PENDAHULUAN
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 menetapkan berbagai ketentuan yang harus dipatuhi oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam menjalankan kegiatannya. Undang-undang ini menegaskan bahwa ormas didirikan dengan tujuan untuk berkontribusi dalam pembangunan guna mewujudkan cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan Pancasila. Seiring dengan perkembangan zaman, muncul sejumlah ormas yang mengusung ideologi atau pemahaman yang tidak selaras dengan ideologi negara. Pemerintah mendeteksi adanya ormas yang menganut paham yang berlawanan dengan nilai-nilai kebangsaan serta melakukan aktivitas politik yang berpotensi mengancam persatuan nasional. Ideologi atau ajaran yang dianggap berbahaya ini dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk ideologi politik, filsafat, maupun ajaran keagamaan. Dalam peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, ormas dilarang untuk menganut, mengembangkan, dan menyebarluaskan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Di Indonesia, dua organisasi keagamaan yang paling berpengaruh adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Muhammadiyah sering dikaitkan dengan pendekatan Islam yang lebih "murni" dan berfokus pada bidang pendidikan, sementara NU dikenal karena sikapnya yang lebih toleran terhadap tradisi lokal di Indonesia. Meskipun memiliki karakteristik yang berbeda, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu menyebarkan kesadaran tentang Islam dan ajarannya kepada masyarakat luas. Kedua organisasi ini memiliki banyak pengikut dengan arah dan kebijakan yang berbeda, tetapi tetap menjadikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber utama ajaran mereka. Selain itu, baik Muhammadiyah maupun NU turut berperan aktif dalam politik Indonesia dan terus berkontribusi dengan berbagai gagasan kreatif dalam perjalanan politik mereka di tanah air.
PEMBAHASAN
Landasan Hukum dan Peran Ormas Dalam Dakwah
Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan hukum, terutama UU No. 16 Tahun 2017. UU ini merupakan perubahan atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan pengaturan terhadap ormas agar selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Dalam pasal 1 ayat 1 sebagai landasan hukum yang berbunnyi “Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” . Maka sudah jelas landasan hukum untuk organisasi masyarakat yang sebagaimana berperan untuk mengatur peran organisasi kemasyarakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam mendukung pembangunan nasional dan menjaga persatuan bangsa.
Organisasi masyarakat Islam (ormas) seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memainkan peran penting dalam penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Melalui berbagai kegiatan seperti ceramah, pendidikan agama, dan program sosial, kedua ormas ini berusaha menyebarkan ajaran Islam yang inklusif dan moderat. Pendekatan mereka yang mengedepankan toleransi dan keberagaman membantu menciptakan suasana damai di tengah masyarakat yang plural, sehingga memperkuat pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
Selain itu, NU dan Muhammadiyah juga berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendirian lembaga pendidikan, rumah sakit, dan program ekonomi. Dengan mendirikan sekolah dan universitas, mereka memberikan akses pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat, sekaligus meningkatkan kesejahteraan melalui program-program pemberdayaan ekonomi. Kegiatan ini tidak hanya membantu individu tetapi juga berdampak positif pada komunitas secara keseluruhan, sehingga memperkuat fondasi sosial-ekonomi masyarakat. Dalam konteks pembangunan sosial, kedua ormas ini berperan aktif dalam menjaga harmoni di tengah keragaman. Mereka mengedepankan pendekatan dakwah yang menekankan pentingnya toleransi antarumat beragama dan menghargai perbedaan. Dengan demikian, NU dan Muhammadiyah tidak hanya berfungsi sebagai penyebar ajaran agama, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang mendukung pembangunan demokrasi dan perdamaian di Indonesia serta di kancah internasional.
Dakwah yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) harus berlandaskan pada prinsip rahmatan lil 'alamin, yang berarti membawa rahmat bagi seluruh alam. Prinsip ini menekankan pentingnya pendekatan inklusif yang menghormati keberagaman agama, budaya, dan tradisi lokal. Dalam konteks ini, ormas diharapkan dapat menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai elemen masyarakat, sehingga dakwah yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh semua kalangan tanpa memandang perbedaan. Hal ini menciptakan suasana harmonis dan saling menghargai di antara umat beragama. Selain itu, kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku menjadi aspek krusial dalam pelaksanaan dakwah. Sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2017, ormas harus menjalankan kegiatan dakwahnya dengan mematuhi hukum dan peraturan yang ditetapkan oleh negara. Kepatuhan ini tidak hanya menunjukkan komitmen ormas terhadap tata tertib sosial, tetapi juga mencerminkan sikap bertanggung jawab dalam menyebarkan pesan-pesan Islam. Dengan demikian, dakwah yang dilakukan akan lebih diterima dan tidak menimbulkan konflik di masyarakat. Terakhir, penyebaran nilai-nilai Islam yang damai, toleran, dan menjunjung tinggi keadilan sosial merupakan inti dari dakwah yang berlandaskan prinsip rahmatan lil 'alamin. Ormas perlu menekankan pentingnya nilai-nilai tersebut dalam setiap aktivitas dakwahnya agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari ajaran Islam. Dengan mengedepankan sikap toleransi dan keadilan sosial, dakwah tidak hanya menjadi sarana untuk menyampaikan ajaran agama, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan sejahtera bagi semua.
Regulasi dalam UU Ormas dan Kebebasan Dakwah
Perkembangan dinamika organisasi kemasyarakatan (Ormas) serta perubahan dalam sistem pemerintahan telah melahirkan paradigma baru dalam pengelolaan Ormas di tengah kehidupan sosial, kebangsaan, dan kenegaraan. Peningkatan jumlah Ormas, persebarannya, serta ragam aktivitasnya dalam sistem demokrasi menuntut peran aktif, fungsi strategis, dan tanggung jawab Ormas dalam mewujudkan cita-cita nasional serta menjaga persatuan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semakin besarnya kontribusi Ormas dalam pembangunan membawa dampak pada perlunya sistem pengelolaan yang sesuai dengan prinsip organisasi yang sehat, yakni bersifat nirlaba, demokratis, profesional, mandiri, transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu, kompleksitas dinamika Ormas menuntut adanya pengelolaan dan pengaturan hukum yang lebih menyeluruh melalui landasan undang-undang.
Keberagaman dalam jumlah, jenis, bentuk, aktivitas, dan tujuan organisasi kemasyarakatan (Ormas) menciptakan dinamika yang sangat kompleks. Di satu sisi, negara berkewajiban menjamin hak dan kebebasan setiap warga negara, namun di sisi lain, hak atas rasa aman dan tertib di masyarakat juga harus tetap dijaga. Perbedaan antar Ormas berpotensi memicu konflik yang bisa mengganggu ketentraman umum. Dalam praktiknya, tidak sedikit Ormas yang terlibat dalam kegiatan negatif yang merugikan masyarakat serta mencoreng citra Ormas itu sendiri. Contohnya, ada Ormas yang dibentuk dengan motif meraih keuntungan ekonomi atau politik, atau menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuan mereka. Tindakan kekerasan semacam ini dikhawatirkan bisa merusak persatuan bangsa.
Di sisi lain, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap Ormas, menghadapi berbagai hambatan, terutama karena masih banyak Ormas yang belum terdaftar secara resmi. Hal ini menyulitkan Kemendagri dalam memberikan sanksi kepada Ormas yang melanggar ketentuan mengenai ketertiban dan keamanan publik. Tanpa adanya aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013, penindakan terhadap Ormas bermasalah menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, seiring dengan diterbitkannya UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dibutuhkan kajian lebih lanjut mengenai pentingnya pengawasan terhadap Ormas sebagai wujud implementasi Pasal 53 dalam undang-undang tersebut.
Keterlibatan berbagai pihak seperti partai politik, organisasi kemasyarakatan, pemerintah, dan masyarakat dalam proses perumusan serta pelaksanaan undang-undang ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan tertentu. Mereka khawatir bahwa hukum dan nilai-nilai keagamaan akan mengalami penurunan, karena agama tidak lagi dijadikan sebagai landasan utama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sosial. Berdasarkan kondisi tersebut, setidaknya muncul dua isu utama yang perlu dibahas: pertama, bagaimana hubungan antara dakwah dan politik dalam pandangan Islam; kedua, bagaimana implementasi undang-undang tersebut setelah disahkan oleh DPR. Hubungan antara agama dan politik merupakan topik yang selalu menarik dan tidak pernah usai untuk dibahas. Sebagian kalangan beranggapan bahwa agama hanya sebatas urusan ibadah, spiritualitas, dan moral semata. Namun, fakta sejarah menunjukkan bahwa dakwah Nabi Muhammad S.A.W. juga mencakup dimensi politik. Hal ini membuktikan bahwa ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah tidak terbatas pada aspek ritual dan spiritual saja, melainkan juga menyentuh persoalan sosial dan politik.
Rasulullah terlibat dalam pergulatan pemikiran yang intens dengan masyarakat Arab saat itu. Beliau mengkritisi pandangan dan keyakinan yang menyimpang, lalu memperkenalkan pemahaman Islam sebagai pengganti sistem lama yang sudah mapan. Dampaknya, hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat pun mengalami perubahan. Melalui wahyu Al-Qur’an, Rasulullah menentang berbagai bentuk kekafiran, kemusyrikan, penyembahan berhala, penolakan terhadap hari kebangkitan, serta keyakinan yang menyebut Nabi Isa a.s. sebagai anak Tuhan, dan berbagai penyimpangan lainnya.
Tantangan dan Peluang Ormas Islam Dalam Berdakwah di Era Modern.
Di Era Modern Banyak sekali hal-hal yang dapat menghambat atau sebagai tantangan bagi ormas Islam dalam berdakwah tetapi disisi lain juga banyak sekali peluang yang bisa di manfaatkan oleh ormas islam ini dalam menjalankan kegiatan Berdakwahnya diantar tantangan dan peluang tersebut yaitu: Tantangan Ormas Islam dalam Berdakwah di Era Modern disebabkan oleh berbagai faktor seperti berikut.
Digitalisasi Dakwah Melalui Media Sosial
Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi dan berkembangnya media soasial ini telah membawa perubahan besar dalam metode dakwah ormas-ormas islam, banyak ormas islam yang saat ini memanfaatkan media sosial seperti tiktok, YouTube, Instagram dan lain sebagainya, hal ini tentunya menjadi sebuah peluang untuk ormas-ormas islam tersebut karena merambahnya ke media digital sebagai alat yang bagus karena melihat kondisi zaman sekarang yang ketergantungan kepada media digital Karena lebih mudah dalam menjalankan kegiatannya apalagi dalam berdakwah, tetapi di sisi lain tantangan yang di dapat juga sangat besar seperti contohnya yaitu banyak orang yang non Ormas semakin tidak menyukai ormas Islam maka dari itu sebuah ormas islam harus memperhatikan dalam menyebarkan metode dakwahnya, supaya tidak terjadi bias pemahaman, ujaran kebencian, dan memprovokasi ormas lainya.
Sinergi dengan Pemerintah dalam penguatan moral Masyarakat. Ormas Islam memiliki peran Strategis dalam mendukung pembangunan karakter Bangsa bekerjasama dengan pemerintah dalam program keagamaan, pendidikan dan spiritual guna menguatkan nilai moral dan spiritual masyarakat hal ini tentunya menjadi sebuah peluang bagi ormas Islam untuk menyebarkan dakwahnya secara lebih luas dan lebih dapat di terima oleh masyarakat. Tetapi kendati demikian tantangan yang dihadapi juga semakin besar sudah seharusnya sebuah ormas Islam memanage diri sebelum berdakwah supaya tidak menyinggung masyarakat, tidak dengan perkataan yang jelek, harus berkata yang baik dan bijaksana supaya dakwah tersebut bisa di tangkap dengan baik olej masyarakat tentunya dengan berdakwah dengan perkataan yang sopan lembuh serta tidak menggiring opini yang tidak baik maka dakwah yang bersinergi dengan pemerintah dalam penguatan moral bisa di pahami oleh masyarakat dan dakwah tersebut bisa berjalan dengan semestinya.
Guna Menciptakan dakwah yang dapat diterima oleh masyarakat luas sudah seharusnya ormas islam tidak asal-asalan memiliki para Da’I nya tetapi dengan berbagai proses kaderisasi dengan mengkader Da’I yang Moderat dan inklusif demi menjaga kesinambungan dakwah ormas Islam harus fokus kepada kaderisasi dalam mencari para da’i nya dengan memilih para dai yang memiliki pemahaman Islam yang moderat dan kontekstual hal ini akan menjadikan dakwah yang lebih di terima oleh masyarakat seorang dai juga harus di bekali oleh pemahaman hukum pluralisme, adar istiadat di suatu daerah dan realitas sosial yang terjadi di masyarakat modern sebagai upaya untuk menjadikan dakwah yang lebih diterima dengan baik oleh masyarakat meskipun demikian tantangan juga besar apabila seorang dai tidak bisa memahami kulturistik yang ada di daerah tersebut maka pesan dakwah yang disampaikan tidak berjalan sesuai dengan apa yang di harapkan karena masyarakat modern lebih ketergantungan terhadap media sosial yang dinilai lebih asik dibandingkan mendengarkan suatu ceramah.
KESIMPULAN
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), yang diperbarui melalui UU No. 16 Tahun 2017, menjadi pijakan hukum penting dalam mengatur peran ormas, termasuk ormas keagamaan, dalam kehidupan sosial dan dakwah di Indonesia. Ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah telah memainkan peran strategis dalam menyebarkan ajaran Islam yang moderat, inklusif, dan berorientasi pada kemaslahatan umat. Peran ormas dalam dakwah tidak hanya terbatas pada penyampaian ajaran agama, tetapi juga mencakup kontribusi nyata dalam pendidikan, sosial, ekonomi, dan pembangunan masyarakat. Dakwah yang dilakukan mengedepankan prinsip rahmatan lil ‘alamin, sehingga mampu menciptakan harmoni di tengah keberagaman serta menjaga nilai-nilai keislaman dalam bingkai kebangsaan. Namun, kompleksitas dinamika ormas saat ini juga menuntut adanya pengawasan dan regulasi yang tegas dan adil. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap aktivitas ormas tetap berada dalam koridor hukum dan nilai-nilai Pancasila, tanpa mengekang kebebasan berekspresi dan berdakwah. Oleh karena itu, dibutuhkan keseimbangan antara penegakan hukum dan penghormatan terhadap hak berorganisasi, agar peran ormas tetap konstruktif dan tidak menimbulkan disintegrasi sosial. Dengan demikian, harmonisasi antara dakwah Islam dan regulasi negara menjadi kunci untuk menjaga stabilitas nasional, serta mendukung upaya membangun masyarakat yang religius, adil, dan damai
DAFTAR PUSTAKA
Dakwah, Antara, and D A N Politik. “UNDANG-UNDANG ORMAS : Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah STAI Al Hidayah Bogor A . PENDAHULUAN Peraturan Pemerintah Pengganti Dari Rezim Yang Tengah Berkuasa Yang Akan Menggunakan Ormas Perppu Sebagai Untuk Senjata Undang-Undang ( PERPPU ) No . 2 Tahun,” 2019.
Indra, A.Indraerawati, Kurniati, and Abd Rahman R. “Kontribusi Muhammadiyah Dan Nahdatul Ulama Dalam Bidang Politik, Pendidikan Dan Sosial Budaya Dalam Pengembangan Dan Penerapan Hukum Islam Di Indonesia.” Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan Dan Studi Islam 4, no. 2 (2023): 1–7.
https://doi.org/10.55623/au.v4i2.207.
Suja’i, Ahmad, and Muhammad Amir Baihaqi. “Peran Ulama Dan Ormas Islam Dalam Pertumbuhan Dan Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia.” Tarbawi : Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam 5, no. 2 (2022): 139–50.
https://doi.org/10.51476/tarbawi.v5i2.404.
Wibowo, Catur, and Herman Harefa. “Urgensi Pengawasan Organisasi Kemasyarakatan Oleh Pemerintah.” Jurnal Bina Praja 07, no. 01 (2015): 01–19. https://doi.org/10.21787/jbp.07.2015.01-19.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI