Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memimpin Keluarga dengan Cinta

11 Juni 2014   17:15 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:14 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1402456473514559755

[caption id="attachment_341759" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi : www.pinterest.com"][/caption]

Akad nikah telah mengikatkan suami dan isteri dalam sebuah perjanjian yang kokoh, dimana perjanjian itu wajib dipenuhi hak-haknya. Perjanjian agung yang menyebabkan halalnya kehormatan diri untuk dinikmati pihak lainnya. Perjanjian kokoh yang tidak boleh dicederai dengan ucapan dan perbuatan yang menyimpang dari hakikat perjanjian itu sendiri.

Dalam terminologi agama, laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga. Ia harus menunaikan amanah kepemimpinan dalam rumah tangga, dengan sepenuh perasaan cinta dan tanggung jawab. Tidak boleh memimpin dengan semena-mena dan otoriter. Tidak boleh memimpin dengan sifat bengis dan kejam tanpa perasaan.

Kepemimpinan Cinta

Mengenai makna kepemimpinan dalam keluarga, Al Qurthubi memberikan penjelasan dalam kitab tafsirnya, “Kaum laki-laki pemimpin atas kaum wanita, artinya adalah mereka berkewajiban memberi nafkah kepada kaum wanita, membela dan melindungi mereka”. Dengan demikian laki-laki dianggap menjadi pemimpin yang layak ditaati apabila ia memberikan nafkah, membela dan melindungi isterinya.

Muhammad Abduh memberikan penjelasan, "Yang dimaksud dengan pemimpin dalam rumah tangga adalah kepemimpinan yang di dalamnya pihak yang dipimpin bebas berbuat menurut kehendak dan pilihannya, dan bukan kepemimpinan dimana orang yang dipimpin itu ditekan dan dirampas kehendaknya".

Kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga mengharuskan adanya sikap cinta, kasih sayang dan keadilan terhadap yang dipimpin. Kaum laki-laki tidak boleh mengaplikasikan kepemimpinan dengan sewenang-wenang, berlaku semena-mena terhadap isteri dan anak-anak, atau mengembangkan tindak kezhaliman. Allah telah memerintahkan kepada para suami agar berkomunikasi dan berinteraksi secara bijak kepada isterinya:

"Dan bergaullah dengan mereka secara baik. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (An Nisa': 19).

Muhammad Abduh menjelaskan, “yaitu menemani dan mempergauli isteri dengan cara yang baik yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh agama, tradisi dan kesopanan. Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara baik”.

Termasuk dalam kategori ini adalah ketrampilan berbicara, mendengarkan, bergurau atau bercanda, tertawa, respon dan empati, juga ketrampilan berlaku romantis. Demikian pula ketrampilan mengungkapkan perasaan, menyatakan kecintaan dan kasih sayang, memahami perasaan pasangan. Tidak pula boleh diremehkan, ketrampilan praktis untuk memuaskan pasangan dalam kebutuhan biologis.

Apabila seorang suami berlaku sewenang-wenang terhadap isterinya, berarti ia telah melanggar perintah agama untuk berlaku santun dan bijak kepada isteri. Oleh karena itu, kepemimpinan yang dimaksudkan disini tidak dalam rangka digunakan secara salah, misalnya saja dengan menggunakan otoritas kepemimpinan untuk memberikan beban-beban kepada isteri secara berlebihan. Atau bahkan memperlakukan isteri sebagai pelayan atau budak yang tidak memiliki kebebasan. Semestinyalah para suami mampu memuliakan isteri, justru karena dirinya adalah pemimpin.

Suami Penuh Cinta

Karena para suami menjadi pemimpin dalam keluarga, dan kepemimpinan tersebut harus ditegakkan dengan cinta, maka suami harus menyediakan cinta yang sangat banyak dalam dirinya. Ia harus menjadi suami yang penuh cinta, suami yang surplus cinta, agar tidak pernah melakukan tindakan yang menganiaya atas nama kepemimpinan.

Muhammad Abdul Halim Abu Syuqah menjelaskan, "Laki-laki yang memiliki kelebihan itu –baik kelebihan itu berupa jihad, kepemimpinan, atau dalam memuliakan isteri dan mentolerir sebagian hak yang merupakan kewajiban isterinya-- seyogyanya memikul beban atas diri sendiri, karena kasih sayang kepada yang dipimpin. Apabila qiwamah (kepemimpinan) ini memiliki kelebihan dan kemuliaan, maka itu adalah kelebihan kepemimpinan yang penuh kasih sayang dan kemuliaan memikul tanggung jawab."

Menilik pemaknaan di atas, ketrampilan memimpin yang menyebabkan orang-orang yang dipimpin merasa senang, bahagia, tenang, leluasa dan teroptimalkan potensinya, amatlah diperlukan. Agar tidak menjadi pemimpin yang arogan, otoriter, sewenang-wenang, tidak peka terhadap keinginan pihak yang dipimpin. Agar tidak menjadi pemimpin yang menyusahkan dan memandulkan potensi pihak yang dipimpin.

Amat berbeda kondisi orang yang memimpin dengan landasan cinta dengan orang yang memimpin tanpa perasaan cinta. Kepemimpinan tanpa cinta akan lebih menekankan kepada alur komando yang kaku, tanpa sentuhan manusiawi di dalamnya. Terjadilah interaksi yang sangat formalistik dan mekanistik tanpa bumbu-bumbu romantisme dan sifat-sifat kelemahlembutan. Yang ada adalah instruksi dan ketaatan, perintah dan pelaksanaan, aturan dan hukuman atas pelanggaran.

Di sisi yang lain, bisa juga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak, atau tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap keluarga, sehingga suami bertindak semau sendiri tanpa mempedulikan kondisi isteri dan anak-anak. Suami mengabaikan perasaan kenyamanan dalam rumah tangga, ia bertindak dengan keinginannya sendiri sembari tidak memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk mengungkapkan harapannya.

Dengan landasan cinta seorang suami akan memimpin dengan penuh perasaan tanggung jawab, mengarahkan bahtera rumah tangga agar mencapai tujuan-tujuan yang mulia tanpa kekerasan atau kekakuan sikap. Suami lebih mengedepankan keterbukaan dan musyawarah, agar bisa mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dalam keluarganya. Agar semua anggota keluarga bisa leluasa menyampaikan keinginan dan harapan, agar semua bisa berkembang, agar semua bisa merasakan kehangatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun