Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

PNS Sebaiknya Jangan Buru-buru Sekolahkan SK!

21 November 2019   15:36 Diperbarui: 21 November 2019   20:31 2373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi uang receh dan uang koin rupiah (sumber: SHUTTERSTOCK via kompas.com)

PNS itu yang enak apanya ya? 

Gaji pokoknya, tunjangannya, sertifikasinya, jaminan masa tuanya, atau nilai SK-nya? 

Banyak orang mendambakan profesi PNS karena gaji yang tetap dan tersedianya uang pensiun. Darinya, tergambarlah keyakinan bahwa seorang PNS mendapat gaji yang pasti dalam setiap bulannya.

Karena gaji sudah pasti inilah muncul bertubi-tubi keinginan yang tidak biasa seperti mau kaya mendadak, mau beli mobil, mau memegang uang banyak, serta mengubah diri dengan gaya hidup mewah.

Bagaimana agar cepat dapat uang? Berharap warisan tak mungkin, merampok bank tidak mungkin,  ngepet apa lagi! Solusi tercepat adalah mendaftarkan SK untuk masuk sekolah.

Tidak perlu punya rumah, tidak perlu punya tanah karena SK PNS sudah cukup untuk jaminan pinjaman. 50 juta jadi, 100 juta boleh, 250 juta sangat boleh. Angsuran silahkan pilih sendiri, mau 5 tahun, 10 tahun, bahkan 15 tahun tak masalah.

Yang bermasalah adalah jika masih berstatus PNS baru namun segera menyekolahkan SK. Rasanya baru menikmati gaji dengan masa kerja 1-2 tahun, sudah mau melepas kebahagiaan dengan gaji kecil lagi.

Anggap saja PNS golongan 3A dengan gaji penuh kurang lebih 3 juta. Demi membeli mobil seharga 200 juta, ia menyekolahkan SK selama 10 tahun. Bisa jadi gaji penuh yang akan diterima hanya 600 ribu -- 1 juta saja. Lalu bagaimana ia menjalani hidup?

Mungkin punya mobil, tapi BBM-nya bagaimana? Servisnya bagaimana? Terus, jika pecah ban bagaimana? Akhirnya, tak seimbang antara gaya hidup dan penghasilan. Hal ini perlahan akan berdampak buruk bagi kehidupan PNS. Mestinya jangan buru-buru!

Ilustrasi sekolahkan SK. (Sumber: beritagar.id)
Ilustrasi sekolahkan SK. (Sumber: beritagar.id)
Gaji Berkurang, Kinerja Bagaimana?
Beberapa kali saya temui, kebanyakan pekerja yang SK-nya sudah sekolah kurang semangat dalam bekerja. Biarpun mereka sudah sertifikasi dan mendapat tunjangan yang lebih besar, tetap saja pikiran untuk fokus dalam bekerja selalu terusik.

Menjelang awal bulan misalnya. Cerita-cerita mereka di ruang kerja hanya berkisar tentang keluh:

"Aihh, gak ada dapat apa-apa aku nih! Uang habis bayar cicilan, uang serti habis untuk sekolah anak, beli beras dan lain-lain. Sampai-sampai tak bisa lagi aku beli sepatu untuk dipakai saat kondangan!"

Agaknya, gaji PNS yang selama ini dinilai cukup besar berikut dengan tunjangan sertifikasinya malah selalu kurang, kurang dan kurang.

Berawal dari sinilah kemalasan itu datang. Terang saja, untuk apa berlelah-lelah kerja jika gaji yang diterima hanya "segitu". Bahkan lebih banyak potongan bank daripada gaji yang diterima.

Saat kerja, mulailah datang kesiangan. Mengajar pun mulai malas dan menimpakan kesalahan hanya kepada siswa "mengapa anak-anak ini susah sekali memahami pelajaran!". Bahkan saat ditanya, jawabannya "capek" atau malah sibuk cari sampingan.

Padahal masih muda, tapi kinerja lemah dan cenderung menurun. Bukannya berkembang malah menyusut. Jika sudah seperti ini, bisa-bisa karir akan terancam.

Hidup Diatur oleh Hutang: Tak Enak!
Misalnya kita diterima sebagai PNS pada umur 30 tahun dan dan menyekolahkan SK selama 15 tahun. Berarti, 15 tahun penuh hidup kita diatur oleh bank dan gaji kita bisa jadi tidak sampai 1 juta. Sungguh tidak enak. Kita hanya menang pakaian, merek dompet, dan merek mobil, tapi nyatanya selalu kekurangan.

Jujur saja, pasti ada suatu masa di mana kita sangat selera dengan makanan A, sangat selera membeli buku B, dan sangat ingin membeli baju C. Tapi baru mau bergerak mengambil dompet, kartu ATM sudah berteriak "jangan, jangan, ini untuk beli bensin, ini untuk beli beras!"

Rasanya kebahagiaan yang selama ini sudah bersusah payah diusahakan, malah tergadai dengan sekolahnya SK. Sayangnya, SK yang sudah bersekolah setelah tamat tidak akan jadi sarjana maupun magister. Haha

Sekolahkan SK? Nanti dulu lah!
Rasanya semua orang pasti ingin punya mobil, punya rumah mewah, dan punya uang banyak. Tapi, sebagian besar dari mereka tampaknya lebih ingin hidup sederhana, berkecukupan, serta tidak punya hutang.

Setelah menggapai profesi PNS, sebenarnya godaan untuk menyekolahkan SK itu begitu besar dan menggebu-gebu. Terlebih lagi jika di meja kerja sering terselip brosur pinjaman bank dengan nominal besar dan bunga yang relatif kecil, malah tambah besar godaannya.

Meski demikian, godaan ini harus kita lawan karena itu hanya nikmat sesaat saja. Lagi-lagi kita butuh skala prioritas yang berorientasi pada kesejahteraan hidup di masa tua.

Jangan hanya karena nafsu dan selera hingga kita rela mengorbankan SK supaya terpandang kaya dan berada. Toh, orang yang sederhana juga diakui eksistensinya.

Jika ingin sekolahkan SK untuk buat usaha bagaimana?
Jika mau sekolahkan SK untuk modal nikah?

Agaknya, dari pada sekolahkan SK lebih baik kita meminjam uang dengan kerabat atau saudara-saudara yang berada. Dengan begitu, hidup kita tidak akan tersandera dan tak perlu membayar lebih.

Dan solusi yang paling baik adalah hidup bersahaja alias sederhana. Daripada meminjam uang, lebih baik berinvestasi. Tak perlu banyak-banyak, yang penting rajin. Dengan begitu, hidup kita bisa tentram, nyaman, dan tidak diatur oleh orang lain.

Di sela-sela hidup bersahaja, kita wajib selipkan syukur. Dengan bersyukur, nikmat ini akan tertambahkan. Entah nanti kita dapat kerja sampingan, naik golongan atau naik jabatan, biarlah Tuhan saja yang mengaturnya.

Untuk memotivasi diri agar mau menambah investasi, kita perlu merenung sejenak:

"Dulu saat bekerja sebagai karyawan tidak tetap, gajiku cukup dan bisa menabung. Tapi sekarang, kerja sudah tetap kok tabungan tak bertambah. Kenapa ya?"

Ada yang salah dari diri kita, dan itu adalah soal gaya hidup. Logikanya, jika naik gaji naik investasi, bukan naik gengsi.

Nyatanya, naik gengsi bisa menghabiskan gaji dan jika gaji habis, kemalasan akan bertamu. Maka dari itulah PNS tidak perlu mengorbankan gajinya hanya untuk gengsi. Termasuk juga profesi lainnya.

PNS yang hebat adalah dia yang rajin investasi, mau meningkatkan kinerja, dan tetap bersahaja.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun