Pusing mengingat alur cerita, mengingat nama-nama kota, hingga pusing menyebutkan nama-nama tokoh penjajah. Inilah yang sering buat guru sejarah marah, hingga nilai-nilai siswa anjlok. Giliran nonton dan dengar cerita sejarah aja sok-sok ngerti dan ngangguk-ngangguk, toh ketika diminta ulangi dengan ringkas, malah ngawur cerita kemana-mana.
Pelajaran Seni Budaya
Biarpun paling asyik, sebenarnya pelajaran Seni Budaya juga bermasalah. Lihat saja ketika belajar drama, kita disuruh untuk berbohong. Mulai dari ekspresi marah, nangis, ketakutan, keceriaan, hingga pura-pura cacat. Lah, kita belajar bermacam mimik wajah seperti itu untuk apa? Untuk jadi koruptor barangkali?
Lihatlah senyuman koruptor, alangkah manisnya alangkah imutnya. Lihatlah senyuman siswa disebelah kita, walaupun ikhlas masih aja tampak pahit dan asam-asam kandis. Terang saja, mereka barusan makan nugget campur kuah sate. Haha. Lalu, kita pura-pura cacat untuk jadi apa? Jadi pengemis?
Pelajaran IPA
Lagi-lagi ini adalah masalah besar. Pelajaran IPA makin kesini makin abstrak. Jelas saja, siswa mempelajari hal-hal yang tidak tampak oleh mata. Mulai dari virus, bakteri, plankton, hingga protozoa. Memangnya masalah? Ya, jelas itu masalah.
Sekarang yang tampak banyak, mulai dari kita manusia, bagaimana kita diciptakan. Mulai dari gunung dan pepohonan bagaimana mereka ditegakkan, hingga laut, sungai, dan samudera bagaimana mereka dialirkan. Semua itu adalah sesuatu yang tampak, yang jelas-jelas harus kita baca, teliti, pahami, dan renungkan.
Ending-nya adalah, "Maka Nikmat Mana Lagi Yang Mau Kita Dustakan?". Semua yang kita terima adalah nikmat. Semua pelajaran dengan berbagai masalahnya adalah nikmat. Semua guru yang killer dan buas adalah nikmat. Dan keberadaan kita dalam suka dan duka adalah nikmat. Semuanya tetap mengarah kepada bagaimana cara kita bersikap.
Apakah kita akan terus mengeluh, atau malah berangsur-angsur mengkreditkan syukur? Jawabnya, bersyukurlah atas segala nikmat dan permasalahan hidup.
Salam.