Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Karakter Pasangan, Serupa Kuis Tebak Tepat

5 April 2019   07:36 Diperbarui: 5 April 2019   08:05 1630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki-laki hanya mampu mendengarkan tiga dari banyak suara tersebut, sehingga laki-laki sering kehilangan alur cerita pada waktu mendengarkan perempuan berbicara.

Karena berbagai perbedaan karakter tersebut bercorak akademis, hendaknya suami dan istri selalu belajar mengerti dan memahami, agar lebih nyaman dalam berkomunikasi dan berinteraksi sehari-hari.

Ketiga, Karakter Bentukan Keluarga

Setiap orang memiliki keluarga tempat dimana mereka dilahirkan, dididik, dibesarkan dan ditumbuhkembangkan. Seperti apa cork keluarga orang tua kita dalam kehidupan kesehariannya, akan sangat berpengaruh dalam kehidupan kita selanjutnya. 

Apabila orang tua terbiasa banyak mengobrol di rumah, terbiasa dengan keterbukaan, bercanda, berdiskusi dengan anak-anak, akan membuat anak-anak memiliki ketrampilan komunikasi yang baik.

Namun apabila orang tua termasuk tipe pendiam, tidak banyak bicara, tidak terbiasa mengobrol bebas, tidak terbiasa musyawarah dalam keluarga, akan menyebabkan anak-anak tidak memiliki contoh atau model dalam ketrampilan berkomunikasi. 

Ada tipe "rumah yang sepi", dimana suami, isteri dan anak-anak tidak banyak berbicara dan berkomunikasi. Mereka duduk bersama menonton televisi, namun saling diam. Mereka duduk di meja makan menyantap sarapan bersama, namun dengan saling diam.

Diamnya mereka bukan karena bermusuhan, namun karena malas berbicara. Seperti tidak ada bahan untuk diomongkan. Akhirnya mereka menikmati kesunyian. 

Anak-anak yang ditumbuhkan dalam kultur "rumah sepi" seperti ini, akan menjadikannya sebagai model kelak ketika mereka membentuk keluarga. Bagi mereka, rumah tangga itu tidak perlu banyak bicara. Karena itulah contoh yang mereka dapatkan dari orang tua.

Ketika seorang perempuan berasal dari tipe "rumah ramai" dimana orang tua dan semua anggota keluarga hobi berbicara dan mengobrol, menikah dengan seorang lelaki yang berasal dari tipe "rumah sepi", akan banyak mengalami penyesuaian kultural dalam kehidupan rumah tangga yang mereka bentuk. 

Harus ada ruang penyesuaian yang memadai di antara mereka berdua agar terjadi titik temu yang melegakan, untuk mengkonstruski rumah baru, yang tidak sepi namun tidak terlalu ramai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun