"Eh, Mas. Tapi guru PNS nih baik-baik. Saat hari raya mereka suka berbagi rezeki dan menyelipkan beberapa lembar uang di kantong kita. Pakaian PDH dan PGRI-ku ini, diberikan oleh guru PNS secara cuma-cuma loh, Mas!"
Saya yakin dan percaya, wajah muram Mas Nadiem tadi segera pulang duluan ke rumahnya. Pasti ada semangat yang menggebu untuk bekerja walau hanya sebagai guru honorer, sembari menunggu kesempatan untuk tes CPNS di suatu hari nanti.
Minimal, perasaan semangat ini akan bertahan hinggalah bel pulang sekolah setiap harinya.
Ting... Ting... Ting
Jika bel pulang sekolah sudah berbunyi, gerbang sekolah segera terpenuhi. Baik guru maupun siswa semuanya akan berpadat-padat ria seraya ingin pulang dan sampai ke rumah terlebih dahulu.
Tapi, tidak dengan saya, Mas Nadiem. Senin dan Selasa saya mengisi ekstrakulikuler keagamaan, Rabu dan Kamis saya mempersiapkan kegiatan rohani setiap hari Jumat, dan Sabtu saya ikut berpartisipasi sebagai pembina Pramuka.
Sibuk kan, Mas Nadiem? Coba kalau ada Mas Nadiem, kan kita bisa gantian dan bagi tugas!
Tapi, tak mengapalah. Bagi guru honorer, makin banyak tugas maka makin banyak jalur gaji. Jika sekadar mengharapkan gaji dari jam mengajar, maka untuk isi bensin dan pulsa barangkali tidak akan cukup walau hanya sebulan.
Kemudian jika tanggalan sudah sampai di akhir bulan, Mas Nadiem pasti ingin dan akan bertanya kapan gajian. Langsung saja saya jawab:
"Kita gajian tiga bulan sekali, Mas. Jika Dana BOS tersendat, bisa gajian empat bulan hingga enam bulan sekali. Dan, jika minggu efektif dalam satu bulan tidak sampai setengahnya, kadang-kadang bulan itu tidak terhitung gaji."
Mungkin Mas Nadiem akan memegang keningnya sendiri jika ikut dan sama-sama kerja sebagai guru honorer seperti saya dan teman-teman lainnya.