Mohon tunggu...
Saprudin Padlil Syah
Saprudin Padlil Syah Mohon Tunggu... profesional -

Visit me on padlilsyah.wordpress.com I www.facebook.com/Padlil I\r\n@PadlilSyah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kepedulian Perusahaan di Malaysia untuk TKI di Hari Buruh

2 Mei 2013   08:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:16 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13674743671214540467

[caption id="attachment_258524" align="aligncenter" width="540" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com)"][/caption]

Singkat cerita, lusa tanggal 30 april 2013 kami mendapatkan informasi bahwa sekolah yang kami kelola akan kedatangan tamu dari pusat (P2TK DIKDAS-KEMDIKBUD) hari rabu kemarin (1 mei 2013). Karena kami tinggal di dalam kawasan perusahaan sawit, bahkan kepemilikan tanah dan bangunannya milik perusahaan, maka menjadi tugas kami memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang akan datangnya tamu dari pusat untuk melakukan verifikasi. Namun dengan bijaksana seorang staf yang diberikan kewenangan menangani pendidikan di perusahaan tersebut menjelaskan seraya berkata "Besok kan hari libur, kami (pihak perusahaan) sudah mempunyai jadwal padat besok, besok hari pekerja, jadi kami besok akan merayakannya dengan para pekerja" Hal ini bukan sekedar omong kosong, karena memang satu hari itu para pekerja di manjakan dengan memancing ikan bersama (tentunya ikannya sudah disediakan) dan perlombaan-perlombaan untuk para pekerja Indonesia. Sebetulnya sejak 3 minggu sebelumnya memperingati hari buruh ini sudah dimulai dengan pertandingan-pertandingan para pekerja. Puncak perayaan hari buruh ini biasanya diselenggarakan malam hari setelah semua perlombaan selesai. Pada malam itu ada digelar hiburan-hiburan rakyat, pembagian hadiah, pemberian penghargaan atas kinerja pekerja, door prize, yang biasanya di akhiri oleh sambutan manager yang berisi tentang laporan, arahan, ucapan terimakasih, dan pemberian harapan.

Perlu penulis tekankan, budaya seperti ini tidak hanya di peusahaan sawit yang saya tinggali saja. Bahkan di banyak tempat, banyak perusahan menjadikan tanggal 1 mei ini momen untuk merayakan kegembiraan bersama para buruh yang notabene pekerja Indonesia. Mohon maaf, penulis ingin membandingkan dengan kondisi perayaan hari buruh di kota-kota di Indonesia. Demontrasi adalah sebuah hal rutin bahkan sepertinya wajib. Sejauh pengamatan penulis, demontrasi di jalan-jalan selain mengutaran aspirasi namun yang nyata adalah mengganggu ketertiban dan kelancaran masyarakat yang lain. Tapi bukan tentang keuntungan atau kerugian demontrasi menjadi fokus tulisan ini. Namun penyebab terjadinya demontrasi yang lebih menarik perhatian penulis. Hemat penulis ada beberapa faktor terjadinya demontrasi;

1. Ketidak puasan para buruh terhadap para majikan (perusahaan). Dengan arti lain kepedulian perusahaan terhadap para pekerjanya minim,

2. Undang-undang yang ada tidak pro terhadap pekerja. Pembuat dan pelaksana undang-undang tersebut baik legeslatif atau eksekutif lebih pro terhadap yang punya modal,

3. Adanya politisasi pihak-pihak yang berkepentingan (baik personal atau kelompok).

Tiga poin tersebut muncul karena penulis coba membandingkan dengan kondisi pekerja yang ada di sabah.

1. Mereka mendapatkan kepuasan dengan perlakuan perusahaan alasannya kalau tidak puas, mereka bisa keluar kapanpun, bisa mencari pekerjaan di tempat lain, bahkan bisa pulang kapanpun. Atau bisa saja mereka tidak puas namun melihat kondisi lingkungan kerja di Indonesia yang lebih parah (lebih tidak memuaskankan lagi) maka pilihannya ambil yang buruk dari yang terburuk.

2. Di sini tidak ada pengerahan massa dari satu individu atau kelompok untuk melakukan demontrasi. Berbeda dengan di Indonesia, pengerahan massa sudah menjadi rahasia umum, bahkan bagi orang-orang yang tidak ikut berdemo mendapatkan intimidasi dari yang lainnnya.

3. Walalupun UU tenaga kerja tidak terlalu jauh berbeda karena pemerintahannya sama. Namun ada kebijakan UU negara Malaysia yang berbeda yang tidak dirasakan oleh pekerja di Indonesia.

UU Malaysia mencoba melindungi hak-hak dan kenyamanan para pekerja asing. Bahkan pihak perusahaan berlomba-lomba berjuang mensejahterakan para pekerjanya agar tidak mau pulang ke Indonesia. Hal ini saya dapatkan ketika berbicara dengan beberapa manager dan asisten manager tentang maraknya dibuka lahan sawit baru di Kalimantan. Mereka berkata awalnya mereka merasa takut akan pulangnya banyak pekerja Indonesia untuk bekerja di Kalimantan, namun sekarang kewahatiran itu terkikis karena mereka tahu bagaimana caranya agar para pekerja Indonesia nyaman di tempat kerja. Caranya diberikan banyak kemudahan dalam mengurus dokument bahkan perusahaan yang langsung terjun, kenaikan gaji dengan berpanduan pada aturan pemerintah dan membandingkan dengan penggajian dan fasilitas perusahaan sawit yang ada di Kalimantan. Masih menurut mereka, informasi-informasi tentang keberadaan perusahaan sawit di Indonesia mudah mereka dapatkan karena perusahaan-perusahaan sawit Malaysia saat ini sudah banyak berdiri di sana, seperti Sime Darby, IOI, dan yang lainnya. Refleksi Kalau melihat perbandingan dari segi kenyamanan, kepuasan, dan rasa keadilan. Maka sepertinya pekerja Indonesia menjadi tamu tidak penting di negeri sendiri, sedangkan di negara lain, walaupun mereka tidak merasakan menjadi tuan rumah, tapi mereka merasa menjadi tamu penting di negeri orang. Buktinya cukup mudah, mayoritas para pekerja Indonesia di kebun sawit memilih tinggal di Malaysia bahkan mengusahakan menjadi warga negara Malaysia. Hal yang perlu menjadi bahan bercermin untuk kita (pemerintah, perusahaan, dan pekerja) dan adalah; 1. Pemerintah serius bekerja dengan hati nurani untuk membuat UU yang mensejahterakan pekerja Indonesia, 2. Para pemilik perusahaan-perusahaan di Indonesia mulai berpikir dan bertindak tidak hanya untuk mensejahterakan diri sendiri tapi juga untuk para pekerja, 3. Para pekerja harus mulai bersikap kritis atas semua hal yang terjadi. Bukan hanya kritis terhadap perusahaan dan pemerintah saja, tapi juga kritis terhadap diri sendiri. Agar tidak mudah dijadikan senjata politik orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun