Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PPDB Sekolah Negeri di Desa dan Bayang-bayang Regrouping yang Menghantui

29 Juni 2021   05:55 Diperbarui: 30 Juni 2021   05:00 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para murid di Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah 4 Filial yang terletak di Desa Saluran, RT 36, Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.(KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA)

Desanya bukanlah berupa pemukiman yang padat penduduk, tapi karena ada anak-anak yang tinggalnya di kebun, maka tiada opsi lain bagi mereka untuk belajar jika SD yang sepi murid tadi ditutup.

Juga, berdasarkan penelitian yang berjudul Dampak Regrouping Sekolah Dasar dengan studi kasus SD Pakem 1 di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman oleh Sudiyono dkk (2009), direngkuh dampak negatif penggabungan sekolah negeri sebagai berikut:

  • Penggabungan sekolah belum didukung oleh kebijakan teknis operasional terkait dengan pengelolaan sarana dan prasarana dan pengelolaan kelas paralel
  • Adanya penurunan prestasi akademik peserta didik SD Pakem 1
  • Muncul kelas paralel tapi kekurangan fasilitas ruangan kelas
  • Fasilitas gedung sekolah lama menganggur, bahkan dibiarkan rusak dan digunakan untuk menimbun barang rongsokan
  • Motivasi untuk menjadi kepala sekolah rendah, dan
  • Mendapatkan siswa yang memiliki kemampuan yang lebih rendah.

Lho, bukankah harapan penggabungan sekolah negeri adalah untuk peningkatan mutu dan kualitas pendidikan?

Harapan itu sebenarnya bisa saja tercapai andai seperangkat hal teknis serta berbagai komponen pendukung regrouping yang disebutkan di atas bisa ditambal, dikelola, serta mau diseriusi oleh semua pihak yang terkait dengan kebijakan penggabungan sekolah.

Tapi, ya, fakta yang pelik mau tidak mau harus kita terima dengan motto "perjuangan tanpa batas".

Di lapangan tentu masih ada temuan seperti SD-nya negeri, siswanya sedikit, (sangat) kekurangan guru, fasilitas pendidikan seadanya, serta dihantui oleh bayang-bayang regrouping dan mutasi.

Ketika ada daerah yang kisahnya mirip-mirip dengan fenomena yang aku ceritakan di atas, maka baik regrouping maupun penutupan sekolah keduanya tidak semata-mata bisa dipilih.

Dengan terpaksa, sekolah itu harus tetap berdiri, dan para tenaga pendidik tetap diharapkan tulus mengabdi.

Sekolah negeri di desa mungkin belum begitu perlu mengenal apa itu PPDB sistem zonasi, sistem prestasi, maupun afirmasi. Ada siswa yang mendaftar walaupun hanya 1,2, dan 3 orang saja mereka sudah bersyukur.

Pemerintah perlu ikut perhatian tentang fenomena ini. Serius! Soalnya, sekolah negeri di desa, sekolah di daerah terpencil, hingga sekolah di daerah 3T juga menjadi bagian dari pendidikan nasional sebagai sebuah sistem.

Bahwa jauh dari keramaian PPDB di kota beserta hiruk pikuknya, ada sebagian sekolah negeri di berbagai desa yang dihantui oleh bayang-bayang regrouping.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun