa yang dilakukan Nabi saw ketika beliau berada di tengah keluarganya?" 'Aisyah menjawab, "Nabi saw biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat" (HR. Bukhari no. 6039).

Al-Muhallab menyatakan, "Seperti inilah pekerjaan Nabi saw di rumahnya. Hal ini wujud tanda ketawadhu'an (kerendahan hati) beliau, juga supaya umat bisa mencontohnya. Termasuk sunnah Nabi, bahwa seorang lelaki bisa mengurus pekerjaan rumahnya, baik menyangkut perkara dunia dan agama".

As-Sindi rahimahullah menyatakan bahwa membantu urusan rumah termasuk kebiasaan (sunnah) orang-orang salih. Inilah sikap tawadhu', tidak sombong terhadap keluarga. Sikap tawadhu' seperti ini tidak akan merendahkan derajat dan wibawa seorang lelaki. Nabi saw bersabda,

"Tidaklah seseorang tawadhu' (beriksap rendah hati) karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatnya" (HR. Muslim no. 2588).

Ketika seorang lelaki melakukan aktivitas kerumahtanggaan seperti memasak, mencuci dan menyeterika baju --misalnya, hal tersebut sama sekali tidak merendahkan dirinya. Sikap tawadhu akan membuatnya mulia.

Bahan Bacaan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun