Semenjak pandemi menyerang Bumi Nusantara, rasa-rasanya mulai banyak bermunculan masalah yang menghambat sistem pembelajaran, baik itu belajar daring dari rumah maupun belajar luring.
Sebut saja seperti permasalahan sinyal internet, ketidaktersediaan gadget dan kuota, tugas daring yang menumpuk, hingga kurangnya pendampingan dan bimbingan dari orang tua selama belajar di rumah.
Tidak hanya daring, selama PJJ sistem luring juga menemui tantangannya mulai dari jumlah buku ajar siswa yang tidak cukup, minimnya panduan belajar luring, susahnya menjalin komunikasi, hingga kurangnya waktu mengajar.
Cobalah kita bayangkan bagaimana caranya guru mengajar membaca kepada para siswa kelas 1 SD secara daring maupun luring, padahal di buku ajar tematik materinya banyak soal cerita.
Sulit, kan?
Alhasil, tidak hanya siswa yang bosan melainkan guru pun ikut tertekan. Jika sama-sama bosan dan tertekan, akan masih susah bagi kita untuk mengharapkan kegiatan belajar yang bahagia. Saat ini, pandemi corona benar-benar menjadi ujian berat bagi dunia pendidikan.
Mengajarlah dengan Bahagia, Walau Seperti Apa pun Keadaannya
Mengapa seorang guru harus mengajar dengan bahagia? Ehm, barangkali tidak selalu menjadi keharusan, sih. Tapi begini; Misalnya ada guru O mengajar sembari menebar omelan selama 15 menit, sedangkan guru Z mengajar dengan asyik juga dalam waktu 15 menit.
Dari kedua situasi tersebut, kira-kira bagaimana kelanjutan kisahnya? Aku tebak, guru O akan kelelahan dan bisa jadi berefek pada kurang maksimalnya si guru ketika mengajar di kelas lain pada jam berikutnya.
Sedangkan guru Z?
Kalau sudah asyik biasanya tak ingat waktu. Lima belas menit akan dengan entengnya berlalu secepat kedipan mata. Lebih jauh, guru Z masih memiliki tabungan tenaga sehingga dirinya bisa mengajar dengan prima di kelas lain.