Jika penalti itu masuk, Milan tidak hanya akan memimpin, tetapi juga akan mendapatkan keuntungan psikologis besar, memaksa Juventus untuk bermain lebih terbuka. Kegagalan ini justru meruntuhkan mental tim dan mengembalikan momentum ke kondisi imbang.
Massimiliano Allegri yang kini menukangi Rossoneri, mampu mendorong anak asuhnya untuk tampil berani, yakni meningkatkan intensitas di babak kedua, dan lebih banyak menciptakan peluang bersih.
Luca Modric dan Christian Pulisic cukup kreatif dan baik dalam membangun serangan, terutama memanfaatkan lebar lapangan.
Laga ini adalah cerita tentang AC Milan yang menyia-nyiakan kesempatan emas untuk memenangkan big match di Turin, yang kemudian dianggap sebagai kesialan. Sementara itu, Juventus memanfaatkan sepenuhnya kegagalan Milan tersebut dan berhasil mendapatkan satu poin, yang dalam konteks pertandingan ini—khususnya kegagalan penalti lawan—dianggap sebagai keberuntungan bagi Bianconeri.
Kritik terhadap Strategi Igor Tudor
Strategi pelatih Juventus, Igor Tudor wajar menuai kritik karena dianggap terlalu hati-hati dan kurang memiliki rencana serangan yang jelas, terutama setelah timnya melewati periode hasil imbang beruntun di liga domestic dan Liga Champions.
Kritik utama terhadap Tudor adalah bahwa strateginya tampak berada di antara keinginan untuk memenangkan laga besar di kandang dan kekhawatiran untuk kalah setelah melalui jadwal padat (termasuk Liga Champions).
Juventus bermain dengan formasi 3-4-2-1 yang cenderung lebih menekankan soliditas pertahanan. Lini belakang (Di Gregorio, Gatti, Rugani, Kelly) tampil disiplin, dan keberhasilan menjaga clean sheet adalah bukti keberhasilan pertahanan ini. Namun, ini datang dengan mengorbankan inisiatif serangan.
Pertahanan yang solid ini seharusnya menjadi landasan untuk serangan balik cepat, tetapi lini serang Juventus (David, Yildiz, Conceicao) gagal menunjukkan koordinasi atau kecepatan yang memadai. Serangan terasa lambat dan mudah diprediksi, membuat AC Milan yang dipimpin Maignan mudah mengorganisir pertahanan mereka.
Selain itu, keputusan starting line-up dan pergantian pemain Tudor juga menjadi sorotan. Memilih Jonathan David sebagai penyerang tunggal di depan ternyata tidak memberikan ancaman berarti. David tampak terisolasi dan kesulitan menahan bola atau membuka ruang.
Lalu, pemain-pemain yang diharapkan menjadi motor serangan, seperti Kenan Yildiz dan Francisco Conceicao, gagal memutus rantai pertahanan Milan yang rapat. Mereka sering kehilangan bola atau membuat keputusan umpan yang kurang tepat di sepertiga akhir.
Tudor memasukkan amunisi utama seperti Dusan Vlahovic dan Lois Openda di babak kedua. Namun, pergantian ini dianggap terlambat (sekitar menit ke-69) dan tidak cukup cepat untuk mengubah momentum permainan yang sudah didominasi oleh pertarungan lini tengah. Vlahovic dan Openda pun hanya mendapat sedikit peluang untuk menguji pertahanan Milan.