Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengapa Sedikit Sekali Kompasianer yang Menulis Pantun di Kompasiana?

21 Agustus 2021   18:17 Diperbarui: 21 Agustus 2021   18:20 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajak Kompasianer Menulis Pantun. Dok. Canva/Ozy V. Alandika

Mengapa Sedikit Sekali Kompasianer yang Menulis Pantun di Kompasiana?

Biasanya kanal fiksi ramai diisi tulisan tentang puisi, cerpen, dan novel. Lho, pantunnya ke mana? Padahal pantun juga bagian dari karya sastra bangsa Indonesia sendiri, kan?

Di Kompasiana, aku saksikan postingan-postingan tentang pantun hanya muncul sesekali saja, tepatnya ketika peringatan Hari-hari Besar tiba.

Para Kompasianer yang cukup sering menghadirkan pantun hanya ada beberapa orang. Ada Pak Rustian Ansori, Pak Nugroho, Pak Thamrin Dahlan, dan Bang Ozy. Ups, yang terakhir itu namaku.

Sedangkan Pak Rudy dan Prof. Felix? Aih. Mereka sibuk bermain risak-risakan, lempar-lemparan artikel humor sampai-sampai isi perut kita terasa bocor.

Padahal dalam karya sastra yang bernama pantun juga ada humornya, kan? Nah, tepatnya pantun jenaka. Kehadiran pantun jenaka tiada lain adalah untuk menghibur, menyindir, serta membahagiakan siapa saja yang membaca dan mendengarkannya.

Bahkan, di SD tempatku mengajar, anak-anak di sana memiliki banyak koleksi pantun jenaka guna menyindir teman serta membuat suasana kelas jadi riuh. Kebanyakan dari mereka bermain pantun 2 baris, tapi tidak sedikit pula siswaku yang lancar berpantun 4 baris.

Maka dari itulah, aku sarankan kepada para Kners Bahari seperti Pak Rudy dan Prof Felix untuk sesekali berkirim pantun di Kompasiana. Siapa tahu nanti Bang Gui akan terbangun bersama tumbuhan porang dan kakartana.

Dibandingkan puisi, cerpen, atau malah artikel biasa, rasa-rasa menulis pantun boleh dibilang cukup mudah.

Dalam pantun kita bisa menyelipkan segenap untai rasa cinta, senang, sedih, duka, nasihat, adat, bahkan perasaan benci yang saat ini telah berubah menjadi sayang. Aku coba sajikan contoh sebait pantun jenaka , ya:

Aduhai elok berjalan kaki berdua
Tapi jangan sanding terlalu rapat
Aduhai elok Pak Rudy berbini tua
Perut jadi kenyang ajaran pun dapat

Bagaimana, cukup mudah, kan membuatnya?

Barangkali beberapa orang menganggap bahwa menulis pantun itu sulit karena kita harus mampu menyusun sampiran dan isi yang tidak berkaitan. Lebih dari itu, harus diikat dengan sajak a-b-a-b pula.

Tapi tenang, salah salah satu cara termudah dalam menulis pantun ialah kita tentukan terlebih dahulu tema/topik sekaligus isinya.

Mari simak sebait pantun pendidikan berikut:

Siapa itu gadis yang berbaju biru
Cantik sekali dipandang mata
Siapa itu yang ingin jadi guru
Bersiaplah bantu anak menggapai cita

Tolong jangan fokus kepada si gadis yang berbaju biru, ya. Eh. Agar bisa membuat beberapa bait pantun dalam waktu singkat, kita bisa memulai dari isi alias pesan yang ingin disampaikan. Syahdan, baru kita tulis lagi sampiran dengan memerhatikan ikatan sajak.

Manfaat Menulis Pantun

Sebagai salah satu karya sastra lama rasa Melayu, menulis pantun menghadirkan banyak manfaat.

Bagiku selaku seorang guru, menulis pantun sangat bermanfaat untuk menambah wawasan terkait kosakata, sinonim, antonim, serta berbagai kata-kata berbahasa Indonesia yang selama ini jarang didengar oleh telinga.

Lebih dari itu, karena di sebalik pantun tertuang nilai-nilai moral, maka bersama pantun kita bisa menyampaikan pesan-pesan kehidupan baik dengan cara sindiran, jenaka, atau pun pesan langsung yang penuh makna.

O ya, Hadi Susanto dalam tulisannya juga menerangkan bahwa pantun melatih seseorang untuk berpikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.

Pada dasarnya, di awal-awal menulis pantun kita biasanya bingung dan berpikir cukup lama. Hal tersebut memang memerlukan latihan dan pengulangan karena semakin cepat kita berpantun, semakin cepat pula kecepatan berpikir kita dalam memilih dan merangkai kata.

Nah, sampai di sini bagaimana? Apakah para Kompasianer mulai berniat meramaikan Kompasiana dengan pantun-pantun penyemangat?

Coba deh, sesekali.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun