Mohon tunggu...
Tanty Agustianty H
Tanty Agustianty H Mohon Tunggu... Guru - Guru

Selaras kening di tanah, kepingan doa menembus penguasa langit dan bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Membaca Matahari

15 Februari 2019   18:18 Diperbarui: 15 Februari 2019   20:11 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Semua waktu kurasa tetaplah luapan cahaya. Entah di redupnya entah di nyalanya.  Kurasa aku mengikuti tiap jengkal bayang kehidupan. 

Membaca wajah matahari, ada keringat bahagia, orang-orang bisa menyuapi anaknya, di sela reranting yang berderak patah. 

Di ujung sinarnya mimpi tak pernah kelelahan. Terbit dan tenggelam menjalani kisah abadi. Dari rahim menuju sahadah yang di gelar siang dan malam. 

Kemarau hanya satu fase yang harus terlewati bukan? 

Matahari terang matahari tersembunyi. Kemunculannya di nanti. Seterang senyuman yang terbaca di geletarnya hati.

Mengerti saat-saat matahari menggantung. Menciptakan bayangan yang harus diterjemahkan. 


Cimahi,  15 Februari 2019 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun