Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Karakter Pasangan, Serupa Kuis Tebak Tepat

5 April 2019   07:36 Diperbarui: 5 April 2019   08:05 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi:  nana cony

Suami dan isteri selalu berasal dari dua keluarga yang berbeda, yang berarti kultur kecil mereka selalu berbeda. Dengan pernikahan, mereka berdua membentuk kultur kecil baru, tempat tumbuh kembangnya anak-anak kelak. 

Untuk itu suami dan isteri harus saling bisa menyesuaikan diri, agar tercipta keharmonisan dan model terbaik dalam komunikasi bagi anak-anak mereka nantinya.

Keempat, Karakter Bentukan Kultur

Ada banyak realitas yang menggambarkan betapa kultur masyarakat di sebuah tempat  berbeda dengan tempat  lainnya.  Konstruksi budaya masyarakat yang tercipta dari hasil interaksi antara manusia yang satu dengan lainnya, antara manusia dengan alam, dan respon mereka atas gejala-gejala kehidupan di alam sekitar, telah mempengaruhi corak dan karakter kemanusiaan dalam berbagai sisinya. 

Bukan hanya warna kulit, postur tubuh, bahasa maupun makanan mereka yang berbeda, akan tetapi cara pandang, pola hidup, hingga cara berkomunikasi dan mengemukakan pendapat serta keinginan, yang juga tidak sama.

Di Indonesia, ada sekelompok masyarakat yang memiliki kultur ewuh pekewuh (sungkan) yang sangat tinggi. Dampaknya, mereka tidak terbiasa dengan ungkapan-ungkapan vulgar, akan tetapi lebih suka menggunakan simbol-simbol dalam menyatakan keinginan. 

Ada pula masyarakat yang terbiasa menyatakan keinginan apa adanya, tanpa harus dibuat-buat atau ditutup-tutupi. Seakan-akan mereka tidak mengenal istilah sungkan atau perasaan tidak enak.

Pada sekelompok masyarakat Barat, tampak budaya komunikasi yang ekspresif. Mereka terbiasa mengungkapkan perasaan hati secara verbal, seperti kebiasaan mengucapkan kalimat "I love you" kepada pasangannya. 

Mereka mengungkapkan hal itu sebagai sebuah kebiasaan tanpa perasaan canggung, karena adanya pembiasaan yang terjadi dalam waktu yang lama. Sebagaimana juga mereka bisa mengatakan "I hate you" secara ekspresif, atau "I'm sorry".

Pada sebagian masyarakat Indonesia, tampak ada kondisi yang sedikit berbeda. Seseorang yang mengetahui dan merasa dirinya salah, belum tentu bisa mengungkapkan permintaan maaf secara tulus ikhlas. 

Seorang suami yang merasa dirinya salah, belum tentu mau dan mampu mengatakan permintaan maaf kepada isterinya, apalagi ketika sang isteri secara ketus menuduhnya melakukan kesalahan. Rupanya, banyak pula masyarakat yang berkategori "hard to say I'm sorry".  Amat sulit meminta maaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun