Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjemput Jodoh: Kita akan Berpura-pura Baik, Sok Baik, atau Berusaha Menjadi Baik?

4 September 2019   00:38 Diperbarui: 4 September 2019   01:02 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menjemput Jodoh. Gambar dari Paleoforwomen.com

"Perkara jodoh merupakan takdir mubram yang telah mutlak ketetapannya. Baik atau tidaknya jodoh, bergantung kepada baik atau tidaknya diri kita, dan bagaimana cara kita menjemputnya."

Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik, dan perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik. Ya, ini adalah penegasan dan ketetapan dari sang Pencipta. Sama halnya dengan rezeki, jodoh pula perlu di jemput. Dan sama pula halnya dengan cara menjemput rezeki, menjemput jodoh dapat dilakukan dengan berbagai cara.

Mau cara yang baik atau yang buruk, itu kembali kepada diri kita masing-masing. Tidak ada yang namanya "pemaksaan" terhadap jodoh, karena itu adalah ketentuan sejak zaman azali. Tidak ada yang namanya "kebetulan" berjodoh, karena Tuhanlah yang mempertemukannya dengan indah. Dan tidak ada pula namanya "perjodohan", karena bukan hak manusia menentukan kepantasannya.

Orang tua dan masyarakat tak pula berhak memaksanya. Jikapun ada yang terpaksa berjodoh karena "keduluan", itu bukanlah pemaksaan diri, melainkan cara penjemputan jodohnya yang salah. Jikapun ada yang berjodoh berkat usaha "dukun", itu bukanlah pelanggaran terhadap takdir, melainkan kita yang bertamu ke rumah jodoh dengan cara yang tidak sopan.

Jodoh adalah Fotocopian Diri

Sejatinya jodoh adalah cermin diri, yang berarti fotocopian dari diri kita. Mau rangkap dua, rangkap tiga, rangkap empat, atau cuma rangkap satu, sungguh tak masalah. Persoalannya adalah adil atau tidak kita, dan mampu atau tidak kita membayar fotocopiannya nanti. Eits, satu saja belum ada fotocopiannya, mau 4? Cukup satu saja kali ya... Hehe.

Untuk menghasilkan fotocopian yang jelas tanpa blur, terang, kontras, tajam, bebas dari noise, bahkan murni dari editing, perlu "master" yang bagus. Artinya kitanya yang harus bagus terlebih dahulu. Menjadi master yang bagus adalah perjuangan dan tak bisa di akal-akali. Tidak pula bisa diwakilkan ataupun memanfaatkan jasa orderan.

Fotocopian yang di akal-akali atau ditimpa dengan kertas lain, tentu akan tampak perbedaannya dibandingkan dengan fotocopian yang berasal dari master yang asli. Ini berarti, jika kita memanipulasikan diri ini, maka kita akan mendapat fotocopian berupa hasil manipulasi pula. Lalu, kenapa tidak di scan saja? Tidak usah, biarkan nanti "dia" yang membuat hidupmu berwarna. Eaaaa.

Fotocopian bagus kan berasal dari mesin fotocopy yang bagus pula?
Ya, benar sekali. Sama halnya dengan hasil fotocopian, bagus atau tidaknya diri kita tergantung dari mesinnya, yaitu orang tua. Secara logika, ibu dan ayah yang bagus akan menghasilkan anak yang bagus.  Begitupun jika kita ukur menggunakan silogisme, maka akan menghasilkan konklusi yang sama juga.
Premis 1           : Ibu adalah orang yang baik, bagus, dan cantik.
Premis 2           : Ayah adalah orang yang baik, bagus, dan ganteng

jika mereka menikah, maka konklusinya adalah "Melahirkan anak baik, bagus, bisa cantik, bisa ganteng".

Tapi, lagi-lagi ini hanya logika saja, ini hanya hasil teoritis yang di lumuri dengan rasa emosional. Perkara jodoh lebih dari itu. Orang tua yang "centang-perenang" tidak selalu jadi jaminan anaknya akan amburadul. Rasanya masih sama dengan  mesin fotocopy, walau bukan mesin yang bagus dan mahal, tetap bisa menghasilkan fotocopian yang bagus. Caranya adalah dengan meletakkan "master" di tempat yang bersih, dan saat fotocopy disusun dengan rapi, simetris, dan dikerjakan dengan sabar.

Inilah penting bekal diri dalam menjemput jodoh. Berusaha untuk menjadi sosok "master file" yang bersih dari virus, murni dari effect editing, dan tanpa menggunakan efek-efek eksternal yang hanya elok dari pandangan saja. Jikapun ingin menggunakan efek demi perbaikan diri, maka gunakanlah efek internal yang murni, yaitu akhlak.

Jika kita Berpura-Pura Baik atau Sok Baik bagaimana?

Sekilas, ini mungkin mirip dengan perilakunya para "bucin" alias budak cinta. Upps, tapi beberapa orang yang sudah mengaku dirinya "dewasa" pun masih berbau bucin. Ya, para bucin yang mengusung cinta monyet dan nafsu berada pada area perilaku berpura-pura baik maupun sok baik. Mereka masih sangat awam untuk memahami hakikat cinta, dan belum bisa membedakan yang mana cinta, yang mana sayang, yang mana nafsu.

Kesalahan paradigma ini akan menghasilkan kekacauan hati, perasaan, hingga perilaku. Hati dan perasaan yang tumbuh senantiasa "memaksakan" diri untuk memberikan sesuatu yang terbaik hanya berdasarkan ukuran nafsu. Jelas, ini adalah kekacauan karena tingkat emosi para bucin yang masih labil.

Lihat saja bagaimana tingkah mereka didepan pasangannya yang belum halal. Mulai dari mengisikan pulsa, kuota, mengajak makan, jalan-jalan, membelikan baju couple, mengerjakan tugas sekolahnya, hingga rela antar-jemput pasangan walau angin topan sekalipun.

Semua itu dilakukan untuk apa? Tentu saja agar mereka dipandang baik, perhatian, lemah lembut, siap berkorban, dan mencintai dengan sepenuh hati. Dasar bucin! Dibelakang pasangannya, mereka malah malas membantu orang tua, dan bahkan lebih memprioritaskan pasangannya daripada orang tua.

Uniknya, karena tidak berjodoh mereka pun berpisah, dan Si Laki-laki menuntut kembali barang-barang pembeliannya. Sayangnya, Si Perempuan sudah memblokir semua akun Laki-laki itu, bahkan ia pindah sekolah. Haha. Itulah akibatnya memakai uang orang tua untuk hal yang tidak-tidak. Jadi korban bucin kan akhirnya!

Begitupun dengan perilaku sebagian dari kita yang mengaku sudah dewasa namun belum menikah. Tak jarang kita temui teman-teman kita yang masih menutup jati diri dengan berpura-pura baik dan juga sok baik dalam menjemput jodoh. Mirisnya, jati diri "palsu" itu mereka manfaatkan untuk mencuri hati calon mertua maupun calon jodoh.

Dengan jati diri palsu itu, diharapkan calon mertua maupun calon jodoh dapat berbesar hati menerima mereka dengan segala "kelebihannya". Kelebihannya? Ya, kelebihan yang penuh kepalsuan. Calon mertua pasti akan senang jika melihat anaknya bahagia baik secara finansial maupun batiniah. Namun, jika terselip kebohongan bisa jadi akan kandas bukan?

Jika hubungan itu kandas sebelum menikah tak begitu dipersoalkan. Karena mereka bisa move on dan menjemput jodoh dengan cara yang lebih baik. yang bahaya adalah ketika kebohongan alias jati diri palsu ketahuan saat sudah menikah. Mungkin 1-2 bulan hidup masih tenang, tentram, sejahtera, bahkan selalu bahagia karena setiap minggu berbulan madu.

Tapi, jika sudah satu semester atau satu tahun bisa saja rumah mereka jadi heboh. Ada masalah sedikit, mulailah pecah piring, pecah mangkok, pecah ember, pecah baskom, bahkan pecah kaca karena ribut. Ada masalah lagi, mulailah saling memaki, terus ngomel, dan ungkit-ungkit masa lalu yang bahagia. Mirisnya, hubungan mereka bisa kandas gara-gara kebohongan.

Semua hal yang selama ini mereka yakini itu baik, tulus, bahkan suci ternyata hanyalah "janji manis" yang berhiaskan senyum semata. Semua seakan jadi fatamorgana di ujung senja, yang manis kelihatannya, tapi sungguh pahit ketika dilalui. Terang saja, jika kita mengejar senja, kita akan sampai ketika sudah kelam. Mirisnya, kelam itu berakhir dengan kedukaan, dan sungguh kita tidak mau itu terjadi, apalagi soal jodoh.

Berusaha Menjadi Baik

Kendaraan terbaik dalam menjemput jodoh adalah "pribadi yang baik". Baik dalam artian suci, tulus, dan bersih dari "pura-pura" serta "sok". Apa yang kita lakukan dihadapan orang lain harus selaras dengan kebaikan yang  kita lakukan dihadapan diri kita sendiri. Jangan malah seperti cermin, yang ketika kita angkat tangan kanan, maka tangan kirilah yang terlihat. Diluar kita dipandang baik, tapi nyatanya didalam kita busuk.

Lagi-lagi ini bahaya, karena busuk didalam akan merusak ketika keluar. Beda hal jika busuk diluar, didalamnya belum tentu busuk juga. Kita bisa lihat bagaimana bentuk singkong bakar. Ketika sudah dibakar, kulit singkong akan busuk dan gosong, tetapi tidak dengan dagingnya. Daging singkong malah jadi empuk, nikmat, dan lezat untuk disantap.

Ini merupakan teguran bagi para penjemput jodoh, yaitu jangan menilai dari fisik dan luarnya saja, karena fisik bisa gosong dibakar masa, tetapi tidak dengan hati. Hati, walaupun ia tak berbentuk, tidak akan gosong kecuali dibakar dengan kebohongan dan kepura-puraan.

Maka dari itu, jangan kita campur kesucian cinta dengan "jati diri palsu" hanya untuk menggapai jodoh. Jika kita yakin bahwa laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik, dan perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik, maka kita juga harus yakin bahwa kebaikan itu bukanlah sesuatu yang bisa kita manipulasi kemurniannya.

Hal ini berarti bahwa setiap jodoh yang dijemput dengan pura-pura baik dan sok baik, akan didatangi jodoh yang pura-pura baik dan sok baik pula. Siapa yang mau hidup bersama jati diri palsu! Hebatnya, kebohongan lambat laun akan terkuak dan itu menyakitkan.

Ibarat kita menaruh jarum di gundukan pasir, lalu kita berjalan diatasnya. Biarpun pasir itu berjuta-juta banyaknya, ataupun sangat indah pantulan kristalnya, tetap kita akan terkena tusukannya juga. Ya, tusukan dari kepura-puran. Tusukan dari sok-sokan.

Ending-nya, tetaplah kita berusaha menjadi baik agar kita mendapat yang baik juga. Alangkah indahnya, jika nanti di ujung jalan kita menemukan hadiah berupa kebaikan yang tulus dan suci. Dan kebaikan itu adalah jodoh kita.

Salam.
Semoga Memotivasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun