Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Wedangan, Seni Menikmati Hidup 8 Menit

22 November 2020   08:28 Diperbarui: 22 November 2020   08:35 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : https://today.line.me

Kita sering mendengar ungkapan masyarakat Jawa, "Urip iku mung mampir ngombe". Bahwa hidup itu hanya sebentar, hanya untuk mampir minum. Berapa lama kita mampir untuk minum? Sangat sebentar. Tidak mungkin minum akan berlama-lama.

Gus Baha dalam salah satu kajiannya menyatakan, jika dibandingkan dengan kondisi neraka kelak, hidup di dunia ini hanya 8 menit. Maka jika Anda merasa menderita, bersabarlah, karena hanya 8 menit. Jika Anda miskin, bersabarlah karena hanya 8 menit.

Sebagaimana juga ketika Anda berkuasa. Jangan pernah sombong, karena kekuasaan Anda hanya 8 menit. Jika Anda sukses, jangan congkak karena sukses Anda hanya 8 menit. Jika Anda kaya, jangan pelit karena kekayaan Anda hanya 8 menit.

Benar-benar sangat pendek hidup kita. Maka tak ada yang perlu kita tangisi dengan berlebihan jika mengalami kegagalan. Tak ada yang perlu kita banggakan dengan berlebihan jika mengalami keberhasilan. Karena hidup kita hanya 8 menit.

Filosofi Wedangan

Ungkapan bijak masyarakat Jawa, "urip iku mung mampir ngombe", benar-benar intisari dari nasehat agama. Hidup itu tidak lama, seperti kita mampir ke kedai, dan minum. Berapa lama waktu yang kita gunakan untuk minum?

Maka 'wedangan", atau berkumpul bersama teman atau keluarga untuk menikmati wedang (minuman), dalam tradisi masyarakat Jawa, bukan hanya soal minum (ngombe). Namun soal filososfi hidup yang sangat tinggi.

Tidak penting 'wedang' apa yang diminum. Kita bisa wedangan, dengan menikmati teh poci. Bisa pula wedang uwuh, wedang ronde, wedang secang, wedang alang-alang. Kita juga bisa wedangan, dengan menyeduh kopi. Bisa pula minuman coklat dan susu.

Wedangan itu ritual berkumpul dengan keluarga atau teman-teman, dimana ada sisi rehat dan bersahabat, sembari menikmati wedang atau minuman tradisional. Misalnya menikmati teh poci panas, aroma wangi yang muncul dari seduhan teh benar-benar menggoda selera. Sangat harum dan nikmat.

Sama seperti aroma kopi saat kita menyeduh dengan cara yang tepat. Muncul aroma yang sangat kuat. Harum, menggoda selera. Seperti itulah gambaran dunia, yang sering melenakan manusia. Padahal, minum teh poci atau minum kopi, tak akan berlangsung lama. Sebentar saja.

Kadang kita bertemu sisi pahit dari teh. Kadang bertemu sisi manis, karena ditambah gula batu. Semua sisi rasa kehidupan, hanyalah sebentar. Jika senang karena manis, ingatlah bahwa kemanisan itu hanya sebentar. Jika sedih karena pahit, ingatlah bahwa kepahitan itu hanya sebentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun