Mohon tunggu...
Syam Jabal
Syam Jabal Mohon Tunggu... Human Resources - ASN

tukang burung (http://gudangjalakklaten.blogspot.com)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Jejak Pegawai Pajak di Perkebunan Emas Hijau Bumi Borneo

15 Agustus 2018   14:27 Diperbarui: 15 Agustus 2018   15:19 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beraksi sejenak sebelum menjelejah kebun sawit (dok. pribadi)

Masih ingat buku Cara Cerdas Berkebun Emas ? Buku populer karya Rully Kustandar yang booming di pasaran buku  "how to" beberapa tahun lalu ? Saya sempat dipaksa melotot oleh buku terbitan Trans Media tahun 2010 itu.

Itu dunia buku. Terus kalau di dunia riil adakah orang berkebun emas ? Ada dong ! Gak Percaya ? Kapan-kapan anda kami ajak untuk menikmati hijaunya hamparan ribuan hektar kebun yang benar-benar bernilai emas itu. Di hamparan kebun emas yang membentang di cuilan surga utara Indonesia yang bernama Berau, kami biasa cuci mata. Tahu kan apa yang saya maksud dengan kebun emas ?

Iya benar kebun sawit ! Kalau di wilayah Kalimantan kebun emas itu berwujud kelapa sawit. Makanya sawit biasa disebut sebagai emas hijau kan ? Emas hijau itu kata lain dari kelapa sawit. Begitu setidaknya kata Pak Agung Sukma Wijaya Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan KPP Pratama Tanjung Redeb. Kelapa sawit disebut emas hijau ?  Iya aja deh pokoknya. Kalau yang bicara pak Agung, jawabnya iya aja deh pokoknya . . . he he he . . .

Adalah bapak Narto Penilai Pajak di KPP Pratama Tanjung Redeb yang biasa blusukan di kebun emas hijau alias kelapa sawit di Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur itu. Bersama dua rekan sejawatnya yaitu bapak Mahfud dan bapak Teguh Ismail beliau biasa blusukan (visit) dari satu kebun sawit ke kebun sawit berikutnya di wilayah kerja KPP Pratama Tanjung Redeb.

Pegawai pajak kok belusukan ke kebun sawit, lalu kapan kerjanya mereka itu ?

Ya itulah kerjanya. Mereka kerjanya di kebun-kebun sawit dan di Hutan Alam maupun Hutan Tanaman Industri. Maklum pak Narto dan pak Mahfud adalah tenaga fungsional penilai pajak yang mengampu sektor Perkebunan dan Perhutanan. Sedangkan pak Teguh Ismail di bagian ekstensifikasi perpajakan.

Ya meja kerja mereka memang berada di kebun dan hutan itu. Data mereka ada pada kuantitas Tandan Buah Segar (TBS), luas lahan produktif, emplasemen, areal pengaman, peta tahun tanam, luas bangunan pabrik dan lain-lain. Yang kesemuanya adanya di lapangan alias di kebun-kebun dan hutan itu.

Pantaslah kalau kulit mereka bertiga nampak makin gelap saja. Itu karena efek sengatan matahari area perkebunan. Gak pakai sun block sih . . . Di samping karena sengatan sinar matahari, juga karena faktor mandi. Di saat blusukan itu kadang mereka mendapatkan penginapan yang air mandinya bercampur lumpur. Jadi pilih nggak mandi. Kesiaaann ya mereka ini . . . he he he . . .

Di saat blusukan itulah mereka melakukan crosscek data (yang sebelumnya telah mereka peroleh dari stake holder) dengan data riil di lapangan. Sebagai data pendukung mereka juga mengumpulkan data makro. 

Misalnya mereka mencatat bahwa secara agregat sepanjang tahun 2016 lalu nilai ekspor kita dari sektor sawit mencapai Rp 240 triliun dari luasan kebun 4,7 juta Ha. Nilai itu naik 8 persen dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 220 triliun. Terbayang berapa income pemerintah dari sektor pajaknya kan ? Itulah misi blusukan mereka.

Indonesia memang dikenal sebagai raja sawit. Namun dari berbagai kegiatan blusukan dan studi literatur tim ini menemukan fakta bahwa dalam hal produktivitas, ternyata produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) perkebunan sawit kita masih di bawah Malaysia. 

Rata-rata produktivitas TBS perkebunan sawit kita baru 2-3 ton per hektar. Malaysia bisa mencapai 12 ton per hektar. Akibat rendahnya produktivitas perkebunan sawit ini, ada potensi kehilangan yang setiap tahunnya mencapai Rp 120 triliun. Kebayang berapa potensi yang loss kan ?

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) total produksi minyak sawit dalam negeri selama 2016 sebesar 34,5 juta ton, yang terdiri dari crude palm oil (CPO) sebanyak 31,5 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebanyak tiga juta ton. 

Sementara pada 2015, produksi CPO sebanyak 32,5 juta ton dan PKO sebanyak tiga juta ton, sehingga total produksi minyak sawit sebanyak 34,5 juta ton. Bagi orang pajak, tentu ini adalah data yang menggembirakan.

Sebuah situs online melaporkan bahwa proyeksi kebutuhan minyak nabati dunia pada 2020 telah dibahas dalam "Oilworld Outlook Conference" yang diselenggarakan Oilworld di Hamburg, Jerman beberapa waktu lalu.

Berdasarkan data Oilworld, total produksi 17 jenis minyak nabati dan lemak dunia mencapai 236 juta ton pada 2020. Tingginya kebutuhan minyak nabati dunia merupakan peluang bagi Indonesia. 

Mengingat jumlah produksi CPO kita baru 34,5 juta ton, Indonesia berpeluang mengungguli negara produsen minyak sawit lain. Artinya, Indonesia dapat memainkan peranan dan nilai tawar produk sawitnya di luar negeri. Begitu kira-kira analisa pak Agung Sukma Wijaya.

Itu artinya ada potensi pajak yang terus tumbuh ya pak Agung ? Dan itu juga bermakna bahwa pak Narto, pak Mahfud, pak Teguh dan kawan-kawannya di KPP Pratama Tanjung Redeb, mereka semua masih harus berpanas-panas di kebun sawit kan ? Nasib-nasib . . . he he he . . .

Tapi asyik kok. Menyusuri hamparan kebun sawit itu asyik. Capek sih, tapi tetep asyik. Bisa sejenak mengobati home sick yang kerap mampir difikiran. Maklum keluarga nun jauh di tanah seberang, acap kali hadir di pelupuk mata . . .

Singkat cerita dari kerja keras mereka, saat ini dalam basis data KPP Pratama Tanjung Redeb tercatat ada 69 wajib pajak perkebunan. Dengan total ketetapan Pajak Bumi dan Bangunannya sebesar Rp. 40.271.219.274. Data ini bersifat dinamis, artinya masih terus bertambah seiring dengan tingkat kegigihan mereka dalam menyusuri hutan sawit itu.

Tetap berjuang kawan, bangsa ini membutuhkan pengabdianmu . . .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun