Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Keluhan Siswa: Pelajaran Sekolah Itu Sulit Semua!

29 Agustus 2019   21:44 Diperbarui: 29 Agustus 2019   21:50 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Siswa Tertimpa Masalah. Sumber: Suara.com

Merupakan suatu kebohongan besar jika siswa menganggap mata pelajaran itu banyak yang mudah. Tidak ada yang mudah, biarpun ada buku, ada mbah google, bahkan gurunya memberi kemudahan.

Semua mata pelajaran punya masalah, dan semua masalah butuh penyelesaian. Penyelesaian butuh pemikiran, usaha, bahkan uang jajan pun terkuras karenanya. Tak khayal, siswa satu dan lainnya sering cekcok karena masalah pelajaran. Mulai dari bawa-bawa persoalan kekurangan uang jajan, model rambut guru, mantan do'i di kelas sebelah, hingga nama-nama orang tua.

Uniknya, mereka tetap bersekolah. Hujan, panas, mendung, gerimis, bahkan mungkin gunung meletus pun mereka tetap akan sekolah. Karena uang jajankah? Upps, bukan. 

Siswa milenial sanggup tidak diberikan uang jajan, sanggup jalan kaki demi bersekolah. Tujuannya? Agar bisa melihat dan bertemu adik kelas. Haha, dasar.

Mereka rela tak jajan yang penting bisa ketemu dengan adik kelas. Sekedar lihat saja sudah senang. Memang aura-aura adik kelas itu agak gimana ya? panas-panas dingin, gurih-gurih krenyes, atau iseng-iseng berhadiah? Huffh.

Pelajaran Matematika
Sejak awal pelajaran matematika sudah bermasalah. Masalahnya bukan MaTeMaTian Mengejar KAmu ya! Mulai dari banyaknya jam pelajaran hingga sampai 3 hari dalam 1 minggu, gurunya yang killer dan bawa-bawa mistar, hingga angka-angkanya yang mulai ditemani huruf. Terang saja, mau sampai kiamat pun jika angka ditambah dengan huruf, tidak akan ada hasilnya.

Yang menjadi masalah besar adalah kesenjangan antara soal dan jawaban. Soalnya 1 baris. Dan benar saja, jawabannya bisa sampai 2 halaman.

Belum lagi jawaban itu harus pakai jalan yang panjang dan berliku seperti kelok 9 di Padang, dan beranak pula. Misalnya soal aljabar dengan 2-3 variabel. Opsi penyelesaiannya banyak. Bisa pakai metode subtitusi, eliminasi, dan campuran. Hebatnya, guru minta siswa memakai ketiga metode itu.

Padahal soalnya Cuma 1, kok jawabannya ada 3. Padahal, isinya sama dan ada jalan yang lebih pendek, kenapa harus ditempuh semua? Sakit kan? Coba saja bayangkan ada seorang siswa yang ingin sekedar melihat adik kelas.

Jarak sebenarnya tidak jauh, hanya tinggal turun tangga ke tingkat 1. Namun, karena menganut ilmu aljabar 3 variabel siswa tadi harus keliling kelas atas, terus lewat depan kantin dan ruang guru. Barulah sampai kedepan kelas si "dia". Yang  menyakitkan adalah, si Siswa sudah  keringatan, tapi si "dia" sudah di traktir gorengan sama teman laki-lakinya. Hadehhh.

Pelajaran PKN
Bagi sebagian siswa, modal untuk sukses belajar PKN adalah hafal UUD 1945, Pancasila, dan Proklamasi. Tetapi tetap saja mau tidak mau siswa harus menghafalnya, jika tidak bisa-bisa nilai PKN merah dan mereka tidak naik kelas. Terang saja, dari awal bersekolah guru PKN sudah memberikan kalimat mistis bahwa siapapun siswa yang merah nilai PKNnya maka tidak akan naik kelas. Siapa yang tidak takut?

Lagi-lagi pelajaran PKN tidaklah sesederhana itu. Biang masalah bukan datang dari nilai PR, hafalan maupun latihan, melainkan juga sikap, adab, dan penampilan. Hebatnya, guru PKN hafal dengan kita-kita yang hari senin kemarin lupa bawa dasi, hari sabtu kemarin lupa pakai kaus kaki hitam, dan bahkan dari bulan kemarin belum pangkas rambut.

Belum lagi dengan ancaman-ancaman guru PKN yang begitu horor:
"Nahh, Agung, besok pangkaslah rambut ya? atau mau Bapak jemur di tiang bendera sampai jam pulang?"
"Nah kan, dinda lagi dinda lagi. Dari minggu kemarin Bapak pesan kalau hari sabtu itu pramuka pakai kaus kaki hitam! Ini tidak, malah kaus kaki putih, dari hari senin pula tidak di ganti-ganti!"
"Ujang, kesini dulu! Cepat! Tadi jajan di kantin Pak Mus kan? Lihat jam sekarang, sudah  istirahat belum...? Belum kan! Besok kalau tampak oleh Bapak Ujang jajan lagi Bapak gantung di tiang bendera terus Bapak panggil orang tua!"

Dan sebagainya. Tentu saja siswa takut, apalagi sampai dipanggil oleh orang tua. Mereka bisa-bisa saja menyewa tukang ojek, tukang  sate, atau bahkan tukang warung nasi agar mengaku sebagai orang tua mereka. Eits, guru PKN hampir setingkat dewa, yang tahu hampir semua tukang. Bahkan siswa tukang Php adek kelas pun Guru tahu.. Haha

Sama halnya dengan pelajaran PKN. Soal PKN itu pendek-pendek, tapi jawabannya Subhanallah. Mungkin sepanjang Tol Cipali bolak-balik. Terang saja, untuk menjawab soal-soal PKN kadang butuh khayalan dan nalar tingkat tinggi.

Apalagi jika yang diminta soal adalah perwujudan sila-sila pancasila. Kan ada hingga 40 butir tuh setiap silanya. Makanya tak jarang jari-jemari siswa setelah belajar PKN itu bulat layaknya bola kasti.

Pelajaran Fisika
Nah ini lebih bermasalah lagi. Jika tadi Matematika berusaha menjodohkan angka dan huruf yang sejatinya tidak berjodoh, maka pelajaran fisika seringkali mempermasalahkan hal-hal yang tidak perlu.

Sumber: Lucu.me
Sumber: Lucu.me

Bayangkan saja, apa gunanya menghitung kecepatan batu yang jatuh, daun kering yang mengalir di sungai, kekuatan saat mendorong gerobak sate, hingga kecepatan bidikan kelereng. Belum lagi ketika menghitung kecepatan air dalam ember atau baskom air yang pecah. Jika pecah harusnya kan diperbaiki, kok malah di hitung kecepatannya! Sebenarnya jawabannya sederhana,

"Ya, suka-suka pendorong gerobak sate lah, mau cepat mau lambat! Kalau ada pembeli yang berteriak, pastilah mereka ngebut. Kalo lagi sepi mereka ngebut, gak laku lah! "
"gak penting kalau main kelereng harus diukur cepat atau tidak bidikannya. Yang penting itu bidikannya kena kelereng teman. Jika tidak kena, gimana mau menang main?"

Debuuuugh, dan akhirnya siswa tadi kena gampar guru Fisika, dan kena hukum berlari dengan gerak parabola. Haha

Pelajaran Sejarah
Mengulas masa lalu itu sejatinya mengasyikkan bagi siswa. Apalagi ketika mereka menonton tayangan sejarah kemerdekaan. Mulai dari gerilya, bambu runcing, hingga pondok-pondok sederhana menjadi daya tarik tersendiri. Tapi masalahnya bukan itu. Yang bermasalah adalah, ketika guru menjelaskan itu seru, tapi ketika siswa disuruh mengulangnya, mereka pusing.

Pusing mengingat alur cerita, mengingat nama-nama kota, hingga pusing menyebutkan nama-nama tokoh penjajah. Inilah yang sering buat guru sejarah marah, hingga nilai-nilai siswa anjlok. Giliran nonton dan dengar cerita sejarah aja sok-sok ngerti dan ngangguk-ngangguk, toh ketika diminta ulangi dengan ringkas, malah ngawur cerita kemana-mana.

Pelajaran Seni Budaya
Biarpun paling asyik, sebenarnya pelajaran Seni Budaya juga bermasalah. Lihat saja ketika belajar drama, kita disuruh untuk berbohong. Mulai dari ekspresi marah, nangis, ketakutan, keceriaan, hingga pura-pura cacat. Lah, kita belajar bermacam mimik wajah seperti itu untuk apa? Untuk jadi koruptor barangkali?

Lihatlah senyuman koruptor, alangkah manisnya alangkah imutnya. Lihatlah senyuman siswa disebelah kita, walaupun ikhlas masih aja tampak pahit dan asam-asam kandis. Terang saja, mereka barusan makan nugget campur kuah sate. Haha. Lalu, kita pura-pura cacat untuk jadi apa? Jadi pengemis?

Pelajaran IPA
Lagi-lagi ini adalah masalah besar. Pelajaran IPA makin kesini makin abstrak. Jelas saja, siswa mempelajari hal-hal yang tidak tampak oleh mata. Mulai dari virus, bakteri, plankton, hingga protozoa. Memangnya masalah? Ya, jelas itu masalah.

Sekarang yang tampak banyak, mulai dari kita manusia, bagaimana kita diciptakan. Mulai dari gunung dan pepohonan bagaimana mereka ditegakkan, hingga laut, sungai, dan samudera bagaimana mereka dialirkan. Semua itu adalah sesuatu yang tampak, yang jelas-jelas harus kita baca, teliti, pahami, dan renungkan.

Ending-nya adalah, "Maka Nikmat Mana Lagi Yang Mau Kita Dustakan?". Semua yang kita terima adalah nikmat. Semua pelajaran dengan berbagai masalahnya adalah nikmat. Semua guru yang killer dan buas adalah nikmat. Dan keberadaan kita dalam suka dan duka adalah nikmat. Semuanya tetap mengarah kepada bagaimana cara kita bersikap.

Apakah kita akan terus mengeluh, atau malah berangsur-angsur mengkreditkan syukur? Jawabnya, bersyukurlah atas segala nikmat dan permasalahan hidup.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun