Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Peduli Sampah: Haruskah Masyarakat Ikut Upacara Bendera?

28 Agustus 2019   21:53 Diperbarui: 28 Agustus 2019   22:00 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara Bendera hari senin. @smpn1rejanglebong

"Setiap Upacara Bendera hari senin, guru selalu memberikan amanat kebersihan diri, sekolah, dan lingkungan."

 Peduli Sampah adalah Perwujudan Cinta Alam
Sering dengar "Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia"? Yupp, ini adalah salah satu dari 10 "Dasa Dharma". Jika kita pernah ikut ekstrakulikuler Pramuka, jadi Pembina Pramuka, atau bahkan anak kita ikut Pramuka, tentu ingat dengan pernyataan nan penuh makna ini. Anak Pramuka selalu diajarkan agar punya rasa cinta dan kasih.

Perkataan "Cinta Alam" sejatinya bukanlah sekedar  hafalan semata. Perwujudannya bukan pula sekedar menanam pohon, hacking ke gunung, ataupun camping di tengah hutan sebagai bentuk kedekatan dengan alam. Cinta Alam berarti peduli dengan alam.

Peduli dengan alam berarti kita mesti merawat alam, menjaga alam, dan melindungi alam dari segala sesuatu yang merusaknya. Entah itu merusak keharmonisan ekosistemnya, merusak tatanannya, maupun merusak keindahannya. Termasuklah disini persoalan sampah yang sejatinya dapat merusak keindahan, keharmonisan, hingga tatanan alam.

Jujur saja, sampah tidak bisa kita hilangkan dari muka bumi ini. Sampah, walau kita kurangi, mereka malah bertambah-tambah. Kita hanya bisa mendaur ulang, dan meletakkannya ditempat yang seharusnya. "Hanya bisa" ? Terus terang, ini bukanlah persoalan sederhana. Buktinya, setiap amanat pada upacara kepramukaan dan pelantikan "setangan leher" hal ini selalu didengungkan.

Masyarakat Tidak Bisa "Membaca"

beritaindo24.info
beritaindo24.info

Gambar diatas agaknya mewakili pernyataan bahwa banyak masyarakat yang seakan tidak bisa "membaca". Padahal sudah jelas ada tulisan "Jangan Buang Sampah Disini!", tapi nyatanya masih banyak sampah disana. Lebih ironis, slogan-slogan peduli lingkungan tersebut bahkan terang-terangan mengumbar ancaman dan "sumpah" kepada siapapun yang membuangnya. Karena saya sering bepergian menggunakan motor, sering saya temui slogan-slogan seperti ini:

"Yang buang sampah disini tidak punya otak!"
"Yang membuang sampah disini semoga tidak selamat!"
"buang sampah disini? Berarti Anda gila!"

Dan lain sebagainya. Terang saja, dengan membacanya hati kita sudah terenyuh. Eh, tapi mungkin hanya bagi kita yang masih mudah baper dengan lingkungan dan kebersihannya. Uniknya, meskipun sudah tertulis slogan-slogan "kemurkaan", masih saja banyak sampah yang bertumpuk. Jika sudah seperti itu, mungkin banjir tidak berbahaya lagi. Yang berbahaya adalah si pembuang sampah, jangan-jangan ia kena sumpah dan karma!

Walau demikian adanya, kita lagi-lagi tidak bisa menyalahkan satu pihak. Masyarakat yang membuang sampah sembarang memang salah, tapi pemerintah daerahnya juga salah. Pangkal masalahnya ada tiga, yaitu:

  1. Tersedia atau tidaknya tempat sampah
  2. Diangkut atau tidak sampah dari tempatnya
  3. Kepekaan hati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun