Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Standardisasi Pembelajaran, Penting atau Tidak?

21 September 2020   14:37 Diperbarui: 22 September 2020   06:06 870
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KKM sebagai salah satu standardisasi pembelajaran. Foto: Rapor SMA penulis tahun 2010 KTSP.

Nah, yang sering diutak-atik dalam beberapa kali pergantian kurikulum adalah RPP dan kegiatan pembelajaran.

RPP, dulunya ada yang hanya 2-4 lembar per pertemuan (KTSP) tapi tiba-tiba bertambah jadi lebih dari 20 lembar per pertemuan ketika Kurikulum 2013 mulai berlaku. Dan tahun ini?

Syukurlah RPP jadi tersisa satu lembar. Itu pun berkat imbas dari penyederhanaan kegiatan pembelajaran yang sejatinya terlalu "teoritis" dan "formal". Guru jadi "susah gerak" dalam mengajar.

Lalu, bagian mana yang disebut setengah hati?

Cobalah sejenak kita lihat rapor anak, tetangga, atau saudara di rumah. Baik mereka yang bersandar dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maupun Kurikulum 2013, semuanya masih mencantumkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di dalam rapor.

Dokpri
Dokpri
Padahal, KKM itu peninggalan-nya KBK alias Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004). KBK menggunakan prinsip penilaian acuan kriteria, yakni memakai kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik.

Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan sebagaimana yang tertera di rapor itulah yang dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Lalu, KKM itu penting atau tidak, sih?

Sejatinya, dilihat dari segi fungsi, KKM itu cukup penting dalam menunjang pembelajaran di sekolah. Terang saja, KKM adalah acuan bagi guru untuk menilai kompetensi siswa sesuai dengan kompetensi mata pelajaran. Selain itu, KKM juga bisa dijadikan target pencapaian oleh sekolah.

Maka dari itulah, kehadiran KKM sangat sejalan bila kita sanadkan ke Ujian Nasional (UN). Dulunya sebelum dihapus, UN ada standarnya, kan? Seingat saya, dulu saat SMP tahun 2009, standardisasi kelulusan dari segi UN adalah 5,5. Sedangkan satuan SD tak ada standarnya.

Oke, itu dulu, dan sekarang UN sudah say good bye dari peradaban. Tapi sayang, tulisan KKM masih tercantum di rapor, kan? Lagi-lagi inilah yang disebut utak-atik kurikulum setengah hati.

Di era Merdeka Belajar, kita semakin sadar bahwasannya nilai-nilai yang tertera di rapor siswa tidak sepenuhnya melambangkan kompetensi mereka. Apalagi hari ini, nilai akhir rapor anak-anak ada yang 95, bahkan 97 dengan KKM 75.

Tidak terbayangkan oleh kita, mungkin anak-anak sekolah pada jenius semua kali ya! Makin tinggi skor di rapor, rasanya values yang bersandar kepadanya semakin buram dan tak bisa lagi sepenuhnya kita jadikan patokan.

Lalu, andai suatu hari KKM benar-benar dihapus, apakah paradigma pembelajaran akan segera berubah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun