Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Guru Muda yang Salah Kamar

7 Juli 2020   23:24 Diperbarui: 7 Juli 2020   23:23 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh ming dai dari Pixabay 

"Bro, sudah beli buku kiat-kiat lulus CPNS belum?"

"Belum Za. Nanti saja, tunggu kepastian tes. Jangan-jangan kita diprank lagi!"

Sungguh tak disangka-sangka, tiba-tiba saja Mirza menghampiriku dan bertanya tentang buku kiat-kiat lulus tes CPNS. Sepertinya ia begitu penasaran dengan tes di tahun 2018 ini. Secara, sejak awal tahun isu pembukaan tes sudah bergejolak. Siapa tahu isu itu jadi kenyataan.

Aku sendiri, sebenarnya hanya separuh hati menggubris pertanyaan si Mirza. Bukannya aku tak mau ikut tes dan pesimis. Aku mau ikut tes, aku mau mempersiapkan diri dengan matang. Tapi tugasku sebagai guru honorer di SMP begitu menumpuk.

"Za, duduklah di sini dulu. Bisa bantu aku, nggak?"


Kebetulan siang ini aku sedang sibuk meracik kisi-kisi soal, membuat soal online, menyiapkan video pembelajaran dan mengolah bahan ajar untuk besok. Banyak sekali sebenarnya kegiatanku. Tapi, sebegini dulu yang mampu kuingat. Hal-hal lain, kukerjakan di SMP saja.

Mau bagaimana lagi, beban mengajar di sekolah nomor 1 se-kabupaten memang begini. Bayangkan saja, jumlah muridnya lebih dari 1000 orang, didukung dengan fasilitas mengajar lengkap, dan diisi oleh 70-an guru profesional serta milenial.

Sebenarnya aku sangat-sangat bersyukur bisa mengajar di sana. Walaupun terasa sangat sibuk, tapi aku bisa menerapkan pembelajaran digital dan selalu bersahabat dengan teknologi.

"Oi Mirza, kamu enggak sibuk kan siang ini? Tolong bantu aku masukkan soal-soal Matematika ini ke Google Formulir ya. Please!"

"Hemm. Oi Zaidan, bagaimana caranya? Ajari aku dulu tapi, oke?"

Zaidan, begitulah panggilan serius Mirza kepadaku. Dia hanya akan memanggilku "Bro" di saat aku lagi santai. Sekarang aku lagi sibuk dan panggilan terhadap namaku sudah cukup bagiku untuk menyimpulkan bahwa Mirza begitu pengertian.

Bila aku ulik lagi beberapa purnama yang lalu, wajar kiranya Mirza mulai pengertian kepadaku. Secara, setiap dia bertamu aku selalu sibuk dengan berbagai administrasi pembelajaran.

Pada purnama semalam misalnya, di saat aku sedang sibuk mengolah blog pembelajaran Mirza pun datang. Ya sudah, topik cerita kami membahas tentang artikel trending sembari minum kopi. Padahal awalannya juga sama. Mirza datang dan bertanya kepadaku soal tes CPNS.

***

5 bulan berlalu sejak hari itu, dan Mirza datang lagi ke rumahku.

"Bro, akhirnya beneran jadi tes CPNS tahun ini. Pendaftaran sudah dibuka. Jadi, kita pilih lokasi mana, Bro?"

"Bentar, bentar."

Baru saja Mirza duduk di ruang tamu, aku langsung berlari ke dapur untuk meracik kopi hitam Arabica. Kebetulan sekali Mirza datang, jadi dia bisa rasakan segelas kopi hitam mahal. Hahaha

"Lha, kamu sudah beli buku kiat-kiat CPNS duluan ya Bro!"

"Hehehe, kebetulan kemarin ada promo Za. Kucoba beli satu, siapa tahu cocok. Nanti, setelah aku cek dan dirasa bagus, rencananya akan kurekomendasikan untukmu."

Mirza pun mengiyakan dan langsung menyeruput kopi hitam yang masih panas. Kutebak, dia pasti percaya dengan perkataan dan mengerti apa maksudku. Lagian, sejak kapan pula aku mau menguntungkan diriku sendiri. Dia pasti peka dan memaklumi apa yang kulakukan.

Soal lokasi penempatan, aku sungguh masih bingung dan dilema. Lowongan di jurusanku cukup banyak, yaitu 20. Tapi, satu pun alamat sekolahnya tidak kuketahui.

Sempat aku cek di penelusuran Google, tetap saja hanya tersedia jarak tempuhnya saja. Kutebak lagi, jangan-jangan seluruh sekolah dalam formasi adalah sekolah pelosok. Ya sudahlah. Cap, cip, cup. Dengan Bismillah, kupilih menurut kata hatiku saja.

***

Satu purnama setelah pengumuman tes CPNS berlalu, giliran aku yang mendatangi rumah Mirza. Sebenarnya, jarang-jarang aku singgah ke rumahnya. Tapi, inilah kesempatanku. Tugasku sebagai guru honorer di SMP sudah kucabut alias resign. Jadi aku lega, aku aman.

"Bro, sedang sibuk nggak, kita mabar yuk!"

Sengaja kudatangi Mirza setelah satu purnama kami tak bersua. Aku sebenarnya tak tega setelah mendapat kabar bahwa dia tak lulus tes CPNS. Mau bagaimana lagi, meskipun aku dan Mirza adalah sahabat, takdir kami tidak mungkin sama.

Aku hanya beruntung telah dipersilakan oleh Tuhan untuk menjemput rezeki dari profesi PNS.

"Oi Zaidan, bagaimana keadaan sekolahmu? Sudah survei?"

Aku cukup terkejut mengapa kok tiba-tiba Mirza langsung bertanya tentang sekolahku. Mungkin dia peka dengan raut wajahku yang cukup mendung. Ada masalah denganku. Ada yang tidak beres denganku. Dan ternyata, memang benar. Aku mengakuinya.

"Kurang seru, Bro. Sekolahnya pelosok. Sinyal susah, bahkan tidak ada. Listrik pun belum tersambung ke kelas-kelas. Rasanya aku kecewa, Bro. Mana jaraknya dari rumahku adalah 1 jam perjalanan!"

Aku tidak berhenti berhenti mengeluh, sampai-sampai ada petir kekecewaan yang menyambar tetap di sudut hatiku. Aku kesal, aku merasa salah kamar.

Coba waktu itu aku pilih penempatan guru yang lain, mungkin aku bisa dapat sekolah yang berada di kota. Nantinya aku bisa mengajar via Youtube, mengirimkan tugas via blog, atau bisa juga mengajar dengan memanfaatkan aplikasi Whatsapp grup. Oh, Tuhan!

"Telapuuuk!"

Tiba-tiba saja Mirza memukul betis kiriku. Sontak saja aku segera berpaling. Kedua bola mataku langsung berkedip dan pandanganku tertuju di betis kiri. Dan ternyata, ada bekas darah di sana.

Tanpa kurasa, aku terlalu lama mengeluh hingga tanpa sadar ada nyamuk yang menghisap darah mudaku.

"Oi, Zaidan. Pergilah ke kamar sebelah. Di sana ada tisu dan segelas air. Bersihkanlah, segera!"

Aku tak berpikir panjang dan bertele-tele. Lagi-lagi Mirza sebut namaku, berarti dia sedang bersungguh-sungguh.

Dengan langkah panjang, kuhentakkan kakiku ke kamar sebelah. Suasana kamar sebenarnya cukup gelap, tapi aku heran mengapa Mirza tak mendampingi. Padahal aku belum pernah memasuki kamar itu.

Di sudut meja, kulihat ada beberapa lembar tisu dan segelas air. Segera saja kubersihkan bercak darah gigitan nyamuk. Setelah betisku bersih dan aku berpaling badan, tiba-tiba saja aku terkejut hingga merinding. Di dinding sebelah kanan kamar itu terpampang tulisan:

"Nikmat mana lagi yang mau engkau dustakan!"

Jujur, aku merasa tertampar hingga berpuluh-puluh kali lipat. Ternyata selama ini aku salah kamar. Wajar bila aku kecewa. Wajar pula bila aku semakin gundah. Tanpa sadar, sudah sekian purnama aku lupa singgah di kamar yang bertuliskan lafadz-Nya.

Salam.

Curup, 07-07-2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun