"Dia bertanya kepadaku tentang kamu, maka aku terangkan. Dia bertanya kepadaku tentang keadaan hidup kita, maka aku jawab bahwa aku dalam keadaan baik," sambung istri Ismail.
"Apakah orang itu memberi pesan kepadamu?"
"Ya. Dia berpesan agar aku menyampaikan salam darinya kepadamu dan agar kamu mempertahankan palang pintu rumahmu," jawab istri Ismail.
"Ketahuilah, orang tua tadi adalah ayahku. Palang pintu yang dia maksud tadi adalah kamu. Dia memerintahkanku untuk mempertahankan kamu sebagai istriku," jawab Ismail.
*******
Pelajaran penting dari kisah di atas adalah, diperbolehkan menuruti perintah orangtua untuk menceraikan istri, jika perintah tersebut datang dari orangtua yang paham syar'i, dan ada sebab yang dibenarkan secara syar'i.
Jika orangtua tidak paham agama, tidak mengerti aturan syar'i, bisa jadi perintah menceraikan istri semata-mata hawa nafsu. Mungkin karena emosi, atau tersinggung secara pribadi, atau semata ketidakcocokan karakter di antara mereka.
Bahkan yang lebih parah lagi, ketika meminta anak menceraikan istri yang tengah berusaha 'hijrah' menuju kehidupan yang syar'i. Sang istri tengah berbenah diri, menjadi lebih baik lagi. Namun orangtua tidak suka dengan proses perubahan tersebut, dan menghendaki tetap dalam kondisi sebelum ini.
Orangtua tidak suka menantunya rajin shalat dan mengaji. Orangtua tidak suka menantunya berpakaian syar'i. Maka ia suruh anaknya untuk menceraikan istri. Jelas, permintaan seperti ini tidak patut untuk dituruti.
Referensi
Muhammad Abduh Tuasikal, Menceraikan Istri atas Permintaan Orang Tua, Kisah Ismail dan Istrinya, 15 Agustus 2019,Â