Suami Penuh Cinta
Karena para suami menjadi pemimpin dalam keluarga, dan kepemimpinan tersebut harus ditegakkan dengan cinta, maka suami harus menyediakan cinta yang sangat banyak dalam dirinya. Ia harus menjadi suami yang penuh cinta, suami yang surplus cinta, agar tidak pernah melakukan tindakan yang menganiaya atas nama kepemimpinan.
Muhammad Abdul Halim Abu Syuqah menjelaskan, "Laki-laki yang memiliki kelebihan itu –baik kelebihan itu berupa jihad, kepemimpinan, atau dalam memuliakan isteri dan mentolerir sebagian hak yang merupakan kewajiban isterinya-- seyogyanya memikul beban atas diri sendiri, karena kasih sayang kepada yang dipimpin. Apabila qiwamah (kepemimpinan) ini memiliki kelebihan dan kemuliaan, maka itu adalah kelebihan kepemimpinan yang penuh kasih sayang dan kemuliaan memikul tanggung jawab."
Menilik pemaknaan di atas, ketrampilan memimpin yang menyebabkan orang-orang yang dipimpin merasa senang, bahagia, tenang, leluasa dan teroptimalkan potensinya, amatlah diperlukan. Agar tidak menjadi pemimpin yang arogan, otoriter, sewenang-wenang, tidak peka terhadap keinginan pihak yang dipimpin. Agar tidak menjadi pemimpin yang menyusahkan dan memandulkan potensi pihak yang dipimpin.
Amat berbeda kondisi orang yang memimpin dengan landasan cinta dengan orang yang memimpin tanpa perasaan cinta. Kepemimpinan tanpa cinta akan lebih menekankan kepada alur komando yang kaku, tanpa sentuhan manusiawi di dalamnya. Terjadilah interaksi yang sangat formalistik dan mekanistik tanpa bumbu-bumbu romantisme dan sifat-sifat kelemahlembutan. Yang ada adalah instruksi dan ketaatan, perintah dan pelaksanaan, aturan dan hukuman atas pelanggaran.
Di sisi yang lain, bisa juga yang terjadi adalah pemaksaan kehendak, atau tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap keluarga, sehingga suami bertindak semau sendiri tanpa mempedulikan kondisi isteri dan anak-anak. Suami mengabaikan perasaan kenyamanan dalam rumah tangga, ia bertindak dengan keinginannya sendiri sembari tidak memberikan kesempatan kepada anggota keluarga untuk mengungkapkan harapannya.
Dengan landasan cinta seorang suami akan memimpin dengan penuh perasaan tanggung jawab, mengarahkan bahtera rumah tangga agar mencapai tujuan-tujuan yang mulia tanpa kekerasan atau kekakuan sikap. Suami lebih mengedepankan keterbukaan dan musyawarah, agar bisa mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dalam keluarganya. Agar semua anggota keluarga bisa leluasa menyampaikan keinginan dan harapan, agar semua bisa berkembang, agar semua bisa merasakan kehangatan.