Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Perihal Harga Sebuah Pertemanan, Belajarlah dari Anak SD

15 Januari 2020   16:58 Diperbarui: 16 Januari 2020   11:58 1194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa sedang membangun tempat duduk sederhana di taman samping sekolah.(Dokpri)

Jika ada pertanyaan tentang siapa teman yang tak kenal harga, maka jawaban terbaik adalah teman semasa SD. Walaupun tak terpungkiri bahwa masing-masing kita memiliki sahabat ketemu besar, selalu ada dan siap sedia, tetap saja belum bisa menyaingi hebatnya teman semasa SD.

Terang saja, anak-anak SD belum terlalu mengenal yang namanya kesepian karena di saat sendiri mereka segera dikunjungi oleh teman satu SD. Bosan di rumah, maka bisa cari teman dan main di lapangan. 

Main apapun boleh, karena wawasan mereka tentang permainan bisa jadi lebih luas daripada ilmu guru-gurunya.

Anak-anak SD juga belum terlalu mengenal yang namanya menangis pilu, karena mereka sejatinya diajarkan untuk tidak menyimpan dendam. Hari ini berkelahi dan salah satunya menangis, tunggu saja sekitar 15-20 menit mereka akan akrab dan tertawa lagi.

Air mata yang tadinya sudah membasahi seluruh bedak putih di muka sudah keburu hilang ditumpuk keringat, karena mereka sudah bermain kejar-kejaran sembari meninggikan canda tawa. Padahal, wajar saja siswa tertawa dan kejar-kejaran karena tangisan tadi jadi bahan ejekan teman lain. Hihihi

Kesenangan, kebahagiaan dan keindahan pertemanan para siswa SD sungguh telah mengalahkan oreng dewasa hari ini. Terang saja, orang-orang dewasa sangat mudah dihampiri oleh kesepian, dan kesepian itu adalah beban batin yang luar biasa hebat, karena tiada banyak yang peduli.

Siapa bilang orang dewasa malu menangis? Mungkin lebih pilu dari pada siswa SD. Orang dewasa yang tak terima dengan kesusahan dan musibah hidup kadang menangisnya sampai meronta, sedihnya keterusan, serta dendamnya sampai di bawa mati.

Sejadi-jadinya terlihat, alangkah murahnya harga sebuah pertemanan itu. Baru kesepian sebentar saja sudah tiada banyak yang memperdulikan. Baru masalah dunia yang kadang sepele saja sudah membuah kawah dendam yang tak kunjung padam. 

Kalau sudah seperti ini, apa kabar teman yang ketemu besar, apa kabar sahabat yang ngakunya sejati?

Maka darinya, bolehlah sesekali kita belajar dari kehidupan siswa SD yang menghargai pertemanan lebih dari apapun.

Berbagi Makanan dan Jajan Saat Jam Istirahat

Siswa sedang sarapan. (Dokpri)
Siswa sedang sarapan. (Dokpri)
Jika sudah berteman, anak SD kadang lebih peka dari siapapun, lebih empati dari gurunya. Hal ini biasanya terpampang jelas pada jam istirahat, saat siswa mulai menyentuh bekalnya.

Siswa lain mungkin asyik bermain karena mereka sudah lebih dulu sarapan di rumah. Tapi bagi siswa yang belum sarapan, ia selalu bawa bekal dan makan pada jam istirahat. Sebagian siswa makan, sebagian lainnya bermain.

Karena melihat teman yang asyik bermain, biasanya siswa yang membawa bekal akan menawarkan makanannya kepada temannya. Tidak tanggung-tanggung, tidak juga sekadar omong kosong, suap-suapan makanan seringkali terjadi.

Kadang, tiada peduli tangan siapa yang memegang lauk, tangan siapa yang menyerobot sendok, dan tangan siapa yang mengambil botol minum duluan, tetap saja semua senang dan girang.

Tiada keluh yang berarti, malahan mereka akan sedih jika makanannya tidak diseborot teman. Jangan-jangan teman tidak selera, jangan-jangan lauknya kurang menarik, dan jangan-jangan dia tak mau lagi berteman. Semua serba praduga dan khawatir akan memurahkan harga sebuah pertemanan.

Perihal jajan juga demikian. Apalagi jika anak SD membawa jajanan yang aneh-aneh dari rumah, maka akan senang sekali teman lainnya. Walaupun kadang masih ada juga yang pilih-pilih teman, sih!

Beda dengan dewasa ini. Teman yang satu makan, kadang makanlah sesukanya. Tidak ada tawaran dan ajakan makan. Jikapun ada ajakan, kadang besarlah gengsi daripada lapar.

Gengsi seakan sudah mengalahkan keroncongan perut, dan tawarannya dengan muka masam. Barangkali, agar tidak diminta oleh rekan. Hmmm

Kerja Sama agar Sama Menikmati

Inisiasi siswa membuat tempat duduk sederhana. (Dokpri)
Inisiasi siswa membuat tempat duduk sederhana. (Dokpri)
Namanya juga anak SD, mereka seakan tidak pernah kehabisan akal untuk menikmati kebahagiaan serta menciptakan kesenangan. Ide-ide itu kadang datang dari salah seorang teman, yang kemudian dianggap sebagai usulan luar biasa dan di ACC oleh semua teman satu SD.

Misalnya, membuat tempat duduk sederhana di bawah pohon. Kebetulan di belakang SD kami ada sedikit tanah lapang untuk tempat bermain siswa setiap jam istirahat. Tempatnya sejuk, karena diteduhkan oleh beberapa batang sawit.

Baru-baru ini siswa mulai sering sarapan dan makan di sana, karena tempatnya juga lebih bersih dan tak belukar. Sayangnya, belum ada satupun tempat duduk di sana hingga salah seorang siswa kelas IV yang bernama Revan mengajak temannya untuk mencari balok-balok bekas.

Teman-teman yang melihat Revan begitu peka dan segera mengambil inisiasi untuk ikut mencari balok, tanpa perintah, tanpa komando. Tiada keluh yang berarti, walaupun mereka sempat berkotor-kotor ria. Seberapalah penatnya tangan yang kotor jika dibandingkan dengan sejatinya sebuah pertemanan.

Bedanya mereka dengan dewasa hari ini, kadang seorang teman hanya jadi biang kebermanfaatan. Teman yang susah bekerja, ia yang senang dan bahagia menikmati hasilnya.

Teman yang berkotor-kotor dan berkeringat darah, ia yang senang minum kopi susu di tanah yang sejuk seorang diri. Jika sudah seperti ini, bukankah anak SD lebih baik darinya?

Anak SD Tulus Mentraktir Teman-Temannya

Senyum ketulusan dari anak SD. (Dokpri)
Senyum ketulusan dari anak SD. (Dokpri)

Jika mau berbicara tentang ketulusan anak SD, maka sebaiknya tak perlu diragukan lagi. Terang saja, anak SD belum tahu apa itu pencitraan. Apalagi jika anak-anak SD yang tinggal di desa. Pertemanan lebih penting dari segalanya.

Asalkan mereka bisa bermain bola bersama, bermain sepeda bersama, saling bergantian berkunjung ke rumah, hingga jalan-jalan ke kebun bersama, mereka sanggup untuk berbagi.

Termasuklah dengan mentraktir teman. Mungkin traktiran itu tidaklah seberapa, hanya seharga sebuah es segar penyejuk lelah, hanya seharga sepotong tempe goreng pelepas selera, bahkan hanya selembar kertas kosong untuk ujian harian di kelas.

Mereka yang sering mentraktir bukanlah karena kaya ataupun banyak uang jajan, tapi karena pertemanan mereka lebih berharga daripada uang. Di hari kemudian, mereka juga tidak menuntut untuk segera ditraktir balik karena paham dengan kondisi finansial teman. Sungguh indahnya.

Agak berbeda kiranya dengan sebagian orang dewasa hari ini. Memang masih ada yang tulus dan meneruskan sifat baiknya sejak SD dulu, namun banyak juga yang tulus tapi berlapis anu-anu.

Entah itu karena persoalan pengorbanan cinta seorang pacar, hingganya semua barang dan kehendak pacar dibelikan. Dan ketika putus? Beratus-ratus chat masuk ke HP mantan, isinya meminta agar barang-barang yang sudah diberi segera dikembalikan. Uppss.

Entah itu persoalan cari muka di ruang kerja, dengan harapan cepat naik jabatan atau agar dipandang sebagai orang kaya. Sebaliknya juga demikian. Ada yang terlalu sayang dengan hartanya hingga berat sekali untuk sekadar mentraktir sebungkus bakso. Jadi, berapalah harga sebuah pertemanan.

Mahal dan berkualitasnya sebuah pertemanan tergantung pada tingkat ketulusan sesama teman. Bukan melulu soal traktir, tapi ini tentang kepedulian. Peduli dengan kesusahan dan kekurangan orang lain, sekaligus berempati.

Hebatnya, anak-anak SD punya itu, punya sebuah ketulusan dalam berteman. Tidak ada salahnya kita belajar dari kisah pertemanan anak-anak SD. Tentu saja ini tentang pertemanan sejati yang tidak sekadar traktiran.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun