Mohon tunggu...
Pahriati
Pahriati Mohon Tunggu... -

Aktivis Muslimah. Manusia yang terus belajar, mencoba menebar kebaikan lewat tulisan. Berbagi inspirasi, guna meraih ridha Ilahi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghapus Dilema Kaum Ibu

22 Desember 2017   23:52 Diperbarui: 23 Desember 2017   00:27 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi ibu adalah qadha (ketetapan) Allah bagi para wanita. Dan cinta pada anak adalah fitrah yang Allah tanamkan pada seorang ibu. Rasa cinta itu membuatnya sanggup bertahan menghadapi beragam masalah. Karena cinta itu pula ia rela mengorbankan apa saja untuk buah hati tercinta.

Cinta ibu sepanjang masa, demikian pepatah berbicara. Cinta itu memang tak pernah pudar. Sedari anak dalam kandungan, lalu terlahir menjadi bayi, kemudian beranjak besar, bahkan meski sang anak telah memiliki kehidupan sendiri bersama keluarga yang dibangunnya. Cinta itu takkan pernah padam, laksana surya yang setia menyinari bumi.

Tapi kini... betapa banyak ibu yang 'rela' menyerahkan anaknya kepada orang lain. Dititip dengan orangtua, kerabat, tetangga, pengasuh ataupun tempat penitipan anak. Sebagian melakukan dengan enjoy, tapi banyak yang melakukan karena keterpaksaan. Penyebab utama karena demi pekerjaan. Tak bisa dipungkiri, saat ini banyak ibu yang bekerja dengan beragam alasan. Dari sekedar gengsi, membuang kebosanan, hingga yang paling banyak karena motif ekonomi.

Meskipun sebenarnya suami-lah yang berkewajiban memenuhi kebutuhan tersebut. Namun dengan kondisi saat ini, dimana lapangan pekerjaan sulit, juga ekonomi negara yang carut marut, maka penghasilan suami kadang belum mencukupi.

Kita merasakan betul bagaimana tuntutan hidup dalam jaman kapitalisme liberal saat ini. Biaya kebutuhan hidup semuanya serba mahal. Pendidikan, kesehatan, keamanan, dsb menuntut pembiayaan yang tinggi. Hal ini pada akhirnya memaksa kaum ibu harus turut menanggung nafkah.

Saat ibu sibuk bekerja mencari tambahan nafkah, baik di dalam rumah apalagi ke luar rumah, maka porsi perhatian terhadap anak menjadi berkurang. Bahkan kadang ibu harus berpisah jauh dengan anak dengan waktu yang lama, seperti yang dialami para TKW, atau ibu yang bekerja di luar kota. Sang ibu harus mengubur rasa rindunya, menahan keinginan untuk senantiasa dekat dengan anaknya. Sesak rasanya.

Padahal banyak fakta berbicara, anak yang jauh dari orangtua dan kurang terkontrol, akan mudah dikendalikan oleh lingkungan. Bila lingkungannya buruk, maka sangat mungkin sang anak akan terjerumus pada dunia kelam. Lembah hitam narkoba, pergaulan bebas, kaum LGBT, preman jalanan, dan kejahatan lain, siap menerkam mereka di mana saja dan kapan saja.

Sungguh dilematis! Di satu sisi ingin menjaga dan mendidik anak seutuhnya. Tapi di sisi lain dituntut untuk meninggalkan mereka. Inilah dilema para ibu zaman now!

Dalam alam kapitalisme saat ini, para ibu dibiarkan sendirian menghadapi masalahnya. Pemenuhan kebutuhan keluarga seutuhnya dibebankan kepada keluarga. Begitu pula dalam perlindungan terhadap anak, keluarga menjadi satu-satunya benteng pertahanan.

Lantas bagaimana? Apakah kesetaraan gender seperti yang didengungkan kaum feminis menjadi solusinya? Jawabnya tidak bisa. Justru saat kaum wanita (termasuk kaum ibu) didorong bahkan difasilitasi berkarir di luar rumah, pada akhirnya menyebabkan masalah baru pada tatanan keluarga.

Memang, bekerja di luar rumah bagi wanita adalah mubah (boleh). Namun harus diperhatikan, jangan sampai kemubahan tersebut melalaikan tugas pokok wanita, khususnya yang sudah berkeluarga, yakni sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengelola di rumah). Bagi yang memutuskan bekerja di luar, artinya harus siap dengan risiko kerja ekstra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun