Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Banjir, Pelajaran Anak SD yang Menjadi "Pelajaran Kehidupan"

12 Januari 2021   22:00 Diperbarui: 12 Januari 2021   21:59 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Banjir. Gambar oleh StockSnap dari Pixabay

Kalau kita bertanya kepada anak SD tentang cara mengatasi banjir, mereka bisa menjawab secara kilat bahwa banjir bisa diatasi dengan cara membuang sampah pada tempatnya, menanam banyak pohon, hingga memperbaiki saluran air.

Tapi, ketika kita bertanya kepada orang dewasa, pelajaran tentang banjir jadi melebar ke mana-mana. Contoh awal tadi, ialah korupsi terkait penanganan banjir. Contoh lain?

Bisa kita lihat sejenak seperti yang terjadi di tahun-tahun belakang. Calon gubernur malah menjadikan usul penanganan banjir terkesan berbau politis. Yang satu kukuh usul Drainase Vertikal, sedangkan satu lagi memegang teguh usul Normalisasi.

Padahal kedua jalan tersebut bisa jadi opsi, namun adu gagas terkadang malah membuat persoalan banjir sudah bukan kajian anak SD lagi. Banjir telah menjadi persoalan kehidupan yang juga hanya bisa diselesaikan dengan belajar tentang kehidupan.

Sederhana tapi krusial. Suatu daerah rawan banjir secara teori mungkin mampu menghadirkan kolam retensi, menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk menyerap lebih banyak air, membuat sumur resapan air hujan, hingga konsisten membuat banyak lubang biopori.

Memaksimalkan peran lubang biopori demi mencegah banjir. Foto: Kotaku.pu.go.id
Memaksimalkan peran lubang biopori demi mencegah banjir. Foto: Kotaku.pu.go.id


Tapi, pada perjalanannya kisah penanganan banjir tidaklah semulus itu. Eksistensi daerah juga bakal disorot, misalnya terkait dengan bagaimana peraturan perundang-undangan tentang banjir mampu ditinggikan, juga bagaimana implikasi koefisien dasar bangunan.

Ruwet memang, apalagi kalau dikaji pakai emosi. Tidak bakalan selesai. Dan, yang mungkin mampu membuat kajian tersebut selesai adalah ketika seseorang mampu menjadikan banjir sebagai "pelajaran kehidupan".

Bukan hanya tentang sampah, bukan hanya tentang lubang biopori, bukan hanya tentang drainase hingga upaya normalisasi, melainkan tentang pola perilaku masyarakat di setiap daerah.

Secara, buang sampah itu mudah, tapi menerbitkan perilaku terbiasa buang sampah secara disiplin? Susah. Bahkan hampir tiap hari saat bepergian ke sekolah untuk mengajar, aku selalu dibuat kesal dengan perilaku pengendara mobil yang buang tisu dan puntung rokok ke jalan.

Serius, aku kesal bukan kepalang. Dibuangnya puntung rokok ke tengah jalan, dan terkadang hampir kena helmku. Sayang posisinya sedang ngebut, kalau sedang santai, bisa aku lempar lagi tisu maupun puntung rokok ke dalam mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun