Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Tak Berani Bertemu dengan Calon Mertua

7 September 2020   22:53 Diperbarui: 7 September 2020   23:10 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh PublicDomainPictures dari Pixabay 

"Bang, jadi kapan mau bertamu ke rumah adek?"

"Nanti ya dek, tunggu purnama berikutnya. Hari ini abang masih merajut rasa."

Segudang perasaan entah telah kusimpan di kamar hati. Tak terhitung lagi olehku setinggi apa tumpukan perasaan itu. Tak terhitung juga, entah sudah berapa kali bang Ojan menolak untuk bertamu ke rumah orang tuaku.

Setiap hari, seusai mengantarkanku pulang kerja, bang Ojan selalu enggan untuk singgah. Pun walau 5 menit saja bertemu dengan ibu maupun ayahku.

Aku tak habis pikir. Padahal sesungguhnya aku tak memiliki kakak maupun adik. Aku hanyalah seorang gadis semata wayang, yang sering diperebutkan oleh banyak pria ganteng.

Karena sudah ada bang Ojan, jelas godaan berjuta-juta pria lain akan kuabaikan. Ada pesan cinta dan kemudian kubaca hingga "centang biru", itu sudah sangat bagus. Artinya, aku masih punya respek dan tidak sombong-sombong amat.

Tapi, bang Ojan? Ah, terkadang ada gerombolan setan yang bertamu di pikiranku seraya menghasut agar si gadis cantik ini mencari kekasih baru saja, kekasih yang lebih hebat daripada bang Ojan.

"Memangnya bang Ojan selemah itu?"

Sebaris hatiku yang lain seakan tak terima ketika pikiran ini sejenak melemahkan rasa cintaku kepadanya. Bang Ojan bukan orang jahat, bang Ojan bukan orang lemah, dan bang Ojan juga bukan sosok pria yang enggan untuk berjuang.

Buktinya, si abang tersayang selalu menyempatkan diri untuk bertemu denganku di waktu sempitnya. Seringkali ia rela kehujanan dan masuk angin demi memboncengiku di motor bebek warna putih biru. Aku jelas bangga dengan kontemplasi cinta yang telah ia tuangkan.

Setahupengalamanku, kebanyakan pria enggan untuk direpoti. Mereka cenderung malas untuk menyelesaikan hal-hal yang detail maupun hal lain yang berkisah tentang rutinitas. Makanya, inilah nilai plus yang dimiliki oleh bang Ojan.

Tapi, bila keadaannya terus begini, rasanya aku mulai sedikit jenuh. Umurku sudah 24 tahun. Jelas aku jengah, 24 adalah angka sudah layak menikah untuk seorang gadis sepertiku. Bang Ojan juga semestinya berpikir begitu.

Sayangnya si abang tersayang belum sekalipun memberikan kode terang terkait hubungan kita. Apakah akan berakhir dengan akad di tahun ini, atau malah si gadis cantik ini yang harus menunggu hingga tahun depan.

Sejatinya aku menyadari secara utuh bahwasannya kodrat seorang perempuan sepertiku ialah menunggu. Tapi, harus sampai kapan? Sampai kiamat menjelang?

Ah, aku terlalu emosi jika berkisah tentang nada tunggu-menunggu. Kata tunggu terdengar minor di telingaku. 5 tahun sudah bang Ojan jadi kekasihku. Bayangkan! Selama 60 bulan itu bang Ojan belum sekalipun duduk di ruang tamu di dalam rumah dan bertemu dengan orang tuaku.

Bagaimana aku tidak kesal. Sebagai seorang pengusaha peralatan listrik, bang Ojan selalu ramah dan berani berbicara dengan para pelanggannya. Para pelanggan, ada yang emosinya bertegangan tinggi, dan ada pula yang bertegangan normal. Abang pasti lebih tahu segunung perasaan itu.

Ah, mungkin aku saja yang terlalu bawa-bawa perasaan. Dan mungkin juga, bang Ojan memang belum siap untuk meminangku di tahun ini.

Pernah sekali, aku iseng mengirimkan chat via Whatsapp yang berisikan ajakan agar bang Ojan mau menemui ibuku. Mirisnya, pesan itu hanya dibaca tanpa digubrisnya. Aku menebak, bang Ojan memang belum siap. Tapi itu sudah lama, sih. 2 tahun yang lalu.

Tapi lagi, aku ini perempuan loh! Mana mungkin jalan-jalan pikirku hanya sebatas itu. Yang jelas, masa iya bang Ojan tidak melanjutkan percakapan itu. Atau, setidaknya menuangkan sedikit saja kondisinya saat itu.

Ah, lagi-lagi, entahlah! Masa iya, 2 tahun berlalu tanpa ada kepastian.

Esok pagi, aku ingin memperjelas kesamaran ini. Sudah kuputuskan, akan kukirim pesan yang mungkin bisa menjawab keresahan.

"Jika engkau takut bertamu ke rumah kekasih untuk menemui calon mertua, maka ajaklah saja mereka ke rumahmu."

Kutunggu responmu, duhai bang Ojan.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun